Ongoing
Lady Anastasia Zylph, seorang gadis muda yang dulu polos dan mudah dipercaya, bangkit kembali dari kematian yang direncanakan oleh saudaranya sendiri. Dengan kekuatan magis kehidupan yang baru muncul, Anastasia memutuskan untuk meninggalkan keluarganya yang jahat dan memulai hidup sederhana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1.
Angin malam yang seakan menusuk seperti jarum-jari es yang tajam, mulai merayap melalui celah-celah jendela besar kediaman Marquess Zylph. Langit di luar sangat gelap tanpa bulan, seolah-olah ikut terhadap sesuatu yang belum terjadi.
Sementara itu, di dalam ruang altar keluarga, ratusan lilin menyala dengan cahaya gemetar seperti takut pada apa yang akan disaksikan mereka di malam itu. Di tengah ruangan, Anastasia Zylph, putri kedua yang selalu disalahkan atas setiap masalah keluarga, berdiri dengan gaun tidur tipis berwarna putih. Nafasnya terengah, bukan karena kelelahan tetapi karena rasa takut yang tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuhnya. "Ini… tidak benar. Kakak pasti hanya ingin bicara… kan?" pikirnya, meski perasaannya berteriak sebaliknya.
Di hadapannya, seorang gadis lain berdiri. Cantik bahkan terlalu cantik. Gaun sutra biru gelap membalut tubuhnya, rambut pirang yang berkilau menyentuh pinggangnya. Matanya cerah, senyumnya lembut… tapi malam itu, mata itu tak lagi berkilau lembut. Theodora Zylph. Sang kakak sulung. Putri idaman seluruh kaum bangsawan. Dialah yang di puja semua orang. Dialah bintang keluarga ini. Dialah yang membuat Anastasia terlihat seperti bayangan buram.
Dan malam ini, dialah yang akan mencabut nyawa Anastasia. “Kak… apa yang sedang kita lakukan di sini?” suara Anastasia bergetar, terdengar kecil di ruangan yang begitu luas tersebut. Theodora mendekat beberapa langkah. Aroma bunga mawar hitam mengikuti tiap langkahnya, aroma favorit keluarga Zylph yang selalu membuat Anastasia mual.
“Anastasia…” suara Theodora halus, terlalu halus. “Akhirnya kita berdua sendiri tanpa siapa pun. Kau tahukan, aku sudah lama ingin berbicara denganmu.”
Gadis itu tersenyum, tapi bukan senyum kakak kepada adiknya. Itu senyum pemangsa yang sedang menikmati ketakutan mangsanya. Anastasia perlahan melangkah mundur, namun punggungnya membentur meja altar.
Lilin-lilin di atasnya bergetar “K-Kakak… kenapa melihatku seperti itu?” Theodora berhenti tepat di hadapan adiknya. Ia mengangkat dagu Anastasia dengan ujung jarinya, lembut sangat lembut, hingga membuat bulu kuduknya berdiri. “Adikku sayang,” bisiknya, “kau mengacaukan segalanya.” Napas Anastasia tercekat. “Aku tidak mengerti…”
“Oh, tentu kau tidak mengerti. Kau tidak pernah mengerti,” kata Theodora, suaranya mulai terdengar retak, seperti kaca halus yang hampir pecah. Perlahan, Theodora melepaskan sentuhannya… lalu meraih sesuatu di belakang punggungnya. Kilatan besi, sebuah Pisau.
Mata Anastasia membesar, tubuhnya membeku di tempat. “K-Kak!” Tusukan pertama masuk ke perutnya dingin, panas, lalu dingin lagi. Seolah dunia berhenti berputar. Suara tubuhnya jatuh terdengar seperti kain basah yang dijatuhkan ke lantai. Darah hangat segera merembes dari luka itu, membasahi lantai marmer putih.
Anastasia terbatuk keras, darah segar memercik di lantai. “Ka… kakak… kenapa…?” Theodora menatap wajahnya, ekspresinya kosong seperti boneka. “Karena kau selalu menghalangiku. Karena kau selalu membuat semua orang memandangku sebagai monster ketika aku mengatur sesuatu.” Ia menunduk lalu menyeringai.
“Padahal, mereka seharusnya memandangmu begitu.” Tusukan kedua. Lalu ketiga. Lalu keempat. Anastasia tak lagi melawan. Tubuhnya ambruk, bergetar, tangannya berlumur darah. Cahaya lilin memantul di genangan darah yang mengalir ke seluruh ruang altar, membuat lantai terlihat seperti kaca merah.
Nafasnya memendek. “Ka… aku hanya ingin… Kakak… menyukaiku…” suara kecil itu pecah di antara sesak. “Tidak ada yang akan menyukaimu.” Theodora menjatuhkan pisau dari tangannya. Denting logam itu menggema… menandai akhir. Ia kemudian mengambil botol minyak dari altar, menuangkannya ke seluruh ruangan termasuk tubuh Anastasia.
Aroma minyak bercampur dengan darah menyebar cepat. “Kau itu beban, Anastasia.” Theodora mengambil sebatang lilin yang menyala. “Keluarga Zylph tidak pernah membutuhkanmu.” Ia melemparkan lilin itu ke lantai. Dalam sekejap, api menjalar dengan cepat. Anastasia berusaha menggerakkan jarinya, namun tubuhnya terlalu lemah. ia hanya bisa menatap kakaknya yang perlahan menjauh, gaun biru gelapnya melambai anggun seolah tak terjadi apa-apa.
“Ka… kakak… tolong…” Nadanya sangat lemah, memohon, namun Theodora tak menoleh sekali pun. Pintu altar tertutup. Suara kunci diputar. Api menyala. Suaranya berdesis seperti bisikan neraka. Panasnya menyentuh kulit, rambut, gaun Anastasia. Bau daging terbakar perlahan mulai terasa.
Anastasia memejamkan mata. Air mata jatuh satu demi satu Warna emas, Hitam, Merah, Lalu gelap Namun sebelum seluruh kesadarannya hilang… Ia mendengar suara lain. Bukan suara manusia. Bukan pula suara api. Suara… yang belum pernah ia dengan sebelumnya.
Duk. Duk. Duk.
Lalu sebuah bisikan menerobos kegelapan "Bangun… Anastasia Zylph. Ini belum waktumu mati."
Suara pertama yang ia dengar ketika bangun hanyalah angin. Udara dingin, menusuk, seperti hendak menghancurkan tulangnya. Namun ia tidak di ruang altar. Tidak ada api. Tidak ada kakaknya. Ia terbaring di tanah bersalju… sendirian. Salju jatuh di wajahnya, lembut seperti tangan ibu, tangan yang tidak pernah ia rasakan sejak kecil. Anastasia memandang langit.
Nafas putih keluar dari bibirnya, Ia hidup, Entah bagaimana itu bisa terjadi. “ehh Dimana aku…?” suaranya pecah. Ia duduk perlahan, tubuhnya gemetar tapi… tidak terasa sakit sedikit pun. Luka tusukan yang seharusnya membunuhnya hilang. Seolah tidak pernah ada. Telinganya mendengar suara lain, suara serigala jauh, angin yang merintih, dan sesuatu yang besar bergerak di kejauhan.
Udara dingin seharusnya menusuknya. Tapi tubuhnya terasa hangat. Terlalu hangat. Dia menyentuh kulitnya, Tidak membeku. Tidak mati rasa. Ia… nyaman? Di tengah badai salju? Ketakutan berubah menjadi rasa kebingungan. “jadi aku... hidup kembali…?” Tangannya gemetar ketika menyentuh salju. Seketika salju di bawahnya bersinar lembut… lalu berubah menjadi cairan hangat, seperti merespon sentuhan hidupnya.
Cahaya putih… halus… mengalir dari ujung jarinya. Anastasia terkejut lalu menarik tangannya. Cahaya itu tiba-tiba menghilang. “Apa ini…? Apa yang terjadi padaku?” Ia menatap ke langit abu-abu langit yang tak mengenal matahari. Dunia baru, Tubuh baru, Kesempatan baru, Dan untuk pertama kalinya… matanya yang selalu lembut berubah dingin. Seperti salju utara. “Mulai sekarang… aku tidak akan menjadi gadis bodoh yang dibakar hidup-hidup.” Ia berdiri.
Salju menari di sekelilingnya seolah menyambut tuannya. “Aku akan keluar dari keluarga itu… keluar dari neraka kejam itu.” Senyum tipis muncul di bibirnya. Tidak lagi polos, Tidak lagi lembut, Tetapi licik. Dan sangat tenang. “Dan aku akan menghancurkan Kakak dengan tanganku sendiri.” Ia melangkah ke dalam kabut salju, tidak menyadari bahwa langkahnya menuju tempat yang akan mengubah takdir dunia Perbatasan Utara.
Tempat di mana ia akan menemukan pria yang ditakuti seluruh kerajaan… dan pria pertama yang akan berutang nyawa padanya. Duke Aloric Silas