Jodoh dicari ✖️
Jodoh dijebak ✔️
Demi membatalkan perjodohan yang diatur Ayahnya, Ivy menjebak laki-laki di sebuah club malam untuk tidur dengannya. Apapun caranya, meski bagi orang lain di luar nalar, tetap ia lakukan karena tak ingin seperti kakaknya, yang menjadi korban perjodohan dan sekarang mengalami KDRT.
Saat acara penentuan tanggal pernikahan, dia letakkan testpack garis dua di atas meja yang langsung membuat semua orang syok. ivy berhasil membatalkan pernikahan tersebut sekaligus membuat Ayahnya malu. Namun rencana yang ia fikir berhasil tersebut, ternyata tak seratus persen berhasil, ia dipaksa menikah dengan ayah janin dalam kandungan yang ternyata anak konglomerat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Suara dering ponsel yang melengking dan tak henti-henti, membangunkan Ivy dari tidurnya yang cukup nyenyak. Sambil berdecak kesal dan menggerutu, menggeser tubuhnya ke dekat nakas, lalu mengambil benda yang suaranya sangat mengganggu itu. Bibirnya menyunggingkan senyum miring melihat nama Papanya dia layar. Apa dunia sudah mau kiamat, sampai laki-laki tua itu peduli padanya, pagi-pagi sudah telepon.
"Hallo," ucap Ivy setelah menggeser tombol hijau di layar ponsel.
"Kamu dimana?"
Ivy terdiam, baper. Apa ini salah satu bentuk perhatian? Dia bahkan sudah lupa, kapan terakhir kalinya Papanya menanyakan kabar atau posisinya dimana.
"Vy, kamu dimana?" ulang Agung dengan nada suara makin tinggi. "Awas saja kalau kabur! Pagi ini kita harus ke rumah sakit untuk tes DNA."
Hati Ivy mencelos, matanya berkaca-kaca. Ternyata bukan perhatian, melainkan karena butuh. Papanya butuh ia datang untuk tes DNA agar bisa mendapatkan besan kaya raya. Ya, lagi-lagi ia harus patah hati karena ternyata bukan bentuk kasih sayang, tapi hanya untuk sebuah keuntungan.
"Ivy, jangan diam saja!" Agung sedikit membentak.
"Tenang aja, Pah. Aku pasti datang kok."
"Kamu dimana sekarang?"
"Papa gak perlu tahu, gak perlu nyuruh orang juga untuk melacak lokasi ponsel Ivy. Ivy pasti datang, jam 10 kan?"
"Baguslah kalau kamu ingat. Kalau sampai kamu tidak menikah dengan Ilyasa, siap-siap, Papa akan gugurkan kandungan kamu." Ancam Agung sebelum akhirnya memutus sambungan telepon.
Mata Ivy mulai tergenang, ia meletakkan ponsel di sebelah, memeluk kedua lututnya yang ditekuk, lalu membenamkan wajah disana.
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu, membuat Ivy mengangkat wajahnya yang basah. Tatapannya tertuju pada pintu jati bercat coklat yang sedang diketuk seseorang dari luar.
"Vy, udah bangun belum?" teriak Yasa dari balik pintu. "Vy, Ivy!"
"Iya, Yas. Gue udah bangun kok." Berusaha menetralkan suara agar tak kentara jika ia habis menangis.
"30 menit lagi, keluar ya, sarapan bareng-bareng."
"Hah!" Ivy agak kaget.
"Vy, dengerkan?"
"I, iya Yas."
Setelah itu, tak terdengar lagi suara Yasa. Ivy garuk-garuk kepala, gelisah harus berhadapan dengan keluarga Yasa. Mamanya aja, sudah segalak itu, gimana Papanya? Ia berdecak frustasi. Rasanya pengen tidur lagi saja, gak ikut sarapan, tapi apa ya bisa? Astaga! Ivy panik sendiri. Namun saat ingat waktu 30 menit yang diberi, buru-buru ia turun dari ranjang, mandi.
Setelah mandi, ia baru ingat jika dirinya berada dalam masalah besar. Make up. Iya, dia tak membawa make up. Kemarin saat keluar terburu-buru, hanya sempat mengambil ponsel, kunci mobil dan jaket, bahkan ganti baju pun tidak, ia hanya memakai piyama katun yang dilapisi jaket jeans.
Ivy mondar mandir di kamar, beberapa kali, melihat wajahnya di cermin almari. Sebenarnya gak masalah juga sih gak pakai make up, tapi alisnya terlihat botak, dan bibirnya pucat tanpa lipstik. Dan yang paling urgent menurut dia saat ini, adalah sisir. Setelah tidur, rambut panjangnya acak-acakan dan kusut, namun tak ada sisir untuk merapikan. Tak ada cara lain, cuma jari yang bisa ia andalkan untuk merapikan rambut yang kusut tersebut, lalu kembali mengikatnya cepol ke atas agar tak terlalu tampak berantakan.
Yasa belum memanggil lagi, apa dia langsung keluar saja ya? Ivy kembali mondar-mandir, bingung harus menunggu dipanggil lagi, atau langsung keluar. Astaga, apa seperti ini pov orang yang tinggal di rumah mertua, mau melangkah saja, mikirnya seratus kali.
Setelah capek mondar-mandir dan mikir, akhirnya Ivy memutuskan untuk keluar saja. Bisa-bisa, nanti ia disindir tuan putri lagi sama Mamanya Yasa jika harus nunggu dipanggil sekali lagi.
Ivy terkejut saat membuka pintu, melihat Yasa di hadapannya. Cowok itu juga tampak terkejut.
"Baru aja gue mau ngetuk," ujar Yasa. "Ya udah, ayo sarapan."
Ivy mengekor Yasa menuju meja makan. Di meja makan, terlihat seorang laki-laki paruh baya dan seorang anak laki-laki terlihat sedang bercengkrama. Tak lama kemudian, Mama Sani keluar dari dapur dengan membawa makanan, lalu menyusun di meja. Mendadak, nyali Ivy menciut untuk gabung bersama mereka.
Tiba di meja makan, Ivy langsung disambut tatapan penuh selidik dari Papa Yusuf dan Luth. Tatapan yang seperti sedang menilai itu, membuat lutut Ivy terasa lemas, tubuhnya gemetar, semoga saja tidak pingsan seperti semalam.
"Kakak ini siapa?" tanya Luth, si paling penasaran.
"Dia temannya Kak Yasa," sahut Sani.
"Namanya Kak Ivy," ujar Yasa. "Vy, ini adik gue, Luth."
"Hai, Luth!" sapa Ivy kaku.
"Duduk, Vy!" Yasa menarikkan kursi untuk Ivy, tepat di sebelah kursinya.
"Pagi Tante, Om," Ivy menunduk sopan.
"Pagi!" sahut Papa Yusuf datar, terkesan dingin. Sampai-sampai, Ivy tak bisa bergerak, tubuhnya membeku di tempat.
"Duduk, Vy!" Yasa menyentak lengan Ivy.
"Oh!" Ivy sampai terperanjat.
"Duduklah, kita sarapan," ujar Mama Sani yang sudah duduk berhadapan dengan Yasa.
"Ma, makasih Tante. Tapi, saya sepertinya harus segera pulang deh. Saya harus siap-siap untuk tes DNA nanti," ia beralibi supaya bisa lepas dari situasi ini. Sungguh, ia tak yakin bisa menelan makanan dengan mudah di hadapan kedua orang tua Yasa seperti ini.
"Mau siap-siap untuk tes DNA, atau mau kabur, gak mau di tes," Mama Sani tersenyum kecut.
"Tes DNA, apa itu Mom?" tanya Luth yang duduk disebelah Mama Sani.
"Tes kesehatan," sahut Sani asal, terlalu ribet untuk menjelaskan.
"Oh... aku juga nanti ikut tes kesehatan, Mom?"
"Enggak, kamu sekolah." Mama Sani kembali menatap Ivy. "Duduklah, nanti berangkat ke rumah sakit sama-sama, berangkat dari sini." Ia sengaja melakukan itu agar tes hari ini lancar, jangan sampai Ivy malah tak datang, dan masalah ini menggantung kayak jemuran yang gak diangkat-angkat sampai kiamat.
"Ta, tapi saya gak bawa pakaian Tante." Ivy masih mencari cara untuk bisa menghindar dari sarapan.
"Huft!" Mama Sani membuang nafas kasar, menatap Ivy tajam. "Gak usah banyak alasan. Duduk, sarapan," menunjuk dagu ke kursi di sebelah Yasa. "Kalau kamu beneran tidak takut menghadapi tes itu, kita berangkat sama-sama. Untuk pakaian, nanti saya pinjami."
Merasa tak ada pilihan lain, akhirnya Ivy mengangguk, lalu duduk di sebelah Yasa, meski dengan lutut sedikit gemetar.
"Kakak takut disuntik ya?" Luth menatap Ivy sambil menahan tawa. "Gak usah takut, cuma kayak digigit semut, tapi semutnya satu juta, hahaha," bocah 10 tahun itu tertawa ngakak.
Ivy tersenyum kecut, sama sekali tak bisa tertawa di situasi canggung seperti ini. Ia melihat banyak sekali hidangan di meja makan, bertolak belakang dengan kondisi meja makan di rumahnya, yang keseringan selalu kosong karena tak pernah digunakan untuk makan. Ia dan Papanya, bisa dibilang, mungkin hanya seminggu sekali sarapan bareng. Makan siang dan malam, hampir tak pernah sama-sama. Tatapan matanya tertuju pada Mama Sani yang sedang melayani suaminya, mengambil makanan lalu meletakkan ke hadapannya.
"Makasih, Sayang," ucap Papa Yusuf sambil tersenyum saat makanan sudah siap di hadapannya.
Hati Ivy tergelitik, ia tersenyum. Dulu, saat almarhum Mamanya masih ada, sekali pun ia tak pernah mendengar Papanya mengucap terimakasih pada Mamanya. Dan diusia yang bisa dibilang menjelang senja, di umur pernikahan yang sudah bukan baru lagi, mendengar pasangan masih memanggil sayang, rasanya spesial sekali.
"Vy, ambil makanannya, gak usah sungkan, daripada pingsan lagi kayak semalam," ujar Yasa yang sudah mengambil makanan.
Ivy baru sadar jika ia habis melamun, bahkan tak tahu kapan Yasa mengambil makanan. Ia berdiri, mengambil makanan sedikit saja, jaga image, lalu kembali duduk. Ia tak melihat ada makanan di depan Mama Sani, wanita itu justru terlihat sibuk membuang duri pada ikan yang akan dimakan Luth.
"Mama IF, gak sarapan, dia cuma nemenin," ujar Yasa yang bisa membaca isi fikiran Ivy, yang tatapannya terus tertuju pada Mamanya.
Ivy tersenyum, baru tahu ada orang yang dengan senang hati menemani keluarganya makan sedang ia sendiri skip makan. Suasana meja makan terasa sangat hangat, ia melihat, Luth sangat banyak bicara, cerita tentang sekolahnya kemarin. Dan kedua orang tuanya, dengan senang hati menanggapi cerita tersebut. Pantas saja Yasa menilai begitu positif tentang pernikahan, ia hidup di tengah-tengah keluarga yang harmonis.
"Dia emang banyak omong, jangan kaget," Yasa menyenggol dengan Ivy.
"Beda sama lo," Ivy menoleh pada Yasa, tersenyum.
"Kak Yasa itu, emang gak bisa ngomong dia," ujar Luth, menatap Yasa sambil menahan tawa.
"Bisu kali gak bisa ngomong," Yasa nyengir.
"Kalau sama Kak Alice, dia ngomong sepanjang rentetan gerbong kereta api, eh... Kak Yasa cuma jawab 'hem' " Luth cekikikan setelah menirukan deheman Yasa.
"Kak Alice?" Ivy mengernyit.
"Iya, Kak Alice. Kakak gak kenal sama Kak El? Dia kan calon istrinya Kak Yasa."
Klunting
Sendok yang pegang Ivy, reflek terjatuh ke atas piring keramik putih.
kasian juga,apa ini karma karena mamanya dulu ngrebut calon suami mama sani😭😭
kasian banget anaknya yg harus nanggung dosa orang tuanya
soalnya kalian memang g ada hubungan,jangan2 rasa itu bukan cinta tp obsesi ya?karena ditolak terus sama yasa,alice jd semacam penasaran dan ingin memiliki
lu hamidun d'luar nikah emank salah.,
minta maaf sm Allah bukan sm dia...
orang kamu gak tau apa² tentang dia..
itu nama'y jodoh elu ntu s' Ilyas...
prihatin boleh atas rasa yg d'miliki Alis kandas tapi itu salah dia juga udah d'tolak Ilyas berulang kali., itu nama'y gak jodoh...
bumi gonjang ganjing.....
mulutnya lagi,,,, runtuh seketika dunia Alice,,, langsung lemes dengkul nya ya El
kurang Gresek bagaimana lagi coba
padahal sudah berjuang sekuat tenaga
ternyata. Bang Yasa mau menikah maaf
El Bang Yasa sudah. bercocok benihya
,😭😭😭😭 kasian sekali niat antar
rendang malah rendang hati,,,
Jadi Alice terlalu pede dan berharap.
Kasihan Ivy, pasti merasa bersalah sudah merebut Yasa.
Duh gak kebayang gimana reaksi Alice
semoga alice gk terpuruk😔
dan semoga ada pengganti yasa.. semangat ya alice💪dunia gk akan kiamat walaupun jodohmu bukan yasa