NovelToon NovelToon
Diceraikan Suami, Dipinang Sahabat Kakakku

Diceraikan Suami, Dipinang Sahabat Kakakku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengganti / Cerai / Wanita Karir / Angst / Romansa
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Anjana

Adinda tak pernah membayangkan bahwa pernikahan yang ia jaga dengan sepenuh hati justru kandas di tengah jalan. Sejak mengalami insiden yang membuatnya harus menjalani perawatan panjang, ia kehilangan banyak hal—termasuk komunikasi dengan suaminya sendiri. Berbulan-bulan ia berjuang seorang diri, berharap ketika pulih, rumah tangganya masih bisa dipertahankan.

Namun harapan itu runtuh seketika. Saat suaminya akhirnya pulang dan berdiri di hadapannya, bukan pelukan hangat atau kabar baik yang datang… melainkan satu kalimat yang menghancurkan seluruh dunianya: ia diceraikan.

Adinda hanya bisa terpaku, tak pernah menyangka bahwa ketegarannya selama ini justru berakhir pada kehilangan yang lebih besar daripada rasa sakit yang pernah ia derita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 1 Kenyataan pahit

Adinda yang masih menjalani perawatan di rumah keluarga suaminya, rasanya seperti kehilangan arah. Ada bagian dari dirinya yang terasa hampa, seolah harapan yang dulu dijaga perlahan memudar. Sejak suaminya lama tidak pulang, kesepian menjadi teman yang tak diundang.

Namun bukan hanya sepi yang menyakitkan,

melainkan kata-kata yang menusuk dari orang-orang yang seharusnya menjadi keluarga.

“Kamu itu nyusahin saja tinggal di rumah ini! Kalau bukan karena permintaan Riko, mana mungkin aku sudi menerima kamu. Dasar menantu tidak berguna!”

Suara ibu mertuanya terdengar begitu tajam, membuat dada Adinda serasa diremas.

Belum sempat ia menelan luka dari ucapan itu,

Zoya, adik iparnya pun ikut menambah perih dengan ucapannya.

“Mending suruh cerai aja, Ma. Biar Kak Riko bebas dari beban. Lagi pula, perempuan yang lebih baik dari dia juga banyak. Aku aja nggak sudi punya kakak ipar kayak gitu.”

Adinda hanya diam.

Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya memilih bungkam. Ia ingin menjelaskan, ingin berkata bahwa dirinya tak pernah berniat merepotkan siapa pun. Tapi suaranya tertelan bersama air mata yang jatuh tanpa suara.

“Benar juga katamu, Zoya. Mama pun sudah tidak sudi punya menantu seperti dia. Riko pantasnya menikah dengan perempuan lain, perempuan yang jelas kualitasnya.” Ucapan ibu mertua itu meluncur tajam, seolah tanpa hati, dan langsung menembus perasaan Adinda yang sudah lama rapuh.

Adinda hanya terdiam. Bibirnya bergetar, tapi tak ada satu pun kata yang mampu keluar. Ia sudah terlalu sering disalahkan, terlalu sering dianggap beban. Di mata keluarga suaminya, keberadaannya tak pernah berarti apa-apa. Ia sadar, dengan segala keterbatasan fisiknya, ia tidak punya kekuatan untuk melawan, bahkan untuk sekadar membela diri.

“Mbak Tia… tolong antar saya ke kamar,” ujarnya lirih, hampir tak terdengar. Suaranya gemetar, matanya menunduk menahan air mata yang siap jatuh. Ia hanya ingin menjauh, pergi dari ruangan itu sebelum seluruh harga dirinya hancur oleh kata-kata yang semakin kejam. Saat langkahnya perlahan menjauh, suasana rumah itu terasa semakin dingin—seolah tidak ada tempat baginya untuk disebut rumah lagi.

Di ruang keluarga, Nyonya Merti duduk dengan wajah masam, jemarinya mengetuk meja dengan nada kesal.

“Ma, kapan Mama mau memisahkan Kak Riko dari istrinya? Zoya tuh udah malas lihat dia tinggal di rumah ini. Lagian juga cuma nambah beban keluarga,” ucap Zoya dengan nada sinis, matanya berkilat penuh kebencian.

Nyonya Merti tersenyum tipis, senyum yang tak menunjukkan kasih seorang ibu, melainkan rencana yang dingin.

"Tenang saja, Zoya. Mama akan mempercepat semuanya. Lihat saja nanti, Adinda akan benar-benar terpukul setelah Riko menceraikannya."

Sementara itu, di dalam kamar yang kini terasa seperti penjara, Adinda duduk di tepi ranjang dengan pandangan kosong. Ponselnya sudah disita, atas alasan “untuk kebaikannya”—padahal itu hanyalah cara agar ia tak bisa bersuara, tak bisa mengadu kepada suaminya.

Setiap hari, ia merasa seperti dikendalikan. Setiap gerak langkahnya seolah diawasi. Ia hanya bisa pasrah, meski hatinya menjerit.

Yang lebih menyakitkan, suaminya, orang yang dulu ia percayai sepenuh hati, kini dengan mudah terhasut oleh ibunya sendiri.

Katanya, Adinda diam-diam bertemu laki-laki di rumah saat Riko tak ada.

Padahal lelaki itu hanyalah orang terdekat di rumahnya, yakni teman kakaknya yang datang untuk menjenguk, membawa obat dan makanan karena tahu Adinda masih sakit. Tapi bagi mereka, kebaikan itu dijadikan alasan untuk menjatuhkan harga dirinya.

“Mbak Tia, terima kasih ya… sudah setia menemani saya selama tinggal di rumah ini. Saya nggak tahu harus bagaimana tanpa kebaikan Mbak Tia,” ucap Adinda dengan suara pelan, nyaris bergetar.

“Nona tidak perlu berterima kasih,” jawab Mbak Tia lembut. “Sudah menjadi tanggung jawab saya untuk menjaga Nona. Juga, pesan dari mendiang Tuan Erizon untuk menemani Nona, seberat apa pun keadaannya, saya harus tetap di samping Nona.”

Adinda menunduk, menatap jemarinya yang saling menggenggam lemah.

“Andai Kak Erizon masih hidup… mungkin semuanya tidak akan serumit ini ya, Mbak. Mungkin keluargaku juga nggak akan berantakan seperti sekarang.”

Mbak Tia segera menatapnya, mencoba menenangkan dengan suara lembut, “Nona jangan bicara sembarangan. Semua akan baik-baik saja, percayalah. Tuhan pasti punya rencana.”

Sebuah senyum pahit terukir di bibir Adinda, senyum yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan. Di balik ketenangannya, hatinya terasa remuk. Ia hanya ingin hidup damai, tapi malah terperangkap di antara kebencian dan fitnah.

Tiba-tiba, seorang asisten rumah mengetuk pintu perlahan.

“Permisi, Nona… ada tamu di luar, katanya ingin bertemu dengan Nona, dia Tuan Vikto.”

Adinda mengangkat wajahnya perlahan. “Kalau tamunya Tuan Vikto, suruh masuk saja ya, Mbak,” katanya tenang, meski dalam nada suaranya terselip sesuatu.

Mbak Tia tampak ragu. “Tapi, Nona… kalau Nyonya sampai tahu, dan melapor ke Tuan Riko, bagaimana?”

Adinda menghela napas pelan. “Biarin saja, Mbak. Paling juga mau nanya kabar."

“Tapi, Nona—”

“Sudah, tolong bantu aku keluar dulu. Kamu tidak perlu takut."

Mbak Tia menatap wajah Adinda yang mulai pucat. Ia tahu, ada keputusan besar yang sedang disembunyikan di balik ketenangan itu.

“Baik, Nona,” ucapnya akhirnya, dengan nada khawatir yang tak bisa disembunyikan.

Mbak Tia pun bergegas keluar bersama Adinda.

"Tuan, mari silakan masuk," ucap asisten rumah. Lalu, segera melapor kepada Nyonya Merti sesuai perintahnya kalau ada tamu ingin menemui Adinda.

“Dinda, bagaimana kabarmu?” suara Vikto terdengar hangat, namun ada nada canggung di ujungnya. “Maaf ya, aku baru sempat datang menjenguk. Oh iya, Mbak Tia, ini aku bawa obat, buah, sama sedikit camilan yang Dinda suka. Tolong diterima, ya.”

“Terima kasih, Kak Vikto.” Adinda tersenyum lemah, Mbak Tia langsung menerimanya.

Vikto tersenyum dan mengangguk pelan.

“Kakak tidak perlu serepot ini. Aku sudah cukup, obat dan makanan juga masih banyak di rumah ini.”

Vikto menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Anggap saja… ini cara aku buat menunjukkan kepedulianku padamu. Lagipula, sudah lama juga aku nggak dengar kabar kamu.” Ia menatap Adinda sesaat, matanya penuh iba. “Oh iya, suamimu mana? di kantor kah?"

"Tidak, dia di luar negri sudah dua minggu ini. Waktu itu, pulang cuma sebentar, habis itu berangkat lagi."

"Jadi, suami kamu di luar negri?"

“Iya,” jawab Adinda datar, menatap lantai.

"Ngapain sering di luar negri?"

“Katanya ada proyek baru yang harus ditangani. Biasanya cuma sempat pulang satu atau dua hari, itu pun langsung berangkat lagi.”

Vikto menarik napas panjang, menahan amarah yang tak ingin ia tunjukkan. “Suami macam apa dia, Dinda? Sesibuk itu sampai lupa kalau istrinya sedang sakit? Apa sesibuk itu sampai lupa… kamu itu punya perasaan?”

Adinda menunduk, bibirnya bergetar. “Sudahlah, Kak Vikto. Itu sudah jadi pilihanku. Aku tahu konsekuensinya, jadi Kak Vikto nggak perlu marah.”

“Aku cuma—” Vikto terdiam, menatap wajah pucat Adinda. Ia ingin melanjutkan kalimatnya, tapi lidahnya kelu.

Adinda menatapnya pelan. “Kenapa? Kok nggak jadi ngomong?”

Vikto mengalihkan pandangan. Suaranya merendah, nyaris berbisik.

“Tidak apa-apa… aku cuma takut, Dinda. Takut kamu benar-benar diabaikan oleh orang yang seharusnya paling menjaga kamu.”

Keheningan menutup ruang itu. Hanya suara napas mereka yang terdengar, satu penuh kepedihan, satu lagi menahan sesak yang tak bisa diungkapkan.

1
Uba Muhammad Al-varo
akhirnya tuan Abdi dan nyonya wirna dihukum berat dan Adinda dan Vikto dapat hidup bersama dengan damai dan bahagia
Sunaryati
Riko sekarang sadar syukurlah, semoga Dinda bahagia selalu dan cepat tumbuh kecebong Vikto di rahimmu
Sunaryati
Ada tiga pasangan, yo yang dua segera dihalalkan
Uba Muhammad Al-varo
akhirnya cinta mendekati Erizon-tia,Diva-Ziro akankah menuju pernikahan
Uba Muhammad Al-varo
Diva renungankan apa yang dikatakan Vikto, hidup itu pilihan dan yang menentukan hidup mu mau dibawa kemana itu diri mu sendiri Diva.
Sunaryati
Kamu jadilah perempuan baik, Diva. Ikuti kata kakak Vikto, jangan seperti kedua orang tuamu.
Sunaryati
Dinda mau jadi mak comblang kakaknya 🤣🤣🤭
Uba Muhammad Al-varo
kebenaran apa yang sebenarnya ditunjukkan oleh Oma Hela ke Vikto membuat Vikto letih dan menanggung berat beban
Sunaryati
Bikin penasaran apalagi yang di dapat dari oma Hela, semoga masalah lancar ditangani
Uba Muhammad Al-varo
waktunya kamu bahagia dengan berkumpul kembali dengan kakak mu dan hidup bersama dengan suami yang mencintaimu dengan tulus
Uba Muhammad Al-varo
kasih banyak misteri yang tersembunyi, apa sebenarnya pesan yang disampaikan orang kepercayaan Oma Hela sehingga nggak boleh ada yang tahu🤔🤔🤔
Sunaryati
Kesalahan kedua orang tuamu, namun kamu kena getahnya Diva
Uba Muhammad Al-varo
ternyata banyak konspirasi yang terjadi antara pak abdi,Bu wirna dan keluarga Hambalang demi keserakahan harta mereka membunuh keluarga goawana (kedua orang tuanya Adinda dan Erijon)dan Kesuma ( kedua orang tuanya Vikto)semoga aja pak abdi dan Bu wirna dan keluarga Hambalang dapat hukuman yang berat
Sunaryati
Makanya Ny Hela memberikan saham dan aset paling banyak untuk Adinda ternyata itu milik keluarganya. Selamat menikmati masa tua di penjara Pak Abdi dan Ny Wirna dan juga keluarganya Hambalang. 💪Thoor
Sunaryati
Seharusnya sudah curiga sejak Pak Abdi da Bu Warna memaksamu menikah dengan wanita pilihan mereka. Ternyata hanya anak angkat Nenek Hela. Semoga segera terungkap
Uba Muhammad Al-varo
ternyata banyak misteri yang terjadi pada kehidupan nya Vikto
Sunaryati
Kenapa Oma Hela tidak mengungkapnya, ketika masih sehat. Apa ada ancaman Abdi?
Sunaryati
Rahasia apa sih Oma kok bikin penasaran saja
Sunaryati
Suka
Sunaryati
Semoga liburan kalian membuahkan hasil, segera tumbuh Victo yunior, Otw bahagia Dinda. Untuk Riko demoo kamu dapat jodoh lagi, buka hati kamu untuk dicintai dan mencintai wanita. Jodoh kamu bukan Dinda. Semoga orang tua dan adik Victo segera sadar akan kesalahannya jika belum juga sadar semoga dapat karma
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!