" Oh Aril kamu udah datang? Ini, kamu antar semua pesanan para pembeli sesuai alamatnya ya. Kayak biasa, gak apa apakan? "
" Gak apa apa bang. "
Baru tiba di tempat kerja, aku langsung pergi lagi untuk mengantarkan makanan catringan orang orang. Sebenarnya hanya segelintir orang saja yang pesan, dan itupun juga hanya itu itu aja. Jadi, aku sudah akrap dengan para pembeli itu.
Aku meletakkan dua puluh kotak makan itu kedalam box yang ada di atas sepeda. Bukan sepeda motor, melainkan sepeda kayuh. Yah, aku jauh lebih suka menikmati sore hari dengan mengayuh sepeda.
Selain sehat, tidak mencemari lingkungan, aku juga bisa menikmati perjalanan dengan tenang. Sebenarnya bosku yang bernama Pak Andre itu sudah menawariku untuk menggunakan sepeda motor, tapi memang dasarnya aku yang pengennya mengayuh sepeda. Jadi beliau bisa apa? Toh selama ini para pembeli yang memesan makanan tidak pernah memberikan kritik apapun. Justru mereka selalu puas dengan pelayananku yang selalu tepat waktu.
" Ini pesanannya dek "
" Wah makasih ya kak ril. Mau masuk dulu kak? " tawar pemuda SMA yang sama sepertiku. Merantau kekota untuk melanjutkan pendidikan yang lebih baik. Tapi bedanya, dia tinggal dengan kakaknya, sedangkan aku tinggal sendirian.
" Lain kali aja, masih banyak pesanan yang harus kakak antar. " tolakku halus. Selama ini dia merupakan pelanggan setia yang selalu memesan makanan dari resto kami, jadi wajar jika kami akrap karna hampir setiap hari bertemu.
" Ya udah deh. Yang semangat kerjanya kak! Entar kalo aku udah lulus, kakak gak usah kerja lagi. Biar adek yang nafkahin. " aku tersenyum kecil sembari geleng geleng kepala. Kelakuan bocah zaman sekarang. Gombalan kayak makanan sehari hari.
" Belajar dulu yang bener baru bicara soal nafkah. Udah dulu ya, kakak harus nganter makanan lain. Assalamu'alaikum." pamitku keluar dari gerbang rumah itu.
" Wa'alaikumussalam. Tunggu kak! " aku menghentikan langkahku di depan pagar, lalu menoleh kerah Farhan yang tersenyum mencurigakan.
" Apa? "
" Hehe hati aku ketinggalan kak "
" Sa ae lu bambang!! " cibirku lalu kembali melanjutkan kaki menghampiri sepedaku lalu mengayuhnya menuju komplek perumahan lain.
" Huuuuu haaaa~~ cahaya bintang bintang bersinar terangnya... semakin gelap semakin bersinar... mampu membuat hatiku.... Ikut tenang... Bersamamu... "
" Bersinarlah untukku... sampaikan rinduku... meski kita jauh.... hatiku tetap utuh.... uuuuuu... Hanya untuk....mu.... "
Ckittt
Aku menghentikan kayuhan sepeda saat merasa seseorang mengikutiku. Ku pandang kebelakang, tidak ada siapa siapa selain cicak cicak di dinding di temani cucok meong kucing.
" Ah, perasaanku aja kali. " lirihku lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah terakhir. Dan... Masyaallah. Aku menghentikan sepedaku di depan gerbang sebuah rumah mewah bertingkat tiga. Aku tebak ini merupakan rumah seorang konglomerat.
Ting nong ting nong
" Assalamu'alaikum!! Ada orang?! Assalamu'alaikum!! Assalamu'alaikum!! " teriakku terus membunyikan bel beberapa kali, berharap orang rumah bisa mendengarnya.
" Wa'alaikumussalam " aku menghentikan aksiku saat seorang pria paruh baya lengkap menggunakan baju serba hitam menghampiriku untuk membuka gerbang.
" Cari siapa neng? " tanya pria itu.
" Oh itu pak. Saya kurir resto. Apa benar ini rumah pak Erlang Bagaskara? " tanyaku memastikan, takutnya salah rumah kan malu.
" Ah benar neng. Silahkan masuk, nyonya udah nunggu. Neng ini benar non Aprilkan? " tanyanya dengan cepat membukakan gerbang.
" Iya, "
" Wah allhamdulillah kalo gitu. Mari neng ikut saya.. " aku berjalan mengekor di belakang beliau sambil menerka nerka siapa nyonya yang di maksud bapak ini. Dan bagaimana beliau tahu kalau namaku April? Perasaan aku baru pertama kali memasuki komplek perumahan elit ini.
" Assalamu'alaikum nya, non Aprilnya udah datang. " bisik Bapak itu pada seorang wanita yang kini tengah duduk memunggungi kami di sofa.
" Wa'alaikumussalam. Baiklah, pak Ardi boleh pergi. "
" Kalau gitu saya pamit undur diri nya, neng. " Aku menganggukan kepala pelan tanpa ekspresi sedikitpun. Setelah kepergian Bapak itu, aku masih bergeming di tempat sambil memandangi wanita paruh baya yang terasa familiar.
" April sayang... duduklah... " lamunanku buyar saat wanita itu bangun dan menghampiriku. Kayak pernah liat, tapi di mana ya?
" Ini tante. Tante Lucy yang udah nyelametin kamu waktu itu. " seolah paham beliau membuat ingatanku seketika pulih.
" Oh tante. Maaf karna saya sempet gak ngenalin tante " sesalku tak enak. Bagaimana bisa aku melupakan orang yang begitu berjasa karna sudah menyelamatkanku di tragedi malam itu.
" Gak apa apa, ayo sini duduk. " aku mengikuti beliau duduk di sofa yang ku tebak adalah ruang keluarga. Sungguh, aku merasa suasana saat ini terasa canggung. Apa cuma aku aja yang ngerasa ya?
" Emm ini pesanan tante ya? " tanyaku pelan. Bingung apa benar pesanan beliau, tapi namanya kok Erlang Bagaskara? Kan aneh.
" Ah iya tante ampe lupa. Benar ini pesanan tante, tapi tante pesannya atas nama putra sulung tante. Entah kemana bocah itu sekarang, padahal hari inikan dia libur. " sambar beliau membuatku melongo. Hahaa takjup juga ya karna tante ini cukup cerewet.
" Kamu kerja sebagai kurir nak? " tanya beliau setelah memeriksa sebentar makanannya lalu menaruh keatas meja.
" Gak juga, soalnya setelah mengantar makanan, saya akan bertugas melayani pembeli lain di resto. " jawabku datar tapi tidak mengurangi rasa sopan.
" Ohh benarkah? Trus kamu di sini tinggalnya sama siapa? " tanyanya lagi.
" Sendiri "
" What? Sendiri? Kamu tinggal di kota sebesar ini sendiri?! Kamu gak takut apa, kamu itukan cewek!! Gimana kalo kejadian kemarin malam terulang lagi? " cerocos tante Lucy seolah angin lalu di telingaku. Sungguh, aku ingin segera terbebas dari sini. Rasanya aku lebih baik mati jatuh kejurang dari pada mati karna harus dengerin cerewetnya beliau.
" Hahaa.. emm waktu itu saya di minumi obat perangsang sama seseorang tante, makanya gak bisa lawan. Sebenarnya saya bisa bela diri, makanya berani tinggal sendiri di kota besar ini. " jelasku kikuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments