-
-
***
-
-
Dean membuka matanya, pagi yang sangat berbeda dari pagi sebelumnya. Jika biasanya suara lemah sang mama yang terbaring diranjang kasur rumah sakit membangunkan Dean, airmata itu kembali menggenang namun secepat kilat ia usap dengan kasar
Dean beranjak bangun, turun dari kasur dan berjalan menuju jendela. Dibukanya jendela itu lebar, Dean sedikit tertegun memperhatikan gadis galak yang semalam memukul kepalanya sedang berenang dikolam renang dihalaman rumah mewah itu
" Hey kau penguntit!" teriak Bulan sembari menunjuk Dean dengan wajah garangnya. Dean hanya menghela nafasnya lalu pergi dari jendela menuju keluar kamar
Belum sempat Dean melangkah jauh dari pintu, sebuah pukulan mendarat dipunggungnya. Memang tak sakit tapi itu cukup membuat Dean tersentak kaget
" Kau mengintipku? dasar penguntit. " Bulan marah menunjuk-nunjuk wajah Dean dengan tak sopannya
" Mana mungkin aku mengintip gadis kecil sepertimu. " suara Dean benar-benar pelan
" Kalau tidak menguntit tadi apa?" Bulan kembali bersuara kencang membentak Dean
" Ada apa ini?" tanya Ken diambang pintu yang mendengar keributan diluar kamarnya
" Dia penguntit!" tunjuk Bulan lagi tepat diwajah Dean. Dean menatapi tubuh Bulan yang hanya terbalut baju renang dari bawah keatas. Semuanya rata dan Dean merasa heran dengan Bulan yang begitu percaya diri ia mengintipnya. Membuat Bulan semakin kesal dan spontan menyilangkan kedua tangan nya didada
" Kau bahkan belum mempunyai payu*dara, apa yang bisa dilihat?"
Ken tak bisa menahan tawanya dengan ucapan Dean, ia tergelak kencang
" Sayang, sepertinya kamu berlebihan. Mungkin Dean tak sengaja melihatmu. "
" Dad membela dia?" Bulan kembali menunjuk Dean dan Ken langsung memegang telunjuk itu, menariknya kebawah
" Dad, tidak membela Dean, hanya saja yang dikatakan Dean memang tidak salah. " Ken mengulum senyumnya, gadis yang baru mulai beranjak remaja itu terlihat lucu dimata sang ayah saat mencoba menutupi dadanya yang masih rata
" Kalian sama saja! mentang-mentang jenis kelamin kalian sama. " bentak Bulan lalu berjingkat meninggalkan keduanya
" Astaga anak itu. " ucap Ken dengan tawa kecil. Ken beralih pada Dean yang masih melongo aneh. Ia tepuk pundak Dean
" Jangan dengarkan Bulan. Dia memang selalu galak dan jutek pada siapapun. " tutur Ken
" Dia hanya seorang gadis kecil. " saut Dean
" Ya , dia hanya anak kecil. Tapi selalu membuatku khawatir. " gumam Ken
" Dean, bisakah kita bicara berdua?"
" Tentu saja Tuan." saut Dean
Kemudian mereka berjalan beriringan menuju halaman depan dimana disitu ada sebuah kursi ditengah-tengah taman yang ditumbuhi pepohonan. Sehingga udara disana sangat sejuk. Jika dilihat dari belakang mereka tampak seperti teman seperjuangan karena tubuh Dean yang menyamai Ken bahkan sedikit lebih tinggi dari ayah Bulan itu, jika beberapa tahun kebelakang Dean memang masih sebahu Ken namun sepertinya pertumbuhan Dean sangat cepat hingga sekarang tingginya menyusul Ken
Tatapan Dean tampak mengedar kesana kemari memperhatikan setiap inci rumah yang mewah dan luas. Namun rumah itu selalu kosong karena Ken kesana hanya saat mengunjunginya saja. Dua pelayan Ken kesana hanya seminggu sekali dan penjaga rumah hanya berdiam digerbang depan saja
" Kau suka tinggal disini?. "
" Aku selalu suka tinggal dimanapun. " Ken duduk dikursi panjang itu diikuti Dean
" Kau boleh tinggal disini jika kau mau. " Ken beralih menatap Dean
" Mungkin tinggal di Apartement akan membuatmu selalu mengingat ibumu. Atau kau mau ikut denganku ke Jakarta?" Dean menoleh mendengar pertanyaan Ken. Sudah lama ia tidak pulang ke negri dan kampung halaman tempat ia dilahirkan. Dean sangat rindu tapi jika kembali Dean akan bersama siapa dan tinggal dimana? ia tidak mungkin terus merepotkan Ken, sementara pria itu terus memgeluarkan banyak uang untuknya
" Aku tidak mungkin meninggalkan sekolahku. Tahun ini aku wisuda. " saut Dean menolak secara halus
" Lalu kau mau kembali ke Apartement itu?"
Dean mengangguk cepat
" Baiklah, aku tidak bisa memaksamu juga. " ucap Ken. Tatapan manik hitam pekat itu dipenuhi rasa iba
" Jaga kesehatanmu, kau masih mempunyai masa depan yang panjang. Kau harus sukses dan tunjukan pada ibumu. "
Dean tersenyum memandangi Ken. Hanya pada pria itulah Dean bisa tersenyum
" Apa yang bisa kulakukan untuk membalas semuanya Tuan? " tanya Dean
" Belajarlah!" hanya itu yang keluar dari mulut Ken
" Kenapa jawabanmu selalu sama?"
" Karena kau sangat jenius. Aku tidak bisa melewatkan orang jenius sepertimu. "
Dean tertegun dengan jawaban Ken yang selalu sama
" Kapan wisudamu?"
" Tiga bulan lagi. "
" Aku akan datang menjadi walimu. " saut Ken dan ia bisa melihat kedua mata Dean berbinar seketika
" Kau sungguh luar biasa Tuan. " puji Dean dan Ken hanya tersenyum membalasnya
" Ayo kita sarapan. " ajak Ken beranjak berdiri
diikuti Dean
Dari jauh semua anggota keluarga Ken berkumpul dimeja makan. Terjadi keriuhan disana karena tiga bocah yang selalu berselisih, siapa lagi kalau bukan sikembar Chesa, Chesy dan si nakal Bryan yang selalu membuat masalah dengan adik-adiknya
Dean hanya mengikuti Ken dan saat tubuhnya tak terhalangi pria itu Dean melihat Bulan. Gadis kecil itu masih saja garang padanya
" Dasar penguntit!" ucapnya tanpa mengeluarkan suara
Dean mengabaikan tatapan garang itu, ia duduk disebelah Ken bersebrangan dengan si galak Bulan
" Chesa, aku mau kuningnya. "
" Baiklah aku mau putihnya." saut Chesa
Putri kembar Ken itu memang sangat aneh yang satu sangat suka kuning telur dan yang satunya lagi sangat suka putihnya dan hampir setiap hari menjadi menu makanan mereka seakan tak pernah bosan
" Dad aku mau ke menara Eifeel. " seru Chesy
" Sayang, Eifeel itu tempat yang romantis. Kesana harus bersama pasangan, memangnya kamu sudah punya pasangan?" Ken memang pandai berbohong hingga Jeny yang disebelahnya harus menyenggol tangan suaminya itu
" Kenapa kamu selalu berbohong." tegur Jeny berbisik
" Sayang, kamu seperti tidak tahu Chesy saja. Dia tidak akan pernah menerima jika alasanku sibuk bekerja. "
" Kak memangnya benar apa yang Dad bilang?" tanya Chesy pada kakak tertuanya. Bulan melirik Ken sejenak, pria itu memberi kode mengedipkan mata padanya
" Iya, adik harus bersama pacar. " saut Bulan ikut berbohong
" Kalau begitu ke Disneyland saja. Disneyland kan bisa untuk anak kecil. " Ken menepuk-nepuk jidatnya, percuma saja tadi ia berbohong pada putri bungsunya
" Lain kali saja ya."
" No Chesy mau sekarang dad." Lihatlah Chesy jika keinginannya tak dituruti ia pasti akan merajuk lama dan mogok makan
" Chesy .. " panggil Jeny lembut
" Mom, kita belum berlibur bulan ini. "
" Dad sangat sibuk besok kita pulang. "
" Tidak mau, tidak mau. Aku mau ke disneyland. "
" Dad, biarkan saja Chesy tinggal sendirian disini. " Bryan ikut berceloteh dan mulai mencari gara-gara
" Shut up Bryan, kenapa kau selalu ikut campur. "
" Terserah mulutku. "
" Mulutmu memang menyabalkan. "
Bryan menjulurkan lidah membuat Chesy melemparnya dengan sendok, kesal karena mengenai hidungnya Bryan membalas Chesy dengan melempar sendok itu kembali begitu seterusnya sampai berulang
" Beginilah Dean kehidupan sehari-hariku. " keluh Ken
" Tapi kau terlihat bahagia Tuan. " saut Dean tersenyum
" Aku memang sangat bahagia. Suatu saat kau juga pasti akan menemukan kebahagiaan. Kau hanya harus percaya!. "
Dean hanya terdiam dengan senyum tak memudar, dan juga tatapan itu tak lepas dari Bryan dan Chesy yang terus saling melempar sendok. Mereka sangat lucu dan imut dimata Dean. Dan Dean sangat iri dengan kehangatan keluarga kecil ini
-
Keesokan paginya mereka telah bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Setelah sarapan dan mempaking semua barang, Ken maupun Jeny turun kebawah
Untuk pertama kalinya Ken merasa berat meninggalkan Dean. Jika dipikir, Dean memang bukan siapa-siapanya namun ada sesuatu pada diri Dean yang selalu membuatnya merasa kasihan
Semua barang telah masuk kedalam mobil begitupun dengan keempat anak Ken beserta Jeny. Semuanya telah siap dan menempati posisi masing-masing dalam mobil mewah itu
Ken dan Dean masih berdiri diambang pintu. Ia tepuk bahu Dean kemudian ia juga tepuk puncak kepala pria muda itu
" Jaga dirimu!" pesan Ken tersenyum sambil menepuk kembali bahu Dean lalu perlahan memutar tubuh dan berjalan menjauh
Ditengah jalan, Ken berbalik dan melambaikan tangan pada Dean. Sejujurnya ia tidak tega melihat Dean yang masih berkabung namun Ken terpaksa harus meninggalkannya karena ada pekerjaan yang sangat penting di Jakarta yang tidak bisa ia tinggalkan atau cancle
Dean tersenyum dan balas melambaikan tangan pada Ken sampai Ken masuk kedalam mobil dan mobil itu menghilang dari pandangan Dean
Senyum dibibir Dean luntur, tatapan itu sendu. Ia menutup kedua pintu itu rapat. Seketika ia langsung terduduk ke lantai memeluk kedua kakinya, ia kembali kesepian dan merasa dingin. Dean kembali menangis sambil terus memanggil nama Mamanya
" Mama. " gumamnya pilu
Sementara di dalam mobil
Jeny mengusap bahu Ken, sedari tadi suaminya ini terus melamun tak bersuara. Padahal anak-anak mereka sangat ribut dibelakang
" Ada apa?" tanya Jeny lembut
" Aku memikirkan Dean. "
" Dia sudah besar, dia akan baik-baik saja. " Jeny mencoba menenangkan Ken. Hanya helaan nafas yang keluar dari mulut Ken
" Kenapa kamu sangat perduli padanya Ken?" tanya Jeny seraya mengusap dada Ken, pria itu menyandarkan tubuhnya pada kursi belakang dan termenung beberapa saat
" Aku selalu melihat kesedihan dimata anak itu. "
" Dia sedih karena kehilangan ibunya. "
" Tidak Jen. Saat pertama kali aku melihatnya, aku sudah melihat, mata itu terlihat menyembunyikan kesedihan dan rasa kesepiannya. "
" Apa itu alasanmu membantunya?"
" Iya aku merasa iba. Selain itu dia juga sangat jenius. Aku tidak menyesal menyekolahkannya sampai setinggi sekarang. " saut Ken tersenyum bangga. Jeny menyandarkan kepalanya pada bahu Ken dan kedua tangan itu melingkar di tubuh sang suami
" Jangan terlalu dipikirkan hmm? kita bisa mengunjunginya kapanpun. "
" Terima kasih sayang. " saut Ken mengecup puncak kepala Jeny
Terdengar suara tangisan dibelakang kursi mereka
" Chesa atau Chesy yang menangis?" tanya Jeny datar
" Mom Chesa dipukul Bryan. " adu Chesy
" Bryan. " Jeny menegur Bryan, ia menoleh kebelakang memelototi putranya itu
" Chesa menggigitku. Lihat!" Bryan menunjukan bekas gigitan Chesa di tangannya
" Chesa, berhentilah menangis. " ucap Jeny pada Chesa
" Mom sakit huaaaa... "
" Kamu juga salah menggigit Bryan. "
" Kenapa kalian berisik sekali!" kini Bulan yang duduk disebelah Jeny ikut bersuara karena kerewelan adik-adiknya
" Dengar itu bayi cengeng, Mom juga menyalahkamu. " Bryan benar-benar tak mau kalah dengan adik-adiknya
" Momy .. momy kepala Chesa sakit. " adunya lebay dengan airmata menderai
" Diam jangan berisik lagi. Atau momy akan menurunkan kalian dijalan dan kalian dibawa pergi mafia. Tubuh kalian dicabik-cabik pakai kampak merah!"
Seketika mobil itu menjadi hening hanya terdengar isakan pelan Chesa yang seperti ditahan karena takut oleh sang ibu
Jeny kembali pada Ken yang tertawa lucu mendengar ocehannya memarahi anak-anak dan Ken sampai menggelengkan kepalanya. Hampir setiap hari ada saja kelakuan anak-anak mereka yang membuat bibir Jeny tak henti mengoceh
" Sayang, sepertinya akan seru bila kita menambah satu anak lagi. " ucap Ken usil
" Tidak! bisa-bisa rambutku rontok. " saut Jeny yang memang turun tangan sendiri mengurus anak-anaknya tanpa seorang baby sister
Ken terbahak, ia rangkul tubuh itu dengan mesra dan erat. Ia juga kecupi kening itu berulang
" Terima kasih Mom, kamu ibu yang hebat untuk anak-anak kita. " bisik Ken, ia raih tangan istrinya untuk ia kecupi dengan begitu lembut hingga bibir mungil itu tersenyum merekah
-
-
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nicky
novel kedua yux cuzzz😂😂😂😂
2022-01-15
0
Civiliza Quena
ini sama persis kaya aq n adikku. aq suka kuning telur n adikku putih telurnya 🤭
2022-01-06
0
🌷Tuti Komalasari🌷
momy Jeni is the best...😃
2021-11-29
3