Bab 4
Selama perjalanan menuju rumah, Adi memejamkan matanya. Rasa lelah tak dapat ia sembunyikan. Johan merasa kasihan pada bosnya. Tetapi ia tak dapat berbuat apapun, karena ia tau kehidupan Adi dikendalikan oleh nyonya Linda, serta ambisi Adi yang terlalu besar untuk menjadi nomor satu membuat ia menganggap enteng hal lain.
Mobil memasuki gerbang otomatis sebuah komplek perumahan megah, dan berhenti di salah satu rumah yang tampak paling mewah. Johan segera membangunkan Adi yang tampak pulas tidurnya dengan posisi menyandar pada kursi. “Tuan, kita sudah sampai.”
Adi membuka matanya perlahan, segera bangkit dari kursi dan keluar dari mobil. “Terimakasih, Jo. Segera kembalilah ke kantor, besok aku masih ingin istirahat di rumah.”
“Baiklah tuan. Selamat beristirahat…” Johan membungkukkan badannya dan segera kembali ke mobil membawanya berlalu dari rumah mewah tersebut.
Dengan langkah berat Adi melangkah menuju tera rumah. Memasuki ruang tamu, tampak sepi. Adi menuju kamarnya. Ia tidak melihat keberadaan Helen. Tanpa mengganti pakaian Adi langsung merebahkan badannya di tempat tidur. Kamar yang dulu ia tempati bersama Hani, kini telah berganti kepemilikan. Kesunyian langsung menghampirinya. Rumah begitu lengang, hanya detak jam dinding yang memecah kesunyian di kamar yang sangat luas itu.
Adi menghela nafas berat. Ia merasakan kesepian. Tiada lagi suara riuh celotehan dan tawa dua buah hatinya, serta omelan Hani yang selalu mengiringi hari saat ia berada di rumah. Getaran halus mengisi relung hati Adi. Ia mengerutkan kening, berusaha mengingat sudah berapa lama Hani meninggalkan rumah membawa si kembar bersamanya.
“Setahun sudah kau pergi dari rumah ini, Han...” desis Adi lirih.
Ia mengingat peristiwa itu. Dan Adi menyadari semua itu berawal dari kesalahannya yang telah membawa Helen masuk dalam kehidupan rumah tangganya. Helen adalah pacar pertamanya saat SMA dan mereka sempat bertunangan, kemudian Helen melanjutkan kuliah, hingga mereka sempat putus karena Helen tidak mau mereka LDR-an. Delapan belas tahun kemudian Helen kembali dan melamar bekerja pada perusahaannya, dengan senang hati Adi menerimanya. Sesuai dengan pendidikan dan pengalaman Helen yang selama ini pernah bekerja di Australia, Adi menjadikannya sekretaris mendampingi Johan sebagai tangan kanannya.
Rupanya percikan asmara kembali tercipta diantara keduanya. Jarangnya interaksi bersama keluarga, dan intensitas keduanya untuk selalu bekerja baik di kantor maupun keluar daerah hingga ke luar negeri membuat cinta terlarang terjadi di antara keduanya. Parahnya Linda merestui pernikahan Adi dan Helen tanpa memikirkan perasaan Hani, menantu yang telah memberinya sepasang cucu.
Adi memijit keningnya yang tiba-tiba nyeri. “Apa kabar mereka bertiga sekarang…” kerinduan terasa menyergap sanubarinya. “Han, andaikan kau tidak keras kepala untuk meninggalkan rumah ini, tentu kita masih bersama.”
Bayangan tentang pertengkaran mereka malam itu kembali menyergap dalam bayangan Adi. Saat itu Adi masih berkutat dengan pekerjaannya di kantor. Ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. Karena khawatir dari rekan bisnis, ia langsung membuka aplikasinya. Adi terperangah, foto Hani bersama seorang lelaki muda sedang duduk di sebuah café sedang bercanda. Ia terus membuka foto-foto selanjutnya, tampak Hani dan lelaki muda itu sedang keluar dari sebuah klinik kandungan.
Dengan penuh amarah Adi menutup laptopnya, dan bergegas pulang ke rumah. Sesampai di rumah ia melangkah ke kamar si kembar dan melihat Hani masih mendampingi kedua putranya bermain.
“Segera ke kamar. Aku menunggumu sekarang.” Adi berkata dengan kasar tanpa menghiraukan kedua batita yang ingin mengajaknya bermain.
Hani terkejut melihat sikap Adi yang tampak dingin. Ia tak memperdulikan kedua anak mereka yang sangat merindukan pelukan ayahnya. “Sebentar sayang, bunda temui ayah dulu, ya. Nanti bunda temani mas Ariq dan mas Ali main lagi ya…” Hani mengecup kepala keduanya bergantian.
“Apa maksud dengan semua ini?” Adi melempar ponselnya ke hadapan Hani yang duduk di tempat tidur.
Hani meraih ponsel itu dan melihatnya. “Dia Ammar teman kuliahku. Kami bertemu saat aku membelikan susu si kembar.” Hani menjawab sejujurnya.
Adi merampas ponsel di tangan Hani, “Lalu apa penjelasanmu tentang foto yang satu ini?”
Hani menatap ponsel dengan lekat. Ia terkejut dari mana Adi mendapat foto saat ia pingsan dan baru keluar dari ruang USG, kebetulan Ammar mengantar kakaknya untuk konsultasi ke dokter kandungan. Ia merahasiakan kehamilan yang kedua karena ingin memberi kejutan pada ulang tahun Adi yang ke 36 tahun.
“Jangan bilang kau hamil sekarang. Karena aku tidak akan percaya kalau itu anakku.” Adi berkata dengan kasar.
Hani terperangah, “Aku memang hamil 8 minggu, dan ini memang anakmu, mas.” Jawab Hani dengan lugas. Ia terpaksa berterus terang sekarang.
Adi memegang bahunya dengan keras, “Aku tidak percaya kalau janin itu milikku. Dua bulan yang lalu aku masih di Perancis.”
“Demi Allah, mas. Ini memang bayimu…” Hani terkejut mendengar penolakan Adi. Ia menahan tangan Adi yang mencengkeram bahunya dengan keras.
“Gugurkan bayi itu, karena sampai kapanpun aku tidak akan mengakuinya!” Adi berkata dengan kasar dan langsung keluar dari kamar sambil menutup pintu dengan keras.
“Tega sekali kamu, mas…” mata Hani berkaca-kaca mendengar ucapan suaminya.
Setelah kejadian malam itu, hubungan mereka menjadi renggang. Di tambah lagi Adi selalu bepergian keluar kota. Hingga dua minggu kemudian Adi membawa Helen pulang ke rumahnya.
“Siapa perempuan itu, mas?” Hani terkejut ketika melihat Adi pulang lebih awal dengan membawa seorang perempuan yang seusia dengannya tetapi penampilannya lebih modis.
“Dia Helen, sekretarisku. Dan aku sudah menikahinya sebulan yang lalu.” Adi menjawab tanpa beban. “Mulai hari ini dia akan tinggal di rumah ini. Sekarang kamu tidak usah repot, urus saja anak kembarmu, sehingga tidak perlu lagi mengurusi keperluanku. Biar Helen yang melakukannya.”
Mendengar perkataan Adi, Hani mengurut dadanya yang tiba-tiba terasa sakit. “Bukankah selama ini aku sudah melakukan yang terbaik untukmu, mas…”
Sementara Helen tersenyum dengan puas, ketika Adi sudah mengakui keberadaannya di rumah megah itu. Rencananya untuk memikat hati Adi telah berhasil. Tinggal menjalankan rencana selanjutnya, yaitu menjadi nyonya rumah.
“Mbok Jum…” Adi memanggil asisten rumah tangganya. “Kenalkan ini Helen. Dia istri muda saya. Tolong siapkan kamar di bawah untuknya, karena mulai hari ini dia akan tinggal bersama kita.”
Mbok Jum memandang Hani dengan perasaan sedih. Perempuan mana yang tidak sakit hati atas perbuatan suaminya yang telah menduakannya, apa lagi membawa perempuan lain ke rumah mereka dan menjadikannya istri mudanya.
Setelah menidurkan si kembar, Hani kembali ke kamarnya. Ia malas untuk turun makan malam, karena ia tau pasti ada Adi dan istri mudanya. Ia segera membersihkan diri untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Ketika sudah merebahkan tubuhnya ke kasur, Hani mendengar pintu kamarnya dibuka dengan pelan. Adi berjalan menghampirinya dan duduk di sisi tempat tidur.
“Apa kau sudah menggugurkan bayi itu?” tanpa perasaan berdosa, Adi mulai menyentuh bagian-bagian tubuh Hani yang sudah menjadi titik favoritnya.
Hani bangkit dari pembaringan dan menatap tajam pada Adi, “Kamu tidak boleh membunuhnya, mas. Itu perbuatan dosa. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menggugurkan bayi ini.” Hani berkata dengan lantang, baru kali ini ia memiliki keberanian untuk melawan perkataan suaminya. Selama ini ia selalu mengalah, apalagi kalau mertua perempuannya ada di rumah, otomatis ia akan selalu jadi bulan-bulanan cacian dan hinaan perempuan paro baya itu.
“Aku tidak akan pernah menyentuhmu selama bayi haram itu berada di rahimmu.” Adi berkata dengan kasar.
“Istighfar, mas. Apa yang telah kau katakan. Janin ini milikmu, darah dagingmu.” Hani bersikeras mempertahankan bayinya. Ia ingin Adi menyadari perbuatannya, “Apakah mas tidak ingat, sebelum berangkat ke Perancis, kita berhubungan intim..”
“Cih, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakuinya. Lebih baik aku kembali ke kamar Helen, karena dia sekarang juga mengandung bayiku.”
Hani langsung jatuh terduduk. Ia tak menyangka Adi tidak hanya menyakitinya bahkan tega menyiramkan cuka ke dalam luka yang telah ia torehkan. “Baiklah. Jika itu pilihanmu. Aku akan mengalah, karena sampai kapanpun aku tidak akan membunuh janinku sendiri.”
“Berarti kau mengakui perselingkuhanmu dengan bajingan itu!” Adi menuduhnya dengan kasar. “Kau begitu mempertahankan janin itu. Sudah berapa lama kalian berhubungan di belakangku?”
Hani hanya mengeleng-gelengkan kepala mendengar tuduhan suaminya yang tidak berdasar, “Demi Allah, mas. Aku tidak pernah berselingkuh darimu.”
Adi menatapnya dengan tajam, “Sudahlah! Aku muak mendengar perkataanmu. Selama kau masih mempertahankan bayi itu, jangan harap aku akan mengakuinya.”
“Plak!” tamparan keras Hani layangkan di pipi suaminya. Ia sangat kecewa dan benar-benar marah atas ucapan Adi. Ia tidak memikirkan resiko atas perbuatan spontan yang telah ia lakukan pada suaminya. Ia hanya ingin melindungi janin yang kini berada di perutnya. Ia tidak peduli apapun yang akan terjadi di belakang hari.
Adi terkejut sambil memegang pipinya yang panas, karena tamparan Hani begitu kuat. “Kau berani melakukan KDRT padaku, hanya karena melindungi anak haram dari hasil perselingkuhanmu?”
Tanpa rasa takut Hani membalas tatapan Adi, “Siapa yang kau katakana anak haram? Anak ini adalah suci. Kamu tidak usah mengajariku tentang perselingkuhan. Apa kamu tidak sadar diri dengan perselingkuhan yang kau lakukan dengan sekretarismu itu?” Hani membalas ucapan Adi dengan nada tinggi.
Mendengar perkataan Hani emosi Adi semakin memuncak. “Baiklah. Karena kau bersikeras mempertahankan bayi perselingkuhanmu, mulai hari ini aku mentalakmu. Ku haramkan diriku menyentuhmu!” Ia berkata dengan tajam langsung meninggalkan Hani yang terduduk di lantai samping tempat tidur dengan menahan tangisnya yang sudah mau pecah.
Adi menghapus ingatannya tentang percakapan terakhirnya dengan Hani. Kesedihan melingkupi Adi. “Kau sangat keras kepala Hani. Padahal aku mulai merasakan nyaman denganmu. Tapi aku tidak akan pernah memaafkan perselingkuhanmu. Di balik wajah polosmu, kau ternyata berselingkuh dengan Ammar, teman kuliahmu dulu hingga mendapatkan seorang putri.” Adi melempar gelas ke meja rias.
“Sayang, kamu sudah kembali…” tiba-tiba Helen memasuki kamar, dan ia terkejut melihat pecahan kaca di sekeliling meja riasnya. “Apa yang terjadi sayang…”
Adi terkejut saat melihat Helen sudah berada di depannya. Ia bangun dan langsung meraih Helen ke dalam pelukannya. “Aku merindukanmu sayang. Kesunyian ini terasa membunuhku…”
“Ah, lebai.” Helen tersenyum bahagia. “Aku juga sangat merindukanmu.”
“Bagaimana kabar anak papi ini…” ujar Adi sambil mengelus perut Helen yang mulai menonjol, “Papi kangen dan ingin menjenguk baby papi yang imut…”
Helen menggelendot manja di pangkuan Adi, dan tangannya mulai lincah membuka kancing kemeja Adi. Keduanya segera memadu kasih di siang menjelang sore itu, melarutkan kerinduan masing-masing. Sejenak Adi melupakan kegundahan yang sempat menggangu pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 324 Episodes
Comments
dewi
pokoknya ceritanya 👍👍👍👍dah
2023-08-11
0
Rosita Rojih
baca. lagi n ngulang lg dr awal...
2023-08-09
0
Shuhairi Nafsir
jangan terlalu gembira banget Adi. Belum tahu lagi anak yang dikandong oleh Helen itu suci atau haram biarkan nanti Adi sama ibunya kapok sendiri dan menyesal ternyata anak yang dikandong oleh Helen itu haram dari perselikohan. Hanya Thor yang Maha mengetahui
2023-07-08
0