Bab 2
Hanif mengepal tangannya dengan gusar. Ia marah mendengar gugatan terhadap kakaknya yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ia menggebrak meja, membuat semua mata mengarah pada mereka.
“Dek…” Hani mengelus bahu Hanif dengan lembut sambil menggelengkan kepalanya. “Tahan emosimu…”
Hanif berusaha menahan amarahnya mendengar segala fitnah yang telah dibacakan Bernhart Sujiwo di depan para hakim yang mulia.
“… demikian isi dari gugatan klien kami Tuan Aditama Prayoga terhadap pihak tergugat. Saya atas nama kuasa hukum menyampaikan dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari siapapun.” ujar Bernhart segera duduk kembali ke tempatnya.
Hendro kembali berdiri, “Silakan dari pihak tergugat nyonya Hanifah Az Zahra diberikan kesempatan untuk mengajukan jawaban atas gugatan yang telah disampaikan.”
Ruangan sidang hening sesaat, Hani tertunduk sedih, matanya menekuri lantai ubin tempat dimana nasibnya dan ketiga anaknya kini sedang dipertaruhkan. Ia tak punya tempat untuk mengadukan segala kepedihan yang kini menderanya, hanya Hanif serta ketiga anaknya yang menjadi kekuatannya saat ini.
Hanif segera berdiri setelah diberikan kesempatan untuk menjawab gugatan yang ditujukan untuk kakaknya. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarkatuh. Terimakasih atas waktu yang telah diberikan kepada saya Hanif az Zaidan, mewakili pihak tergugat yakni saudari saya yang bernama Hanifah az Zahra…” Hanif memandang Hani yang nampak tegang dikursinya.
Faiq terperangah setelah mengetahui bahwa si perempuan yang telah mengalihkan dunianya sesaat adalah janda ayu yang dikatakan oleh Hendro. Matanya tak berkedip memandang Hani yang terus menatap Hanif yang berbicara dengan lantang.
“… kami dari pihak tergugat sangat keberatan atas apa yang dituduhkan. Karena saudari Hanifah az Zahra tidak mempunyai cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Yang kedua pihak tergugat tidak pernah berbuat zina, kesibukannya sebagai ibu rumah tangga serta mengurus ketiga buah hatinya telah menguras habis waktunya, karena itu adalah tuduhan yang terlalu mengada-ada dan tidak sesuai dengan fakta. Kalau dari pihak penggugat merasa keberatan dengan menyebutkan bahwa putri ke tiga yang benama Ananda Hasya Berliana bukanlah darah dagingnya, kami siap untuk melakukan tes DNA.” ujar Hanif dengan berapi-api.
Air mata Hani tanpa terasa menetes kembali menganak sungai. Dan itu tak luput dari pandangan Faiq. Ingin rasanya ia berlari mendekat dan menghapus airmata yang jatuh dari mata indah yang tanpa ia sadari telah mencuri hatinya.
Hani menunduk, luka yang berusaha ia obati perlahan, kini berdarah lagi. Bayangan si mungil Hasya yang baru berusia 6 bulan, tanpa pernah merasakan belaian kasih sayang dari seorang ayah yang sampai kini tidak mengakui keberadaannya. Sekelebat wajah Adi yang menyuruhnya menggugurkan kandungan kembali mengusik sanubarinya.
“Sidang ditunda 20 menit, sebelum pembacaan replik dari penggugat.” Hendro memecah keheningan setelah Hanif mengajukan jawaban tangkisan (eksepsi) atas keberatan pihak tergugat.
Faiq bersama rekan-rekannya bergegas meninggalkan ruang sidang. Ia berhenti sebentar seraya mengulurkan sapu tangan kepada Hani yang masih terpaku dengan butiran air mata mengalir di pipi tirusnya.
“Ambillah…” ia meletakkan ke tangan Hani, karena tidak ada sambutan atas tindakan spontannya, lalu berjalan meninggalkan keduanya.
Hanif dan Hani terkejut atas perlakuan Faiq yang langsung berjalan meninggalkan mereka diikuti yang lain. Hesti merasa dongkol melihat perbuatan Faiq. Ia menghentakkan kakinya sambil memandang sinis pada Hani yang tidak menghiraukan keberadaan rombongan itu. Sementara Hendro dan Darwin saling melempar senyum penuh arti.
“Mbak, bagaimana perasaanmu?” Hanif berbicara dengan pelan agar tidak kedengaran Johan dan Bernhart cs.
“Aku harus kuat demi anak-anak.” Hani menghapus sisa-sisa airmata menggunakan sapu tangan yang diberikan Faiq di tangannya.
“Aku akan menyingkap kebenarannya.” ujar Hanif penuh antusias.
“Itu tak akan merubah keadaan. Mas Adi tetap akan menceraikanku, apalagi bu Helen sedang mengandung anaknya…” lirih Hani dengan getir sambil menghela nafas dengan berat. Suaranya terdengar parau karena terlalu banyak menangis.
“Mereka telah memanipulasi kenyataan, dan memutar balik fakta. Dia yang berselingkuh malah menuduh mbak, dasar nenek lampir dan tukang sihir.” maki Hanif geram.
Langkah kaki terdengar mendekat ke arah Hani dan Hanif. Tampak Johan berdiri mematung di samping Hani. “Bagaimana kabar anda, nyonya?” ia menyapa dengan sopan.
“Untuk apa kau ke mari? Apa ingin menghina kami?” seru Hanif tak senang.
Hani menggenggam tangan Hanif, “Sudahlah, dek.” Ia membalas sapaan Johan dengan tenang, berusaha menutupi kegundahan hatinya. “Kami baik-baik saja, tuan.”
“Maafkan saya, Nyonya. Saya sudah berusaha mengingatkan tuan Adi atas kesalahan yang diperbuatnya. Dia telah dibutakan nyonya Linda dan nona Helen, sehingga melupakan tanggung jawabnya terhadap keluarganya sendiri…” guman Johan nyaris tak terdengar. Karena ia tau sendiri bagaimana Linda dan Helen telah merencanakan semuanya dari awal. Adi terlalu disibukkan dengan pekerjaan sehingga tak pernah meluangkan waktu untuk Hani dan anaknya.
“Sudahlah tuan Johan. Mungkin pernikahan kami sudah tak bisa dipertahankan lagi. Saya tak bisa berjuang sendirian, kalau nyatanya mas Adi memang tak pernah mencintai saya…” lirih Hani dengan getir berusaha menahan airmatanya yang kembali ingin terjun bebas.
“Saya tau, tuan Adi mulai mencintai Nyonya dan anak-anak. Hanya ambisinya yang ingin memperluas bisnis membuatnya menyepelekan perasaannya.”
“Saya paham.” sela Hani cepat. Ia tak ingin kembali terjebak dengan perasaannya yang tak terbalas, karena kenyataannya Linda lebih menginginkan Helen yang merupakan mantan tunangan Adi semasa kuliah menjadi menantunya. “Kami hanya orang biasa, tuan Johan. Tak mungkin untuk disandingkan dengan keluarga mas Adi…”
“Saya harap suatu saat tuan Adi menyadari kesalahannya, dan tidak dibutakan dengan ambisi untuk menjadi pengusaha terbesar di negeri ini.” ujar Johan sambil mengusap mukanya dengan gusar.
“Terimakasih atas perhatiannya, tuan Johan.” Hani tersenyum tipis. “Dan anda tidak perlu memanggil saya Nyonya lagi, karena saya akan segera berpisah dengan mas Adi.”
Johan terdiam sesaat sambil berpikir, “Baiklah, mulai sekarang saya hanya akan menyebut nama saja jika kita bertemu, begitupun anda boleh menyebut nama saya tanpa embel-embel. Dan saya siap membantu jika anda mengalami kesulitan.”
Hani mengangguk pelan, “…akan saya pikirkan. Terima kasih atas perhatiannya.”
Johan merasa prihatin dengan keadaan Hani. Ia bersimpati atas kehidupan rumah tangga bosnya. Hani seorang gadis muda sederhana yang dipaksa untuk masuk ke dalam lingkungan elit. Perjodohan mereka atas balas budi tuan Sofian Prayoga kepada ayah Hani yang pernah menyelamatkannya dari incaran penjahat.
Setelah mengetahui perselingkuhan menantunya, pak Ginanjar yang hanya seorang pemilik rumah makan sederhana mengalami serangan jantung hingga mengambil nyawanya, peristiwa itu terjadi dua tahun silam. Setahun kemudian bu Marni juga menyusul suaminya karena penyakit bawaan dan tidak sanggup menghadapi hinaan besannya yang selalu merendahkan putrinya.
Sementara di ruang pertemuan, Faiq termenung setelah keluar dari ruang sidang. Tak diperdulikannya bisik-bisik rekannya yang lain.
“Wah, kelihatan ada yang kebakaran jenggot nih…” cetus Anggi melirik Hesti yang tampangnya kecut, “…nggak ada manis-manisnya.”
“Emang le Mineral…” balas Darwin.
“Ada saingan nih…” sambung Rudi to the point.
Hesti mendengus tajam, “Kalau jodoh nggak kemana…” tukasnya. “Perjuangan masih panjang.”
“Pak Faiq mikirin apa sih?” Anggi menghidangkan kopi hangat beserta snack di hadapan Faiq yang masih asyik dengan dunianya.
“Tatapannya mengalihkan duniaku…” Hendro mulai bermain drama.
Faiq tersadar dari lamunannya, “Maaf, aku tidak konsentrasi…” ia segera menghirup kopi yang sudah tersedia.
“Saya mengenal tuan Adi suami dari mbak Hani.” Rudi membuka suara. “Orangnya ganteng, tapi kurang bergaul…”
“Namanya juga pengusaha, kalau gaul nanti dimanfaatkan orang yang tak bertanggung jawab.” Darwin berusaha membela.
“Istrinya yang sekarang kulihat juga lagi hamil muda?” ujar Rudi.
“Apa benar?” jiwa kepo Hendro membuat Faiq menajamkan pendengarannya. “Apa ia cantik, karena menurutku istrinya yang sekarang tak kalah menarik…”
“Cantik itu relatif.” balas Darwin.
“Yang pasti ia seumuran tuan Adi mungkin 35 an. Tapi penampilannya memang modis sih, dan selalu seksi.”
“Pak Adi suka yang lebih pengalaman, ha ha ha ….” Rudi tertawa keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 324 Episodes
Comments
dewi
🤣🤣🤣🤣🤣
gosip dikit
2023-08-11
0
keyki
em
2023-05-29
0
senjasabdaalam
dah lah emang laki macem adi gk pantes dipertahanin
2023-05-18
0