Setelah mengetahui kondisi Dirga yang membuatnya shock. Dia selalu memikirkannya sepanjang waktu dan membuatnya tenggelam dalam kesedihan. Ia membayangkan bagaimana nasib Dirga kelak jika tidak bisa sembuh ? Apakah dia akan menjadi sampah masyarakat ?
Ia juga meratapi kemalangan nya, kenapa anaknya terlahir autis tanpa sebab yang jelas. Serta menyalahkan dirinya sendiri, mencari apa kesalahannya hingga anaknya bisa terlahir sebagai anak yang autis ?
Sepanjang hari ia menangis saat melihat Dirga dan tidak bisa melakukan apapun. Seandainya bisa, ia ingin kelainan itu menjadi miliknya saja. Jadi biar dia yang menanggung seumur hidupnya, karena baginya Dirga adalah penerusnya. Seharusnya segala sesuatunya lebih baik atau lebih maju dari dia, namun kenyataan terbalik. Dirga berada jauh di garis belakangnya. Ia tak bisa membayangkan seperti apa nanti saat dia besar. Kalau dia sudah meninggal, siapa yang akan merawatnya ?
“Sudah jangan menangis terus. Masalah tidak akan selesai hanya dengan menangis. Kita tidak tahu hikmah di balik semua ini. Mungkin suatu saat Dirga memiliki kelebihan yang tidak di miliki orang lain.” menghapus air mata Elsa.
“Lalu bagaimana selanjutnya...” memeluk Hadwan.
“Kita berusaha semampu kita untuk memberikan pengobatan yang terbaik padanya, untuk hasilnya kita serahkan pada yang di atas.
Kita tidak boleh putus asa. Sebenarnya anak autis itu memiliki IQ di atas rata-rata. Jika kita bisa menemukan bakatnya, itu akan baik untuk hidupnya kelak.” ikut merasa sedih melihat istrinya yang bersedih.
“Kembali ke rumah sakit saja untuk terapi. Kita lihat bagaimana perkembangannya nanti.” saran Hadwan sambil membelai rambut Elsa untuk menenangkannya.
Beberapa hari kemudian, Elsa bersama Hadwan membawa Dirga kembali ke rumah sakit untuk mengikuti terapi yang di sarankan dr. Niken sebelumnya.
Mereka membiarkan dokter membawa Dirga untuk menjalani terapi tingkah laku. Terapi itu di tujukan untuk menata tingkah lakunya agar bisa lebih anteng, tidak hiper aktif dan fokus.
Mereka berdua tidak tega melihat Dirga yang di ikat dengan gulungan kain mori yang di belitkan rapat ke seluruh tubuh seperti mumi agar dia tidak bisa bergerak.
“Mama... mama...” teriak Dirga berontak dan ketakutan saat matanya di tutup dan saking takutnya, ia hampir menggigit lidahnya sendiri. Namun terapis menyumpal mulutnya dengan spons
Elsa keluar dari ruang terapi karena tidak tahan melihat Dirga tersiksa. 30 menit kemudian terapi selesai. Dirga langsung berlari menghampiri Hadwan dan Elsa dalam ketakutan.
Selesai menjalani terapi, mereka pulang. Di rumah, Dirga terlihat masih takut dan menjadi lebih diam dari biasnya.
Elsa mengantarkan Dirga terapi selama satu bulan. Namun ia melihat tidak ada perkembangan yang berarti, malah anaknya nampak stres dan trauma.
Ia kembali berpikir. Autis merupakan kelainan saraf. Sedangkan terapi itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan saraf. Harusnya Dirga mendapatkan terapi yang menstimulasi sarafnya, baru itu akan berpengaruh.
Elsa mencari informasi dari berbagai sumber dan akhirnya menemukan terapi yang bisa menerapi saraf. Banyak testimoni orang yang sakit parah, kanker stadium tiga bisa sembuh setelah terapi di sana. Selain itu di sana juga ada anak yang terkena hidro cephalus maupun leukimia bisa sembuh tanpa operasi. Namun tempat itu jauh, yaitu ada di kota Palang, yang jarak tempuhnya 1 jam.
Beberapa hari kemudian setelah mendapatkan informasi lengkap mengenai alamat praktek terapi itu, Hadwan membawa Dirga untuk menjalani terapi di sana.
Hadwan datang pagi hari sekali di hari Minggu karena ia hanya bisa mengantar saat hari libur saja. Setelah satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di tempat praktik terapi.
Tempatnya sangat ramai, pasien terapi dari berbagai umur berkumpul di sana. Berbagai keluhan penyakit di tangani di sana. Setelah menunggu dua jam, giliran Dirga di panggil.
Ia melihat Dirga di terapi sum-sum tulang belakangnya dengan di pijat dan di stimulus. Terapi nya hanya sepuluh menit tapi antri nya yang sangat lama.
Setelah terapi, Dirga di beri obat yang berbahan dasar madu jenis bee pollen dan royal jelly yang di minum setiap hari. Terapis menyarankan agar rutin terapi seminggu sekali sampai normal.
Beberapa hari setelah terapi, Elsa dan Hadwan memantau perkembangan Dirga. Dan ternyata lebih baik hasilnya daripada terapi yang ada di rumah sakit.
Anak itu menjadi lebih tenang, hiper aktifnya berkurang, dan lebih fokus walaupun untuk bicara belum ada perkembangan.
Melihat ada perkembangan, Elsa dan Hadwan meneruskan terapi itu. Mereka rutin membawa Dirga ke penerapis itu seminggu sekali. Dan rutin meminum kan obat berbahan dasar madu itu.
Selain terapi, Elsa juga menerapkan diet ketat pada Dirga. Ia melarang anaknya itu mengkonsumsi susu sapi, gandum, sereal, makanan yang terbuat dari tepung terigu, makanan tinggi gula, minuman bersoda dan makanan cepat saji, berpengawet dan mengandung MSG.
Pernah suatu saat, kecolongan. Saat itu Dirga minum susu sapi dan langsung menunjukkan reaksi. Ia bergerak berputar terus tanpa henti seperti tarian sufi yang terus berputar.
“duk...”
Suara Dirga membenturkan kepala ke dinding berulang kali dengan keras.
“Dirga apa yang kau lakukan ? Berhenti !” Hadwan melihat Dirga membenturkan kepala ke tembok dengan keras.
Hadwan menarik tubuh anaknya dan menahan tubuh anak itu agar tidak membenturkan kepala lagi ke dinding.
“Apa yang terjadi ?” Elsa menghampiri mereka berdua dan terlihat cemas.
“Apa yang baru saja kau berikan padanya ?”
“Tidak ada, aku hanya memberinya Bee pollen seperti biasanya saja.”
“Apa kita hentikan dulu obatnya sementara waktu biar dia tenang dulu. Meskipun itu obat herbal, tetap saja itu akan ada efek sampingnya.” memegang erat Dirga yang bersikeras akan membenturkan diri lagi.
Elsa sedih kembali melihat Dirga melukai dirinya sendiri seperti itu. Hatinya serasa di tikam ribuan belati yang menyayat. Pedih, hanya itu yang ia rasakan sekarang. Sampai kapan penderitaan Dirga akan berakhir ? Dia sudah bertahan sekuat tenaga untuk tidak sedih, namun tetap saja. Hati seorang Ibu tidak tahan ketika melihat anaknya kesusahan.
Tanpa terasa air mata meleleh perlahan di pipinya. Hadwan ikut merasakan kesedihan yang di rasakan Elsa karena Dirga.
“Kita sudah berusaha sebisa kita. Siapa yang menginginkan mendapat anak yang seperti ini ? Tidak ada. Ini semua sudah di gariskan. Kita hanya perlu bersabar dan lebih bersabar lagi.” memegang tangan Elsa untuk menenangkannya.
Elsa hanya mengangguk menatap Hadwan, lalu ia mengelus kepala Dirga lembut. Tangannya bergetar menyentuh rambut anaknya itu. Ia berpikir anak sekecil itu harus menanggung berat beban hidup menjadi anak yang tidak sempurna.
Sejenak mereka larut dalam kesedihan. Hadwan bertekad untuk terus berjuang tanpa lelah demi putranya itu. Ia akan memikirkan cara lainnya untuk membatu kesembuhan Dirga. Walaupun ia tak tahu hasilnya nanti apa. Meskipun diagnosa dokter mengatakan jika anaknya tak bisa di sembuhkan, ia yakin suatu saat bisa membuktikan bahwa diagnosa dari dokter itu salah. Karena dokter juga manusia. Sedangkan manusia adalah tempatnya salah. Jadi bisa saja prediksi nya salah.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Defrin
Betul sekali...
Anak autism memiliki IQ di atas rata rata....
Sabar ya Elsa Dan Hazwan....
2023-04-02
0
lelaki tangguh
berdoa saja yang banyak
2022-02-17
0
travalgar
ayo yang rajin
2022-02-17
0