"Sakit... Kanker otak." jawab Nata dengan lirih. Setiap menyebut penyakit itu mampu membuat matanya berkaca-kaca.
"Apa...!!!" satu geng dangdut serentak berteriak. Begitu terkejut mendengar pernyataan dari Nata.
Beberapa detik mereka mematung. Menetralkan rasa keterkejutan mendengar karna kabar duka itu.
Hanya kedua anak jalanan yang memandang mereka kebingungan, tidak tau apa-apa.
"Astagfirullahaladzim," Mujiren.
"Ya Allah," Mujirah.
"Inalillahi," Ali Baba.
"Bos..." Dudung.
Keempatnya berucap sendiri-sendiri. Dudung yang dari tadi berbicara langsung terdiam. Di meja itu langsung sunyi senyap dengan bayangan mereka masing-masing.
Membayangkan Bos mereka yang terkena penyakit berbahaya.
Airmata Nata sudah berjatuhan. Rasanya ia lelah menangis, tapi setiap menyebut penyakit yang diderita kakaknya airmata itu lolos dengan sendirinya.
Mujirah lebih mendekati Nata, keduanya saling meluapkan kesedihan. Airmata Mujirah ikut membanjir, pangeran yang selama ini diidam-idamkan ternyata sedang mendapat ujian berat.
"Kakak, ayo makan lagi. Kenapa Kakak-Kakak jadi diam saja?" Andre bertanya dengan kebingungan. Dimas juga memperhatikan mereka sama-sama kebingungan.
"Makanannya udah nggak enak, rasanya berubah menjadi pahit," ucap Dudung tanpa menjiwai. Bahkan pandangannya pun lurus menatap apapun yang ada didepannya.
Dimas mencoba makanan yang diambil Dudung dan memakannya. "Ini enak banget Kak, aku belum pernah makan makanan seenak ini." ujar Dimas.
"Ya udah, makanlah." jawab Dudung, kali ini memandang kearah Dimas.
Kedua bocah itu melanjutkan acara makan, sedangkan geng dangdut masih terhenyak dengan kabar duka yang mampu meluluh lantakan kesenangan mereka.
"Sejak kapan Bos terkena penyakit itu?" Mujiren bertanya.
"Kenapa si Bos nggak ngasih tau kita?" imbuhnya.
"Iya," sahut Ali Baba.
"Pantes, akhir-akhir ini sikap Bos berubah. Ya Allah Bos, selama ini aku udah su'udzon ngatain Bos jahat, nggak perduli lagi sama kita. Tapi ternyata ada sesuatu yang Bos sembunyikan?" Dudung menyandarkan tubuhnya dibahu Ali Baba. Ia larut dalam kesedihan, berekspresi mellow seperti Nata.
Keceriaan dan kesenangan mereka beberapa waktu lalu seolah sirna begitu saja.
Setelah tadi tawa gembira dengan sikap konyol mereka yang terus terdengar. Kini semuanya terlihat melemas. Wajah mereka serentak menjadi muram.
"Aku yang tinggal bareng sama Kakak, bahkan saudara kembar aja nggak dikasih tau. Kakak sengaja nyembunyiin penyakitnya."
"Ayah dan Bunda baru tau setelah sampai di Amerika, dan melihat langsung kondisi Kakak."
"Ayah juga nggak mau Vidio call atau fotoin keadaan Kakak. Jadi, Aku, Kak Saka dan Kak Seika juga belum tau kondisi Kak Taka seperti apa." Nata menjeda kalimat untuk mengambil napas yang kian sesak.
"Kami tau penyakit Kakak dari Paman Rengga yang tadi nganterin kita. Aku dan Kak Saka benar-benar shok. Nggak nyangka kepergian Kakak ke Amerika ternyata buat berobat, dan bukan untuk kuliah."
"Aku menyesal udah marah-marah, udah bentak-bentak Kakak, ngatain jahat. Aku pikir selama ini Kak Taka ingin sukses sendiri tanpa repot-repot jagain Aku. Tapi..." Nata semakin terisak, mulutnya sudah tidak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya yang semakin membuatnya menyesal dan sesak.
Mujirah terus mengusap bahu Nata yang bergetar karna menangis. Geng dangdut itu semakin terhenyak mendengar penuturan Nata.
Meski banyak pemikiran dibenak mereka tapi tidak ingin membuat suasana gaduh, atau pun mengganggu Saka, Seika dan baby Saf-Saf yang mungkin sedang beristirahat.
Tapi dikursi depan Saka dan Seika bisa mendengar pembicaraan mereka. Bahkan suara tangis Nata dan Mujirah sangat kontras terdengar dibanding suara lainnya.
Saka tidak menegur atau melarang, seperti pesan Paman Rengga. 'Puaskan kesedihan kalian disini, tapi kalau sudah sampai di Amerika, saat berhadapan dengan Taka. Sebisa mungkin jangan ada drama tangisan. Karna kondisi Taka bisa drop kapanpun. Ayah kalian bercerita kalau Taka tidak mau orang lain melihatnya terpuruk dan tidak mau membuat orang-orang terdekatnya bersedih.'
Seika mendongak menatap wajah Saka dengan mata yang berkaca-kaca. Saka beralih menggenggam telapak tangan Seika dengan menganggukkan kepala, memberi isyarat agar Seika tidak menahan kesedihan.
Dia yang memiliki pembawaan tenang dan kalem bukan berati tidak sedih, yang dirasakan Saka sama dengan mereka, hancur sehancur-hancurnya mengetahui kondisi Taka.
Mengingat Taka yang selalu konyol dan ceria, tanpa pamrih menyayangi putri kecilnya.
Ia rindu saat Taka merayu untuk meminta uang, karna tidak tega Saka selalu memberi. Saat itu adik keduanya itu akan berlonjak kegirangan dengan mengucapkan terimakasih dan memeluknya.
Saka menahan rindu saat-saat seperti itu, semenjak akhir-akhir ini Taka jarang meminta uang. Ia lebih menghindar saat biasa berkumpul ia mengatakan sedang sibuk mengurus keberangkatannya ke Amerika.
Tapi ada fakta yang baru diketahui beberapa hari lalu. Saat Paman Rengga memberi kabar buruk, malam hari Saka masuk ke kamar Taka karna merindukan sosok adik tengilnya.
Saat duduk di tepi ranjang tak sengaja sebelah kaki menendang kotak sampah yang disembunyikan di kolong tempat tidur. Karna penasaran, Saka menunduk dan meraih kotak sampah itu dan begitu terkejut saat melihat banyaknya tissu dengan noda darah.
Saat mengorek kotak sampah ada beberapa botol obat yang tergeletak dibawah tumpukan tissu. Saat itu pandangan mata Saka semakin nanar. Tak cukup disitu, karna masih penasaran tentang kebenaran penyakit Taka, Saka mulai menggeledah kamar adiknya.
Didalam laci paling bawah ada amplop putih berlogo nama rumah sakit, tangan Saka langsung mengambil amplop itu dan segera membukanya.
Deg...
Meski ia sudah mengetahui penyakit Taka tapi pada saat membaca langsung hasil riwayat itu hatinya berdesir. Jantungnya berdebar kuat tapi tubuhnya mendadak lemas.
Bukan hanya tentang penyakitnya saja, namun lebih meneliti tanggal hasil riwayat itu keluar. Saka langsung tau jika sudah hampir 2bulanan penyakit itu terdeteksi.
Hanya saja mereka tidak ada yang tau. 'Ya Allah, Dek... sekuat itu hatimu menyembunyikan hal besar dari keluargamu sendiri' batin Saka.
"Abi," panggilan dari Seika membuyarkan lamunannya. Ia segera menoleh istrinya.
"Abi kenapa melamun?" tanya Seika lagi.
"Nggak pa-pa Umi, Aku lagi mengingat tentang Taka. Sebentar lagi kita sampai disana, apa kita sanggup berpura-pura baik-baik saja." hati Saka mendadak sedih, sudut matanya sudah tergenang air.
Dia yang selalu tenang tapi ketika mengingat lamunannya tadi mendadak prihatin. Entah, kini bayangannya terlampau jauh. Mengingat stadium penyakit yang diderita Taka sudah parah.
Semoga harapan mereka masih bisa terkabul. Berharap Tuhan berbaik hati memberi kesembuhan pada adiknya. Tidak ada yang tidak mungkin jika mau berusaha dan berikhtiar pada-Nya.
"Meski sulit tapi kita harus bisa, demi Taka. Selama satu bulan akhir ini Taka berjuang sendiri dan ia bisa, kenapa kita yang hanya menahan tangis tidak bisa."
"Menangis adalah hal wajar, hanya saja kita tidak boleh menunjukan dengan reaksi berlebihan. Mungkin begitu maksut Ayah." kata Seika dengan lembut. Saka mengangguk menyetujui perkataan istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
runma
🥰🥰🥰🥰
2021-08-26
0
Tutik Yunia
Sarinem kok tidak diajak 😂😂
2021-07-29
0
Sweet Girl
otw kebahagiaan
2021-07-17
0