Episode 4
Sekitar satu bulan Cia sudah bisa membiasakan diri dengan jadwal padat para pekerja kantoran. Hidupnya juga mulai sedikit demi sedikit ada perubahan, gaji pertama yang Cia dapatkan lumayan untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan ibunya. Kepribadian diri Cia juga perlahan-lahan kembali menjadi diri sendiri sejak meninggalnya sang Ayah dulu. Tempat tinggal yang agak jauh dari kantornya, membuatnya kualahan belum lagi perkotaan yang begitu menyesakkan untuk dipandang, lautan manusia.
“Ci, kau terlihat kecapekan ya, jangan terlalu dipaksakan, kau bisa sakit! “ kata teman sebelah mejanya. Mereka berteman sudah satu minggu berjalan.
“Aku kurang tidur dari kemarin Nad, kau tahukan? Tugas kantor semakin menumpuk saja. “ Cia memijit pelipis menghilangkan pening yang menyerang sebelah kiri kepalanya.
“Izin dulu gih Ci, istirahat dulu, kalau udah sakit yang susah juga kau sendiri. “ ucap Naday yang masih memperhatikan Cia.
“Sepertinya kali ini aku menyetujui saranmu Nad,” ucap Cia kemudian berdiri dari kursinya.
“kalau gitu aku akan izin ke Kepala Departemen. “lanjutnya
Tok... Tok... Tok...
“Permisi, “ Cia mencoba bertahan menompang tubuhnya agar tidak limbung sebelum tiba di rumah.
“Masuk! “ jawab Pak Rizki, lelaki yang sempat pernah menuduhnya serta mencurigai yang tidak-tidak ketika akan melamar kerja disini.
“Maaf Pak, apakah saya boleh izin pulang lebih awal hari ini? “ tanya Cia dengan kepala menunduk, takutnya nanti tak diizinkan.
“Alasannya? “
“Saya merasa badan saya kurang tidur sejak kemarin, jadi hari ini sedikit meriang dan pening sebelah. “ kata Cia, terus bertahan meskipun pening di kepalanya terus nyut-nyutan.
Pak Rizki menelisik wajahkku, memastikan bahwa aku benar-benar sedang sakit. “Baiklah, kau pulang awal hari ini, cepatlah istirahat begitu sampai di rumah. “ ujarnya lalu Cia keluar dari ruangan.
Cia merapikan barangnya dan segera pulang, “Gimana boleh gak? “ tanya Naday
“Hmmm, boleh Nad, kalau gitu aku pulang dulu ya, bye! “ pamit Cia
...
Di rumah Cia langsung melemparkan tubuhnya ke kasur di kamarnya dan memejamkan matanya sebentar.
“Astaga pusing banget palaku, “ keluhnya
Cia berusaha untuk tertidur tanpa mengganti pakaian kerjanya. Jika, ibunya tahu maka toa alami akan berkumandang.
Di satu sisi, Leon telah usai dengan kerjaannya, dia pun bergegas pulang. Di perjalanan, melihat banyak penjual makanan, membuatnya lapar seketika. Leon meminggirkan mobilnya lalu memesan sebungkus ketoprak dan memakannya di rumah.
“Ini Mas ketopraknya, delapan rebu! “ kata abang penjualnya.
“Ini bang, kembaliannya ambil aja, anggap rezeki,. “ Leon pun kembali mengendarai mobilnya hingga tiba di rumah.
“Assalamu’alaikum, Leon pulang,” salam Leon, ia melepaskan sepatu juga kaus kakinya, tidak seperti kebanyakan orang kaya yang masuk rumah masih mengenakan sepatu.
“Ini lagi, kenapa anak Mami lesu begini sih? Abis di putusin atau di tolak wanita?! “ goda maminya
“Gak dua-duanya Ma, udah ya, jangan ngegoda Leon hari ini ya! “ ucap Leon, Maminya mengernyit heran, anaknya ini pasti sangat kelelahan.
Mami pun beranjak ke dapur untuk membuatkan secangkir wedang jahe. Gerakan tangkas oleh Mami, minuman jadi dengan cepat. Kemudian, Mami mengantarkannya ke kamar Leon agar bisa dinikmati setelah mandi nanti.
“Kamu mandi dulu, Mami juga udah nyiapin wedang buat kamu, terus tidur yang puas malam ini ya! “ ucap Mami mengusap puncak kepala Maminya
“Baik Ma, “ jawab Leon pelan.
“Buat ketopraknya kasihkan ke Mami aja ya, sayang kalau gak kemakan Le” ujar Maminya merebut bungkusan makanan di meja
“Ma... Ma... Mode Rakus nih pasti! “ tuturnya lalu pergi ke kamarnya. Maminya hanya mengangguk mengiyakan pernyataan tersebut.
Malam ini, lelah juga menyerang kepala Leon, apakah dia terlalu memforsir tubuhnya? Leon pun berencana untuk meliburkan diri besoknya.
*
Esoknya kedua insan yang sama-sama sedang sakit, akhirnya libur di hari yang sama juga. Wajah pucat Cia serta badan yang sangat lemas mengakibatkan Cia tidak kuat untuk membangunkan diri dari kasurnya itu. Ibunya juga menyiapkan semangkuk bubur ayam hangat sebagai sarapan Cia. Ibu juga membantu Cia dengan bekerja di sebuah rumah makan, inilah fungsi uangnya ketika salah satu dari mereka sedang sakit. Saling membantu dan melengkapi, keluarga yang damai juga tentram.
“Cepat sembuh ya Nak, jangan membuat ibu khawatir berlebihan. “ ucap Ibu Cia mengusap kening yang terasa panas itu dan keluar kamar.
Usainya dengan urusan rumah, ibu berangkat kerja sebelum terlambat datang. Siangnya, Cia membuka matanya menatap langit-langit kamar, dirasa tubuhnya tak selemas tadi, akan tetapi pusing masih melandainya.
“Aku harus mandi, “ ucapnya sambil meneruskan telapak kakinya di lantai yang dingin.
Kemudian, Cia memakan sarapannya dan kantuk kembali datang. Seharian hanya menempelkan diri di kasur dan tidak keluar kamar sama sekali. Ia berharap tubuhnya kembali sehat hari esok.
Setelah bangun dari tidur, kondisi Leon sudah segar kembali tapi dia tetap mengambil libur hari ini.
“Ma, masak apa? “ tanyanya dari meja makan.
“Tuh udah ada di meja makan, tinggal ambil aja Le! “ ucap Maminya, Leon membuka tudung saji, disana dilihat sudah banyak lauk pauk yang tersedia.
“Papi kemana? Kok gak keliatan ma? “
“Papimu lagi sibuk sama Bobo di belakang, katanya mau ke spa pet mau manjain Bobo. “
“Oh okelah Ma. “
Cia menutup pintu rumahnya, ia akan pergi ke apotek di depan jalan utama yang tidak jauh dari rumahnya. Lingkungan rumahnya terletak di belakang perumahan elite sehingga Cia perlu melewati beberapa rumah besar nan mewah itu. Dia berdecak kagum, ketika berjalan di depan rumah bak istana kecil namun masih mewah dipandang.
“Nih orang pasti kaya banget, bisa bangun rumah sebesar ini, “
“Kapan aku bisa tinggal di rumah kayak gini ya? Kalau sampek bisa pasti terasa mimpi indah. “ ucapnya
Di Apotek, dia mencari obat migran untuk pusing di kepalanya. Penjaga toko pun membawakan obat yang kuminta dan langsung ku bayar. Sebuah market berdampingan dengan apotek, Cia mampir untuk membeli vitamin daya tahan tubuh dan minuman. Dia duduk sejenak memperhatikan setiap kendaraan yang lewat, cuaca juga begitu cerah hari ini.
“Anginnya enak, “ gumamnya memejamkan mata menikmati hembusan angin. Pada bagian trotoar cukup rindang karena ada barisan pohon lebat yang tertanam.
“Mbak, bisa geser dikit gak? “ ucap suara lelaki yang mengganggu halusinasi Cia. Cia membuka mata dan menoleh kearah sumber suara dan...
“Loh, pak Leon, ngapain disini? Ada urusan pak? “ tanyanya yang masih belum mengeser duduknya.
“Mana mungkin saya pakai kolor saat ada urusan, “ kata Leon masih flat saja.
“Lah terus ada apa pak?! “
“Kamu ini banyak tanya ya, biarkan saya duduk dulu. “ kesal Leon
“Pak... Masih banyak kursi kali, kenapa harus disini? Disana tuh... Itu juga, “ kata Cia sambil menunjukkan beberapa kursi kosong.
“Kalau maunya duduk disini bagaimana? Sudahlah biarkan saya duduk. “ ucap Leon lebih kesal, wanita di depannya sedang ingin menguji kesabaran.
“Ck...nih pak, silakan duduk, kalau begitu saya duluan. “ ujarnya yang ingin pamit. Jantungnya juga deg-degan sejak dia melihat muka atasannya yang sudah dihadapannya.
“Bisa temani sebentar aja gak sih? Kamu kira saya kuman yang harus dihindari. “ kata Leon yang sudah duduk.
“Ya gak juga sih pak, bahaya kalau sampek ada yang ngeliat, bawahan dan atasan duduk berdua be.. begini pak. “ Ucap Cia mendadak gugup.
“Emang saya peduli gitu? Orang saya gak macam-macam sama kamu. “ Cia membenarkan hal itu, tapi ini tidak bagus untuk jantungnya yang jadi salting karena atasannya ini.
“Kenapa diam? Salting kamu duduk sama saya?! “
Cia membelalakan mata, bagaimana Leon bisa mengetahui gerak-geriknya yang aneh itu, “Sa.. Salting gimana pak? “ gugupnya
“Bahkan saya bisa mendengar detak jantungmu. “
“tajam bener pendengarannya. “
“ Saya juga bisa menebak apa isi pikiranmu sekarang, “ ucapnya tersenyum miring
“Me.. Memangnya apa yang saya pikirin pak? “ tatapan mereka bertabrakan, saling menatap bola mata yang sama indahnya. Dan bergumam dalam hati...
“Mata yang cantik. “ batin mereka berdua tanpa tahu diantara keduanya.
“Pak... Pak!! “ teriak Cia yang membuyarkan lamunan Leon.
“Malah ngelamun, apa isi pikiran saya tadi kok pak Leon sampai bisa nebak?! “ Cia menggelengkan kepala melihat tingkah Leon.
“kamu heran dengan pendengaran saya, bukan? “ tebaknya sambil tersenyum.
Deg...
Cia melihat senyuman itu untuk yang pertama kalinya. Biasanya dia hanya melihat wajah datar seperti aspal di jalan raya.
“pak Leon ganteng Kalau dilihat dari dekat. “ gumam Cia tetapi samar didengar oleh telinga Leon.
“kamu bilang apa? Saya gak kedengeran, “ kata Leon
“Eh, saya gak bilang apa-apa kok pak. “ sanggahnya
“bisa kepalang malu nanti aku, kalau dia sampek tahu. “ batinnya dalam hati
“Oh ya, kenapa kamu gak masuk kerja? Saya sampai lupa mau menanyakan hal ini. “ tanya Leon
“Oalah, saya sakit pak jadi kemarin saya pulang awal kerjanya dan hari ini agak mendingan Cuma masih pusing dikit. “ Cia mengalihkan pandangannya ke jalan raya, sore ini semuanya tampak indah.
“bagaimana dengan Pak Leon sendiri? Kenapa tidak masuk kerja?! “ imbuhnya
“Saya juga masuk angin kemarinnya, saya terlalu memforsir tubuh saya, jadi kecapekan. “ ujar Leon, Cia mengangguk paham.
“Ya sudah, pak Leon saya pulang dulu, takutnya ibu saya pulang kerja gak ada saya di rumah. “ pamit Cia lalu pergi mendahului Leon.
.
.
.
.
.
jika suka jangan lupa untuk like, komen dan vote kalian...
biar author semangat up nya... 🔥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
IF
Kaya Leon punya ilmu telepati Ci, kamu harus hati²
2021-06-25
0
Karina Na
mampir juga ya kak, kecerita enna. kita saling support😊
2021-04-28
0