Setelah malam itu, aku jadi lebih banyak diam. mungkin saat ini hatiku sedang berontak dengan keadaan yang ada.
" kenapa keluargaku tidak utuh.?"
"kenapa harus ada perceraian antara ibu dan ayah.?"
"kenapa mereka tidak memikirkan perasaanku dengan keadaan seperti ini.?"
"Apa aku tidak berhak bahagia karena punya keluarga lengkap.?"
"Kenapa semua terjadi kepadaku.?"
"Apa sebenarnya penyebab mereka berpisah.?"
"Apa ibu benar-benar egois, hingga memilih berpisah dengan ayah ketimbang mempertahankan kautuhan keluarga.?"
Banyak yang berkecamuk di dalam pikiranku saat ini.
Jika harus ada yang disalahkan, aku harus menyalahkan siapa ? Apakah ibu,? ataukah ayah.? atau aku yang bersalah karena telah hadir diantara mereka.?
Tak terasa air mataku mengalir begitu saja. rasanya sesak sekali. Ketika anak seusia ku seharusnya masih bermanja bersama orangtua. Tapi aku hanya bisa bermanja kepada ibu, sedangkan ayah hanya sesekali saja bertemu denganku, itupun aku lebih seringnya berkomunikasi dengan bunda, istri ayah.
"Kia kamu kenapa.? " saking asyiknya ngelamun aku sampai tidak sadar jika Nasya sudah duduk di sampingku.
"Ehh , aku ga apa-apa ko, tadi cuman lagi mikirin ulangan aja. soalnya ada pelajaran yang belum aku mengerti." kilahku. aku berusaha menyembunyikan air mataku, tapi terlambat. Nasya sudah melihatnya.
"Jangan bohong dehh, kalo mikirin pelajaran kamu ga akan sampai nangis kaya gitu." ucap Nasya menyelidik.
"sya, kamu pernah ga sih mikir kenapa orangtua kamu sampe cerai.?" tanyaku pada Nasya. nasya menghembuskan nafasnya berat.
"Sebenarnya aku juga sama kia, aku bingung kenapa mama sama papa harus bercerai. kamu tau.? aku bahkan di perebutkan di pengadilan hanya untuk saling mengambil hak asuhku. Menurut aku, kalau mereka memang sayang sama aku kenapa mereka harus berpisah.? kenapa harus salah satu dari mereka. Tapi aku ga ngerti kenapa semua jadi seperti ini." Ucap Nasya sambil menunduk.
"Kamu pernah ga ngerasa iri kalau kamu ngeliat anak seumuran kita yang lagi jalan sama orangtua mereka, tertawa bahagia bersama ayah dan ibunya.?" Tanyaku.
"Hemmmmm, jangankan ngeliat mereka yang lengkap seperti itu. Aku ngeliat kamu sama ibu kamu aja aku tuh iri banget kia, kamu masih beruntung, ayah sama ibu kamu ga memperebutkan kamu di persidangan. dan kamu juga tinggal Sama ibu yang begitu perhatian sama kamu. kamu tau.? aku bahkan jarang sekali ngobrol sama mama, bahkan untuk makan bersama saja sulit." Suara Nasya tercekat, air matanya juga jatuh di pipinya.
"Nasya maafin aku, aku ga bermaksud buat kamu sedih, kemarin malam aku melihat anak yang sangat bahagia dengan keluarganya, dan aku jadi kepikiran, aku pengen berbagi cerita sama kamu. Karena jujur saja aku ingin sekali protes sama ibuku, andai saja ibu tidak bercerai dengan ayah mungkin aku juga akan merasakan hal sebahagia itu." Aku juga tak kuasa menahan tangis. Sesesak inikah perasaan anak kecil yang ingin merasakan kebahagiaan bersama dengan orangtua.???
Untung saja saat ini aku dan Nasya sedang duduk di bawah pohon rindang di belakang kelas, jadi tidak ada yang melihat kami menangis. Karena jarang sekali ada yang duduk disini.
Aku dan Nasya berpelukan. saling menguatkan sesama anak yang menjadi korban perceraian orangtua.
Tiba-tiba saja kami di kagetkan dengan tepuk tang dari beberapa siswa.
"Wah wah wah, anak-anak broken home sedang menangis berpelukan , kalian sama-sama menyedihkan." Ucap Jessy teman sekelas kami yang kerjaannya selalu membully siswa yang lain, apalagi yang derajatnya lebih rendah dari dia. Dia berlaku semena-mena karna dia adalah anak kepala sekolah disini, tapi sikapnya sangat angkuh.
Aku dan Nasya segera melerai pelukan kami. mengusap sisa air mata, dan menatap Jessy dengan tajam.
"Kamu tuh kenapa sih Jes, ga bosen apa ngata-ngatain kami terus. Lagian siapa juga yang broken home.? kami sangat bahagia walaupun hanya tinggal bersama ibu kami." Aku berkata dengan ketus, malas rasanya meladeni orang seperti Jessy.
Jessy dan teman-teman nya tertawa keras.
"Kalo kalian bahagia, ga mungkin kalian nangis-nangis di belakang kelas seperti ini,! kasian banget sihhh kalian ini." Timpal meli .
"Oh iya, sebentar lagi liburan lohh, kita mau jalan-jalan sama orangtua kita ya kan. pasti sangat seruu. sayang sekali, kalian ga akan bisa merasakan kebahagiaan seperti kami." ucap Jessy di sambut gelak tawa mereka.
Aku dan Nasya hanya diam. walaupun amarah di dalam dada sudah memburu. Namun aku sadar, ini hanya jebakan. Mereka pasti ingin membuat masalah denganku dan Nasya, dan juga ingin aku dan Nasya membuat kegaduhan di sekolah, membuat kami di hukum. Aku menarik tangan Nasya yang hendak maju mendekat ke arah Jessy.
"Udahan ngoceh nya.? " tanyaku santai.
Tawa mereka berhenti. menatap ku dengan sinis.
"Kalo udah, kita pergi dulu ya." ucapku sambil melangkah , menarik tangan Nasya yang terlihat enggan untuk beranjak.
Jessy dan teman-teman menggerutu kesal. Rencana mereka membuat aku dan Nasya membuat ulah di sekolah ternyata gagal.
Jessy merasa iri denganku dan Nasya. karena orangtuanya selalu membandingkan aku dan Jessy.
"Kamu ko diem aja sih kia, aku udah kesel banget sama Jessy. Kenapa kamu malah narik aku pergi.? kalau ngga udah aku acak-acak itu muka sombongnya si Jessy." Omel Nasya bersungut-sungut.
"Udahlah sya, dia itu cuman pengen kita emosi, terus membuat keributan di sekolah. Terus nantinya kita di hukum. dia kan sirik sama kita Nasya, kamu ga lupa kan kalau papanya selalu membandingkan dia dengan kita. sepertinya tadi mereka itu membuat jebakan untuk kita. " Aku menjelaskan, Nasya terlihat mencermati apa yang aku bicarakan , dan dia mulai faham sekarang.
"Oh iya ya, tapi tetap saja mereka itu sudah keterlaluan. Menyebalkan." gerutu nasya.
Bel masuk berbunyi, aku dan Nasya langsung masuk ke dalam kelas. diikuti Jessy and the geng.
mereka melirikku dengan tatapan sinis.
Aku hanya mengendikkan bahu , menurutku itu tidak penting sama sekali. Setelah berbicara dengan Nasya tadi, hatiku merasa lebih tenang.
Guru masuk, kamipun mulai belajar dengan khusu. semoga setelah ini hati aku bisa lebih ikhlas dan berbesar hati menjalani takdir dari Tuhan untuk hidupku., walaupun dalam hati masih saja penasaran dengan alasan perceraian orangtuanya.
.
.
.
.
di tempat lain, di rumah. seorang ibu sedang memikirkan anakny yang pagi tadi terlihat berbeda, wajahnya agak murung,menandakan ada yang di fikirkan oleh anaknya.
" Apa kia sedih melihat anak yang semalam.? apa dia juga ingin seperti itu.? jalan-jalan dengan kedua orangtuanya, bercanda dengan riang.
Ya Allah, ampuni aku yang tidak bisa mempertahankan rumah tanggaku dulu, hingga sekarang anakku yang menjadi korbannya." air matanya menetes, tapi dia tidak boleh lemah. hanya dia yang tau apa yang dirasakannya. Dia harus tetap tegar untuk menjalani hidupny. berjuang untuk anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Ria Diana Santi
Semangat up-nya Thor.
Semoga sukses selalu!
2021-05-10
2