Kekesalan Tita

Sehari setelahnya.....

Naya mencoba mengetahui isi hati Adiyasa. Ia menyambanginya di kamar dan meminta pengakuannya. Adiyasa tak bisa mengelak dan bicara jujur apa adanya.

Tiga hari kemudian.....

Di atas ranjang:

Tita terheran mengapa Adiyasa sangat jarang menghubunginya. Dalam 4 hari ini pria itu hanya dua kali menelponnya. Jika harus mendatanginya kerumah, rasanya gengsi sekali. Ia pun mengirim pesan singkat padanya.

"Adi, kamu sekarang sedang apa?"

Ruang tamu:

Adiyasa ragu untuk membalas. Ia tak mau mengkhianati kedua orangtuanya. Akan tetapi ia merasa begitu berdosa pada Tita jika tak membalasnya, "Aku sedang mempelajari seluk - beluk hotel papa. Mungkin mulai besok aku akan masuk kerja," tulisnya.

Tita lega mendapatkan balasan itu. Sekali lagi ia mengirim pesan singkat, "Semoga sukses. Aku juga saat ini sedang cari pekerjaan di internet."

Adiyasa menengok sekejap ibundanya dan yang tengah merajut tak jauh darinya.

"Semoga kamu cepat dapat," tulisnya singkat. Ia menaruh kembali ponselnya di atas sofa.

Tita mendesah berat. Jawaban Adiyasa mengisyaratkan jika obrolan mereka ia sudahi. Ia menutup laptop nya dan bersandar, ia bingung dengan sikap dingin Adiyasa.

Naya memperhatikan putranya yang nampak tak tenang samasekali. Adi berkali-kali menatap ponselnya dan sangat ingin mendengar suara Tita.

"Nak," panggil Naya.

Adiyasa mendongak, "Iya, Ma?"

"Kamu kenapa?"

Adi tersentak, "Nggak, nggak apa-apa, Ma. Aku hanya kepikiran bagaimana besok saat pertama bekerja. Sedikit tak pd."

Naya tak percaya dengan jawabnya. Ia yakin jika ini semua karena Tita. Ia yakin Adiyasa merindukan gadis itu karena biasanya mereka sedikit-sedikit mengobrol lewat telepon. Terlihat di matanya jika putranya ini menahan diri untuk tak menghubungi gadis itu.

"Coba hubungi Tita, tanya padanya apakah ia menyukai dadar gulung. Soalnya Mama buat banyak tadi malam." Ia sengaja melakukan ini untuk menyenangkan hati Adiyasa.

Pucuk di cinta. Adi tersenyum tipis dan segera melakukan apa yang di minta Naya.

Triiit, ponsel Tita berdering nyaring. Ia menjamahnya dengan malas, "Adi?" sergahnya saat melihat layar ponselnya, "Halo!"

Adi tersenyum lebar. Ia sangat bahagia mendengar suara wanita itu. "Ta, mama menyuruhku bertanya apakah kamu suka dadar gulung?"

"Suka. Kamu mau bawakan sekarang?" harapnya.

"Oh, aku nggak tahu. Mama cuma bilang ini saja."

Tita kecewa berat. Senyumnya memudar seketika.

"Ta....." panggil Adi

Tita sangat kesal dan ingin sekali mengeluhkan sikapnya seperti biasa.

"Kok diam?"

"Aku mau ketemu," tandas Tita. "Aku tunggu di tempat biasa pukul dua siang ini ." Ia menutup teleponnya karena tak ingin mendengar penolakan darinya.

"Astaga....bagaimana ini?" batin Adi.

"Apa kata Tita?" tanya Naya.

"Suka. Dia ingin kami bertemu di cafe siang ini. Apa boleh?" tanyanya ragu.

Naya mengangguk."

"Alhamdulillah," bisik Adiyasa lega.

Susan memergoki itu. Ia tak suka dengan tindakan Naya. Ia dan Liana juga Angga sudah sepakat dua hari yang lalu akan menjodohkan Sulaiman dengan Tita. Lagipula Adi sudah di jodohkan. Sejak dulu ia tahu jika Adiyasa menyukai Tita. Mengapa Naya malah seolah mencoba mendekatkan Tita dengan Adiyasa? Ia mendekat kepada Adi dan menegurnya dengan halus, "Adi."

"Iya, Nek?" jawab Adiyasa sembari menutup laptop nya.

"Biar Sulaiman yang mengantar kue itu untuk Tita. Kakakmu sudah lama tak bertemu dengannya. Ia ingin melepaskan rindu bersama Tita."

Naya dan Adiyasa tertegun, "Oh, ok. Ya sudah. Biar Kak Sulaiman saja," gumam Adiyasa terpaksa.

Susan mengangguk dan berbalik menuju ruang keluarga. Ia memberitahukan hal itu kepada Sulaiman yang tengah berkutat dengan file-file nya di atas karpet.

Naya beranjak dan duduk di samping putranya itu. Ia menggenggam tangannya dengan erat, "Kamu harus belajar terbiasa jauh dari Tita. Indira adalah calonmu dan ia yang paling pantas kamu dekati dan mendapatkan perhatian lebih dari mu."

Adiyasa hanya terdiam.

.........................

14.00 wita restoran Itali:

"Astaga! Kok Kak Sulaiman yang datang?" celetuk Tita kaget menatap Sulaiman yang baru saja tiba. Ia celingak-celinguk mencari sosok Adiyasa.

Sulaiman tersenyum manis saat kian mendekat. Tita tersenyum terpaksa dan menyambutnya, "Hey, Kak. Sendiri?"

"Iya. Kamu mengharapkan siapa lagi selain diriku?" candanya renyah.

"Aku pikir Kakak bersama Adi?"

"Tidak, dia sekarang sedang istirahat. Sejak pagi dia terus saja bekerja dengan laptop nya."

"Oh....."

"Kamu tak mempersilahkan ku untuk duduk?"

"Oh ya silahkan," pinta Tita gagap.

Sulaiman duduk di hadapannya. Tita kesal luar biasa dengan pengkhianatan Adi. Ia tak pernah mengira pria itu akan membohonginya. Tapi kenapa? Adi tak pernah seperti ini sebelumnya? Pertanyaan itu terus terngiang hingga yang ada di hadapannya kini tak terasa kehadirannya.

"Tita."

"Ah, iya, Kak?"

Sulaiman sadar jika Tita mengharapkan Adiyasa, bukan dirinya. Ia menyodorkan kotak makan berisi dadar gulung ke hadapannya, "Mama berharap kamu menghabiskannya."

Tita tersenyum, "Tentu. Buatan Mama Naya pasti sangat lezat. Sekaligus aku akan menghabiskannya pulang nanti."

Sulaiman medesah seraya menatap sekeliling, "Kamu sudah pesan minum?"

"Belum, tunggu Adi datang tadi."

Sulaiman menatapnya dalam. Segini eratnya hubungan kedua adiknya ini? Ia melambaikan tangan kepada seorang pelayan dan memesan menu. "Kamu masih suka jus apel?"

Tita mengangguk.

"Jus apel dan hot coffee," pinta Sulaiman pada pelayan itu.

"Ngomong-ngomong bagaimana kabar mu? Apa masih single?" candanya tersenyum jail.

"Masih sih. Tapi berharap pada seseorang." Tita ingin curhat padanya jika ia mengharapkan Adiyasa, namun masih sedikit ragu.

Sulaiman kecewa, akan tetapi ia masih optimis jika bisa menarik hati gadis ini, "Boleh tau siapa dia?"

"Adiyasa, Kak. Aku mengharapkannya." Tita tak ingin menyembunyikan ini dari Sulaiman. Ia yakin jika abangnya ini akan mendukungnya.

Sulaiman terpaku. Hatinya sakit. Seketika Tita melenyapkan harapannya. Ia tak pernah mengira ini akan terjadi. Tetapi Adiyasa sudah di jodohkan? Bagaimana jika ia mengetahui hal ini? Perasaannya pasti akan terpukul.

"Adi selalu melindungiku. Dia selalu ada di sampingku. Saat aku sesekali lelah dengan apa yang menimpaku, dia selalu ada dan menghapus air mataku. Kakak tahu sendiri jika aku kehilangan mamaku sejak kecil." Ia menjelaskan itu dengan tatapan kosong memikirkan apa yang sudah terjadi.

"Aku bisa menjadi pelindungmu, sama seperti Adi. Aku takkan pernah pergi lagi jauh dari mu."

Keduanya saling bertatapan. Tita menutup matanya dan tersenyum lalu membukanya kembali, "Aku tahu. Aku tahu kalian berdua akan selalu ada untukku."

Sulaiman menatap bibirnya hingga pipinya yang merah merona, "Jika aku yang menggantikan Adi di hatimu bagaimana?"

Mata Tita membulat, ia menyangka jika Sulaiman sedang mencandainya, "Serius? Boleh," angguknya bercanda.

"Aku serius, Tita."

Tiba-tiba minuman yang mereka pesan tiba. Tita langsung menyedotnya sampai tersisa setengah gelas. Udara yang panas tadi di luar membuatnya sangat haus.

"Terimakasih," ucap Sulaiman kepada pelayan itu. Ia mengaduk kopi nya sambil menatap kelakuan unik Tita. Gadis ini memang sangat berbeda. Ketika bersama orang lain ia akan bersikap elegan dan berkelas. Tetapi saat ia bersamanya juga Adiyasa sikapnya kekanak-kanakan dan lepas apa adanya.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!