Triiit.....truiit Tita bergegas menjamah ponselnya yang berada di tengah ranjang. Senyumnya mengembang, "Adi?" bisiknya menatap layar ponselnya.
"Sedang apa?" tanya Adiyasa.
"Nggak sedang apa-apa. Kamu suka tidak dengan hadiah yang ku berikan?"
Adi tersenyum, "Iya. Hadiah mu yang paling indah. Aku akan menciumnya sebelum tidur agar mimpi indah," goda nya.
Hati Tita berbunga-bunga. Ia kemudian berbaring, "Memangnya sapu tangan buatanku bisa membuat mu mimpi indah? Tak wangi kan?"
"Memang, tapi karena Nona Tita yang buatkan jadi efeknya seperti itu."
Tita tertawa lepas. Adi terus membombardir nya dengan rayuan-rayuan mautnya hingga tak terasa keduanya berkomunikasi hingga pukul satu malam.
Naya gelisah memikirkannya sampai ia tak bisa terpejam. Ia menengok Rangga dan menatap langit-langit kamarnya, "Astagfirulloh," bisiknya. Ia memutuskan berwudlu dan kembali mencoba untuk tidur.
05.00 wita:
Assola tukhoirumminannaum! Adiyasa masih sangat mengantuk. Ia duduk sejenak dan beranjak mengambil air wudlu. Rangga sudah beberapa kali mengetuk pintu kamarnya untuk mengajaknya sholat subuh di masjid bersama Ilyas, namun tak ada jawaban.
"Astaga...aku sampai kelolosan," sergahnya kesal pada diri sendiri tatkala usai berwudlu. Ia menyesal karena kecolongan waktu subuh yang seharusnya kini ia berjamaah di masjid, "Papa pasti marah lagi," desanya.
Matahari mulai nampak. Langkah Rangga dan Ilyas sangat santai sembari menarik nafas menghirup gas ozon yang masih tersisa.
Ilyas meminta papanya untuk membelikannya nasi kuning yang berada di seberang jalan.
"Pesankan untuk kakakmu juga," pinta Rangga.
Gesit sekali penjual nasi kuning itu menyajikan pesan Ilyas hingga ia tak tak lama menunggu.
Sudah jadi kebiasaan setelah sholat subuh Rangga, Adiyasa, dan Ilyas membeli nasi kuning di jalan ketika pulang.
....................
"Aku berangkat ke kantor dulu," ucap Rangga seraya mencium kening Naya. "Aku akan buat janji dengan Max malam ini."
"Iya, Mas," jawab Naya.
Ilyas memasuki mobil sang ayah. Hari ini sesuai jadwal yang di sepakati papanya yang akan mengantarnya ke sekolah. Rangga samasekali tak menegur Adiyasa yang berada di samping Naya. Ia berlalu dengan wajah datar. Adiyasa mengira ayahnya marah karena ini untuk beberapa kalinya ia tak ikut sholat berjamaah di masjid.
Naya berbalik dan menjamah lengannya.
"Papa marah padaku ya, Ma?" tanyanya penasaran.
"Kamu merasa punya salah?"
"Iya. Aku menyesal tak ikut ke masjid."
"Semua ini karena kamu keseringan menelepon sampai tak kenal waktu."
Adiyasa merasa malu dan bersalah. Cintanya kepada Tita membuatnya melampaui batas, "Aku janji takkan begini lagi."
Naya membelai kepalanya dan mencium pundaknya. Ia yakin jika putranya ini takkan mengulangi kesalahan yang sama.
...................
20.00 wita Restoran Jepang:
Dari kejauhan Max melambaikan tangannya kearah Rangga dan Naya. Nampak Prisil dan Indria duduk di sampingnya. Adiyasa samasekali tak curiga dengan pertemuan itu.
"Hei Tuan Muda!" seru Max sembari memeluk Rangga.
Prisil bangkit cipika-cipiki bersama Naya dan Indria mencium tangan Naya dengan santun.
"Hei jagoan!" canda Max kepada Ilyas. Bocah berusia sepuluh tahun itu lantas mencium tangannya.
"Om," sapa Adiyasa. Ia pun mencium tangan Max.
"Mari silahkan duduk. Aku sudah pesankan makanan kesukaan kalian," gumam Max seraya duduk.
Pertemuan itu terasa begitu hangat. Rangga mulai berbicara pada inti niatannya setelah makan pencuci mulut tiba, "Nak, Papa ingin menjodohkan mu dengan Indria. Apa kamu bersedia?" tanyanya tiba-tiba kepada Adiyasa.
"Maksud Papa?" ia tak ngeh sedikitpun.
"Papa ingin kamu bertunangan dengan Indria."
Adiyasa tertegun menatapnya. Sementara Indria tertunduk malu-malu tak berani menatap kearah Adiyasa.
"Papa serius?" tanyanya bingung.
"Iya, Nak. Ini sudah niat Papa dengan Om mu Max sejak dahulu. Papa sangat berharap jika kamu memilih Indria sebagai calon istrimu."
Adiyasa tak mampu berkata-kata. Ia tak sanggup menolak apalagi menghardik Rangga yang begitu di hormati dan di sayanginya.
"Bagaimana?" tanya Rangga begitu berharap. "Indria sudah setuju saat di telepon."
Dengan pertimbangan yang pendek Adiyasa mengangguk, "Iya, Pa."
Sontak rasa syukur tercetus dari bibir Max, sang istri dan Rangga. Sementara Naya masih meragukannya. Ia mencoba untuk tersenyum, "Semoga ini benar dari hatimu, Sayang," batinnya.
Indria bahagia luar biasa. Matanya sampai berkaca-kaca. Diam-diam ia sudah menyukai Adiyasa semenjak awal mula mereka di bangku kuliah, akan tetapi ia mendendam semua itu.
Adiyasa satu fakultas dengan Indria, akan tetapi sekalipun mereka tak pernah saling bersinggungan. Adiyasa sangat cuek terhadap gadis-gadis di kampusnya. Satu-satunya wanita yang berhasil menaklukkannya adalah Tita. Cinta mereka bersemi semenjak di semester tiga. Adiyasa selalu ada untuk Tita dan mempertaruhkan dirinya demi membela gadis itu saat mengalami gangguan dari teman-teman prianya. Alhasil, tak ada yang berani mendekatinya sebab di kampus Adiyasa sangat garang dan dingin. Ia tak segan-segan menghajar lawannya jika ada yang berani menantangnya. Akan tetapi Indria tak pernah berpikir jika keduanya memiliki rasa karena Adiyasa dan Tita yang ia kenal adalah dua orang saudara.
"Pertunangan Adiyasa dan Indria sebaiknya kita adakan di bulan ini. Apa kamu tak keberatan?" tanya Max kepada Rangga.
"Aku ingin biar anak-anak kita yang memutuskan itu. Yang terpenting mereka setuju dengan perjodohan ini," jawab Rangga bijak.
Max mengangguk, "Kamu benar. Baiklah." Ia mengalihkan pandangannya kepada Adiyasa, "Om harap kamu sering-sering main kerumah agar kamu dan Indria menjadi dekat. Kalian masih punya waktu yang luang untuk saling mengenal."
"Insyaallah," jawab Adiyasa tanpa ekspresi.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Dewi Dewi Ahmat
is kok mirip bnget sama rangga ya sft judes dn cuek nya adi..??
2021-06-27
1