Tengah malam. Jika orang lain di tengah malam tengah terlelap dalam mimpi mereka, tapi tidak dengan seorang lelaki yang kini sedang gundah dilandamasalah. Lelaki bertubuh tinggi itu, tampak sedang berdiri dengan memasang wajah penuh emosi. Dia ialah Edzar Alantska. Seorang miliarder ternama di kota besar.
Menurut rumor yang beredar tentangnya, dia adalah tipikal orang yang berdarah dingin, kejam, dan mampu melenyapkan lawannya hanya dalam semalam, tanpa meninggalkan jejak. Bahkan rumor yang beredar sekarang, semenjak kepergian kedua orang tuanya, Edzar menjadi sosok yang paling ditakuti di dunia perbisnisan. Karena hanya dalam jangka waktu 1 tahun ia sudah bisa menyukseskan bisnis yang orang tuanya dulu tinggalkan, bisnis hamper bangkrut itu ia kelola hingga kembali berjalan lancar, bahkan sukses.
Dia mengelola perusahaan EA Group, sebuah perusahaan yang berjalan di bidang properti dan pengelolaan tambang batu bara.
Edzar hanya tinggal bersama seorang gadis belia, yaitu adik kesayangan satu-satunya, yang bernama Raline Alantska.
"Kyaaaa!!!" Edzar berteriak dengan penuh emosi. "Dasar tidak berguna! Kenapa kalian tidak bisa menemukan adikku hah!" Semua orang di ruangan itu hanya bisa berlutut sambil menundukkan kepala mereka karena takut
akan amarah Tuannya.
Saat ini, Edzar tengah dirundung frustrasi karena sudah dua hari adiknya Raline, belum juga bisa ditemukan. Menurut kabar yang diterima oleh Edzar, Raline diculik oleh sekelompok gangster pemeras uang.
"Tuan, seluruh ruangan markas mereka sudah kami geledah, tapi Nona Raline tidak bisa ditemukan juga. Menurut salah satuanak buah gangster di sana, Nona Raline melarikan diri, sebelum kami datang ... dan mereka juga kehilangan jejak Nona Raline." Salah seorang dari keempat lelaki yang kini sedang berlutut tepat di hadapan Leon, mengeluarkan suaranya.
"Aku tidak butuh penjelasanmu!" teriak Edzar dengan rahang yang sudah mengeras, menahan amarah yang bergejolak di hati.
"Cepat kalian seret ketua gangster itu sekarang juga!"Gelegar suara Edzar memerintah, terdengar jelas di telinga ke empat pengawal itu. Mereka mengangguk dan segera berdiri tegap, kemudian berlalu meninggalkan ruang kerja Edzar.
"Argh! ... Dasar bedebah sialan! Lihat saja kau Gerald, lagi-lagi, kau berurusan denganku!" gumam Edzar penuh emosi sambil mengepalkan kedua tangannya begitu erat.
***
Sementara itu, di sebuah kontrakan kecil di daerah pesisir pantai. Seorang
lelaki bernama Gerald tengah sibuk mengemasi barang-barang miliknya dan juga
milik adiknya. Dia tampak begitu panik, seolah sedang di buru-buru.
"Clara, bangunlah. Kita haurs secepatnya pergi dari sini, Cla," ujar Gerald sambil menggoyangkan tubuh adiknya itu agar terbangun.
Clara si gadis cantik yang baru menginjak usia 23 tahun, itu pun terbangun, dengan rasa kantuk yang masih menyelimuti kedua bola matanya.
"Kenapa malam-malam begini Kak? Bukannya jadwal penerbangannya besok siang ya?" tanya Clara, sambil menyipitkan kedua matanya yang masih terasa berat.
"Tidak! Cepat ambil tasmu ini, kita tidak ada waktu. Orang suruhan dari keluarga Alantska terus mengincar keberadaan kita." Gerald terlihat masih sibuk memasukkan beberapa baju dan barang penting ke dalam tasnya. Tangannya semakin tremor, ia begitu tidak tenang dengan semua ini.
Mau tak mau, Clara pun segera bersiap dan mencuci wajahnya terlebih dahulu. Mantel hitam yang menggantung di sisi lemarinya, ia balutkan ke tubuhnya. Mantel yang cukup tebal itu mampu untuk menetralisir udara dingin di malam hari. Karena, ia tahu, ia akan keluar di tengah udara dingin yang menusuk.
Perihal seperti ini sudah sering mereka alami, apalagi ketika Gerald terlibat masalah dengan orang-orang dari kalangan atas. Gerlad adalah ketua gangster di kotanya, dengan jumlah anak buahnya yang mencapai 3000 orang.
Namun, satu minggu yang lalu, Gerald sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua gangster. Jabatan itu ia alihkan kepada salah satu sahabatnya yang sama-sama terjun dalam dunia gelap itu.
Setelah selesai dan siap, mereka berdua pun segera pergi meninggalkan tempat kost-an mereka. Dengan langkah yang tergopoh-gopoh Gerald segera mengambil sepeda motor miliknya yang ada di belakang kost khusus tempat parkiran.
Dan mereka pun segera pergi menuju Bandara International LA. Keadaan di perjalanan begitu sepi, dan lalu lalang kendaraan pun tak begitu banyak, karena berhubung ini baru jam 00.30 dini hari. Sehingga membuat mereka bisa sampai di bandara lebih cepat. Mungkin hanya memakan waktu 30 menit saja untuk sampai di
sana.
Sesampainya mereka di bandara, Gerald segera memesan dua tiket penerbangan class business menuju Cancun - Meksiko. Dengan jadwal penerbangan pukul 03.00 dini hari.
"Clara, makanlah dulu." Gerald menyodorkan satu kantung hamburger dan sebotol air kepada Clara. Gadis itu menyahutnya dan mereka berdua pun sarapan terlebih dahulu.
"Kak, kalau kita pindah ke Cancun, apa kita bisa hidup lebih baik di sana?" tanya Clara, seraya melahap hamburger miliknya.
Sejenak Gerald terdiam, lalu ia pun menganggukkan kepalanya pelan. "Aku akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik di sana. Dan nanti kau bisa hidup lebih tenang dan bebas di sana," ujar Gerlad sambil mengelus pelan
puncak kepala adik kesayangannya itu.
Selain Clara, tidak ada orang yang paling Gerlad sayangi. Clara adalah harta berharga satu-satunya bagi Gerlad, setelah kedua orang tuanya meninggal sejak 12 tahun yang lalu. Dan kini, hanya Clara lah yang menjadi penyemangat bagi Gerald untuk berusaha menjalani hidup agar lebih baik.
^
Sudah sekitar 20 menit mereka menunggu. Tiba-tiba ... dari jauh mata Gerald, berhasil menangkap 2 sosok lelaki bertubuh tinggi dan besar, memakai jas hitam yang lengkap dengan kaca mata hitam, seolah datang untuk menghampiri mereka.
Gerlad yang sudah mempunyai firasat buruk sejak dari kemarin, ia buru-buru mengajak Clara untuk pergi.
"Oh tidak, itu pasti mereka," ujarnya panik langsung menyeret Clara untuk lari bersamanya. Meninggalkan terminal penungguan.
"Kakak ada apa?" tanya Clara setengah berlari dengan sebelah tangan yang masih memegang setengah hamburger yang belum sempat ia habiskan.
"Mereka menemukan kita, lihatlah ke belakang," ujar Gerald, sambil terus mempercepat langkah kakinya. Dan benar saja 2 orang lelaki berjas hitam serta berkacamata hitam itu, sedang berlari mengejar mereka berdua.
Gerlad dan Clara pun segera masuk ke dalam lift untuk menuju ke lantai atas. Setidaknya dengan cara seperti ini, ia bisa sedikit mengulur waktu agar para lelaki suruhan keluarga Alantska itu tak bisa menangkapnya.
Namun sialnya, ketika lift terbuka, ternyata sudah ada dua orang lelaki berjas hitam yang siap menghadang mereka.
"Sial." umpat Gerald begitu terkejut.
Bersambung...
Lanjut gak nih? Yang mau lanjut komen dulu dong, biar author tahu seantusias apa kalian nunggu kelanjutannya. Insyallah kalau yang komen banyak, bakalan author up tiap hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Alizabeth
lanjut thorrr seru 👍👍👍
2021-04-15
3