"Penyakit maag pasien kambuh, tolong atur pola makannya," ujar dokter pada Ustadzah Laili dan Ustadz Hafid yang menjadi perwakilan dari pihak pesantren membawa Cika ke rumah sakit.
"Apa perlu pasien rawat inap, Dok?" tanya Ustadzah Laili.
"Tidak perlu, Bu. Pasien bisa pulang hari ini. Hanya perlu istirahat dan mengatur pola makan saja. Saya akan memberikan resep obat," jawab dokter.
Setelah berbicara panjang dengan dokter mereka keluar dari ruangan dokter tersebut.
"Kita nggak menghubungi keluarganya, Kak?" tanya wanita berjilbab lebar itu, meminta pendapat kakaknya yang tak lain Ustadz Hafid.
"Tidak usah, Dek. Santri putri itu juga bisa pulang ke pesantren hari ini. Kondisinya tidak terlalu buruk, kamu masuk lihat kondisinya sekarang."
"Na'am, Kak," sahut Ustadzah Laili menuruti.
***
"Inilah akibat berbohong, apa yang kamu ucapkan ada doa. Dan, doa kamu dijabah sama Allah," ucap Ustadz Hafid membuka keheningan yang terjadi di dalam mobil.
"Ustadz menyindirku?" tanya Cika dengan suara jengkel.
Ustadzah Laili hanya diam menyimak, perdebatan yang mulai terjadi di dalam mobil itu.
"Nggak, ustadz hanya mengingatkan, berbohong itu tidak baik dan mendapatkan dosa dari Allah. Santri baru suka sekali bikin masalah. Ini baru satu hari, kasus pelanggaran yang kamu buat sudah sepuluh kasus. Astaghfirullah ...." Ustadz Hafid yang duduk di samping sopir itu mengelus dada dan menggelengkan kepalanya. Istighfar terus terucap di bibir pria yang menggunakan baju koko itu.
"Oh!" Cika menjawab acuh. Melipatkan kedua lengannya di depan dada.
Cika sudah tampak cantik dengan seragam putih abu-abu. Kali pertama sekolah menggunakan jilbab, dihias bros mutiara kecil di dadanya. Hari ini, hari pertama bagi Cika masuk kelas dari hari-hari sebelumnya berada di pesantren.
"Kok aku nggak pernah lihat, santri putra ya, Din? Santri putri dan putra di pisah, ya?" tanya Cika sambil memasukkan buku-buku pelajaran hari ini ke dalam tasnya.
Dinda yang sedang memakai jilbab di depan cermin menoleh ke arah Cika.
"Iya memang dipisah, Cika. Di sini memang ada batasnya untuk bergaul. Untuk menghindari terjadi fitnah," jawab Dinda.
Cika manggut-manggut mengerti. "Beda banget di sekolah umum ya, apa proses belajar juga beda?"
"Nggak beda Cika, sama aja pembelajaran di sekolah umum. Cuman di sini lebih mengutamakan ilmu agama. Proses belajar juga sama kok. Suasana kekeluargaan sangat kental disini," celutuk Novi yang sudah rapi dengan seragam sekolah.
Setelah mereka bertiga sudah siap, ketiga gadis itu berjalan beriringan untuk masuk ke kelas masing-masing. Cika mengambil jurusan IPA, sementara kedua sahabat barunya itu mengambil jurusan IPS.
Lambaian tangan memisahkan mereka bertiga, Cika mempercepat langkah kakinya saat bel masuk sudah berbunyi. Pikiran Cika sudah tidak karuan karena jam pertama yang dia ketahui pelajaran Ustadz Hafid. Jika dirinya terlambat bisa habislah riwayatnya.
Benar saja. Cika terlambat masuk dua menit dari Ustadz Hafid. Ustadz Hafid sudah duduk manis di dalam kelas. Cika memundurkan langkahnya kebelakang. Nyali gadis ini tiba-tiba menciut untuk membuat ulah lagi setelah mendapat teguran keras dari pihak pesantren.
'Kenapa harus telat di saat seperti ini sih,' jerit Cika dalam hatinya. Dia berdiri mematung di tengah pintu.
"Hem ... telat lagi?" Ustadz Hafid sudah berdiri di depan pintu. Menatap lekat gadis yang menunduk kepalanya. Ustadz Hafid menggelengkan kepalanya pelan, santri putri baru itu selalu saja terlambat dalam hal apapun.
Cika mendogak kepalanya perlahan-lahan lalu mengangkat kedua jari tangannya membentuk huruf V.
"Maaf, Tadz," sahutnya sambil cengir kuda.
"Kurang disiplin!" Suara Ustadz Hafid tegas.
Cika mengembungkan kedua pipinya. "Aku nggak kurang disiplin kok Ustadz, aku hanya tadi lama jalannya," sanggahnya membela diri.
"Itu sama saja."
"Nggaklah, beda Ustadz!"
"Mau saya hukum kamu?"
Cika langsung berhenti berbicara setelah mendengar ancaman itu.
Cukup menarik menyaksikan perdebatan antara ustadz Hafid dan Cika bagi santri putri lainnya. Karena hanya Cika yang berani menjawab di saat ustadz Hafid sedang berbicara.
"Kamu boleh masuk, tapi nanti sore bersihkan gudang pesantren!" Ustadz Hafid berjalan kembali ke dalam kelas dan duduk di kursinya.
"Ya, Ustadz. Kok hukum lagi sih?" tanya Cika dengan nada suara sedikit jengkel.
"Mau ustadz tambah lagi? Duduk ke bangkumu!" perintah ustadz Hafid dengan datar dan kembali membuka buku yang ada dihadapannya bersiap melanjutkan materi.
'Sabar Cika, kalau bukan seorang ustadz mungkin aku udah cakar muka tuh ustadz,' batin Cika mencebik kesal dalam hatinya dan segera duduk ke tempat duduknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
KLO DI PONPES MERTUAKU, PARA PENGAJAR SANTRIWATI, SEMUANYA USTADZAH, BIAR TDK ADA PANDANGAN YG MNGANDUNG HASRAT, DN MNJADI ZINAH MATA & ZINAH HATI.., JARAK MESS SANTRI CEWEK & COWOK JUGA DIBATASI TEMBOK YG CUKUP TINGGI, SKITAR 6 METER, AKSES MNUJU MESJID, DN KANTOR PONPES JUGA TRPISAH,, JDI PARA SANTRI CWEK & CWOK, USTADZAH & USTADZ TDK BRINTERAKSI..
2023-08-24
0
Ely eliayan
lanjut thor
2023-08-11
0
Hera
dasar nih si cika
2022-05-15
0