Jenazah Bang Bagas sudah dibersihkan, dan sekarang, sudah ditutup kain putih. Hanya tinggal menunggu para sahabat nya yang lain untuk menjemputnya.
Aku masuk duduk disamping berankar Jenazahnya. Tangis ku pilu, begitu sakit rasanya hingga sesak dadaku.
Para sahabat tak berani melerai ku disana, mereka hanya bisa melihatku dan sesekali memberi semangat.
Aku merasa lelah, kusandarkan kepalaku di kaki brankar. Tiba-tiba tangan kaku Bang bagas terjatuh, tepat dikepalaku. Ku lihat jelas cincin pertunangan kami masih melingkar di jari manis nya. Begitu pas, dan begitu indah dimataku.
Ku genggam erat tangan nya yang mulai dingin, ku cium dengan penuh kasih sayang. Perlahan, ku lepas cincin dari jari manisnya itu.
"Bang... Cincin nya By lepas ya. Maaf, By harus ikhlasin Abang, supaya Abang pergi nya lebih tenang Bang. " Ucapku saat itu.
Setelah melepasnya, aku kembali berdiri dan melipat tangan nya kembali. Ku buka sedikit penutup kepalanya, dan mencium keningnya yang masih ada noda darah sedikit disana.
"By... Rombongan udah dateng, kami mau jemput Bagas pakai mobil kantor. Setelah itu, kami semayamkan di kantor aja. Besok pagi baru dimakamkan. " Ucap Bang topan.
"Dirumah By aja Bang. " Jawabku.
"Ngga enak lah By, disana udah tegak tenda buat pesta. "
"Toh pestanya ngga jadi Bang... Ngga papa jadi tenda kematian Bang bagas. Nanti Bunga-bunga nya, ganti sama bendera kuning ya Bang. By mau telpon Ibu sama Bapak dulu. " Jawab ku padanya.
"Hallo Pak, " Sapa ku ditelpon.
"Iya Nak, gimana? Bapak udah dengar semuanya. " Jawab Bapak.
"Jenazah disemayam kan disana aja ya Pak. Boleh? "
"Yaudah... Arahkan Ambulance kemari, Bapak siapin tempatnya. Orang-orang juga udha banyak yang mau melayat. Kamu yang sabar ya Nak. "
"Iya Pak... " Jawabku dan menutup telpon nya.
"Bagaimana By?" Tanya Bang Topan lagi.
"Bawa kerumah By bang. Bapak dan para pelayat sudah siap. Segera urus ambulance nya, By dampingi."
"Engga By... By disini aja, Abang aja yang urus. Kamu temani jenazah Bagas aja. " Jawabnya.
Tak lama kemudian, Jenazah Bang bagas mulai dinaik kan ke Ambulance, aku duduk disampingnya mencoba untuk tegar, dan tak menangis lagi. Namun, ternyata itu sulit, begitu berat bagi ku terutama saat melihat wajahnya yang sudah pucat.
Lima belas menit kemudian, kami sampai dirumah, disambut Bapak dan pelayat lain nya. Mereka membantu mengangkat Jenazah, dan membaringkan nya ditempat yang sudah dipersiapkan.
"Malam ini, Abang nginep disini dulu ya. Besok baru By anter kerumah baru Abang. " Ucapku.
Semua orang terisak melihat keikhlasan ku. Mereka menyayangkan semua yang sudah terjadi. Ada yang tulus berbela sungkawa atas nasibku. Dan ada juga yang menjadikan nya bahan pembicaraan.
"Nak... Sekarang kamu mandi, tengok lah baju mu, penuh darah begitu. Ngga enak dilihat orang. " Ucap Ibu.
"Iya Bu... By mandi dulu. Ini cincin Bang Bagas udah By lepas. Ibu simpan ya, " Pintaku.
"Iya Nak akan Ibu simpan dengan baik. " Jawab Ibu.
Aku segera mandi dibelakang. Samar-samar ku dengar mereka yang sedang berbicar tentang ku.
"Kasihan bener si Ruby, tenda pernikahan malah jadi tenda kematian gitu."
"Iya... Tapi aku ngeri juga ngelihatnya. Kenapa macam orang tak sedih dia itu, ngelepas tunangan nya pegi? "
"Ngga tahu lah... Tapi setelah ini, kita jaga anak bujang kita ya, jangan dekeat dengan Dia. Aku takut, Ruby itu bawa sial. "
Mereka langsung diam saat aku keluar dari kamar mandi. Dan menutup mulut masing-masing.
"Udah mandi By? " Tanya salah seorang dari mereka.
"Iya." Jawabku pelan.
Aku langsung masuk ke kamar, mencoba tak ambil pusing dengan semua yang mereka katakan. Tak tahu kah mereka, jika aku lah yang paling terpukul saat ini.
Tapi sayangnya, tanganku yang hanya Dua, hanya mampu menutup telinga ku, tanpa bisa menutup mulut mereka.
"Huftzzz... Sabar By, sabar. Bahkan Jenazah Bang Bagas belum dikebumikan, tapi sudah ada saja yang begosip. " Gumam ku.
Malam itu, semua orang yang melayat sudah pulang. Hanya aku sendiri termenung disebelah tubuh yang membeku itu. Ku bacakan surat Yasin untuk nya berkali-kali, karna memang hanya itu yang mampu ku berikan.
Aku tertidur disebelah jenazahnya. Dan aku bermimpi, seolah aku kembali disaat kami baru pertama mengenal. Begitu indah dalam mimpi itu, hingga tanpa terasa air mata ku mengalir kembali.
.
.
.
Adzan subuh berkumandang, segera ku laksanakan shalat subuh.
Setelah itu, semua pelayat kembali datang, bahkan beberapa diantara mereka adalah tamu yang berniat menghadiri pestaku lebih cepat.
"Loh pak... Kok bukan pesta. Bukanya harusnya hari ini udah mulai? " Tanya seseorang.
"Maaf Pak... Pestanya ngga jadi, pengantin Pria nya meninggal tadi malam." Ucap pak Rt.
"Inalillahi wainailaihi rajiun... Ruby mana pak? " Tanya sang istri.
"Didalam Bu, masuk aja. "
Sang Istri yang bernama Bu Ratna langsung masuk, dan menemui ku yang sedang termenung dikamar.
"Rubby... Ya Allah By, kenapa ngga ngasih kabar Ibu Nak. " Tangis Bu ratna sambil. Memeluk ku.
Bu Ratna adalah orang yang bida dibilang adalah Mak comblang kami. Beliau yang mempertemukan kami pada saat masih sama-sama menjadi seorang pegawai magang dikantor nya.
"Bu... Maaf, By ngga tahu harus gimana? By cuma bisa bingung dengan semua keadaan ini." Balasku, dan tangisku kembali pecah dalam peluk kan nya.
"Ya Allah By... Yang sabar ya sayang. Ini cobaan buat kamu. Andai saja kita bisa mengulur waktu sebentar sayang. " Ucap Bu Ratna.
"By... Kami mau memandi kan Jenazah. Tapi maaf, By belum boleh ikut karna By bukan muhrim nya. " Ucap Pak ustadz.
"Iya Pak, ngga papa. By tunggu disini. " Jawabku.
Ku seka air mata ku kembali, dan aku keluar menunggu jenazah Bang Bagas yang sebentar lagi dikafani.
"Udah selesai By, Rubby mau ngucapin kata-kata terakhir? " Tanya Pak ustadz tadi.
"Engga Pak... Rubby udah bilang tadi malem. Sebaik nya Abang segera dimakam kan, itu lebih baik kan. " Jawabku.
Prose mengkafani selesai. Jenazah dishalatkan. Dan segera dibawa ke makam.
Aku ingin ikut, tapi sayagnya, aku jatuh pingsan saat keluar dari pintu. Untung ada Bu Ratna dibelakang dan langsung menopang ku.
"Astaghfirullah... Rubby, By dirumah Aja ya, Ngga usah ikut. " Ucap Bu Ratna.
Bang Halim sepupu ku, langsung membopongku kekamar, dan menidurkan ku.
"By disini saja. Biar Abang urus semuanya. " Ucap Bang Halim.
Aku hanya diam tak menjawabnya, hanya mengangguk kan kepala, dan memiringkan tubuh ku saat itu.
"Maaf Bang... By ngga bisa anter Abang, By takut ngga kuat." Ucapku seraya menatap foto prewedku yang seharusnya menjadi pajangan saat pesta ku nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Mamah Kekey
udah baca tapi lupa mampir kk 🙏
2024-02-02
0
Ika Pratiwi
uda baca 3x tp masih masih tetep mewek 😭😭
2023-11-20
0
☠☀💦Adnda🌽💫
orang lg berduka ko mulut tetangganya pada nyinyir gitu... iket aj tuh mulut pake karet biar maju mulutnya kyk mulut bebek 🤭🤭🤭
2023-06-02
0