MADU PILIHAN ISTRIKU (RUBBY)
Siang itu.
"Bang, ngga nyangka ya, bentar lagi kita jadi suami istri. " Ucapku pada Mas Bagas yang kebetulan sedang main kerumah.
"Iya, Abang juga udah deg-deg'an menuju ijab qabul. Semoga aja, nanti dalam satu tarikan ya By. " Jawabnya.
"Iya Bang. By juga, kayaknya kalo selesai dalam satu kali tarikan nafas itu, rasanya bangga banget. Sering-sering latihan ya Bang. " Balasku lagi.
"Iya, memang deg-deg'an. Tapi, kalian harus inget dong, sebentar lagi kalian mau nikah, kalian udah ngga boleh sering ketemu, Pamali." Sahut Ibu dari. Dapur.
"Ibu, masih percaya aja sama yang begituan. Ini jaman udah beda Bu. "
"Ah, kamu ini By. Kalo dibilangin pasti gitu. " Ucap Ibu kesal.
"Yaudah, abang pulang dulu lah dek. Nanti Ibu ngomel lagi, bener juga kata Ibu, kita jangan sering-sering ketemu sekarang. Supaya nanti berasa lebih rindu. " Ujar Bang Bagas.
"Hehe... Yaudah, sana pulang. Hati-hati tapi ya. Jaga kesehatan, jangan ngebut dijalan. Inget, bukan hanya target keuangan yang harus dikejar, tapi aku juga. " Pesan ku.
"Kalo kamu kan udah dapet. Hehe" Ledek nya dengan mengengkol motor dan pulang.
"Kamu ini By, kalo dibilangin itu jangan ngebantah aja. Boleh aja kamu bilamg itu mitos, tapi setidaknya kamu iya'in aja. " Omel Ibu.
"Iya iya Bu... Lagian orangnya juga udah pulang sih. "
"Terus kami kayak gitu. Udah sana siap-siap. Bukan nya mau dinas siang kamu? "
"Oh iya ya Bu, By lupa. Makasih Bu, udah ingetin. " Ucapku sambil mencium pipinya.
Aku Ruby, Aku adalah seorang perawat yang bekerja disalah satu RSUD dikota ku. Tiga hari lagi aku akan menikah. Ya, dengan Bang Bagas, kekasihku yang selama 3 tahun menjalin hubungan dengan ku. Dan sesuai rencana, Tiga hari lagi kami akan melaksana kan ijab qabul., untuk meresmikan hubungan kami.
Kisah cinta kami penuh lika liku, bahkan hampir tak direstui Ibu dan Bapak ku. Karna, Bang bagas hanya bekerja sebagai depcolektor disebuah koperasi swasta. Pekerjaan yang tidak menjanjikan masa depan menurut mereka.
"Eh... Calon penganten baru kenapa belum ambil libur?" Ucap Dinda sahabatku.
"Ini dinas terakhir kok. Siapa tahu kan banyak pasien." Jawabku.
"Ish... Kayak ada yang ditunggu aja. " Celetuk Dian.
"Udah ah, mulai kerja... Ngerumpi mulu ntar kena tegur kepala IGD lagi. " Sahut Witri.
Kami hanya tertawa bersamaan, dan kembali dengan pekerjaan kami. Mengecek alat, persediaan obat, dan menunggu pasien yang kemungkinan akan datang.
Hingga sore tiba, semua terasa sepi, tak ada satu pasien pun datang. Hingga nenjelang maghrib, sebuah mobil datang, seorang laki-laki turun memapah istrinya yang sedang hamil besar. Aku segera mengambil brankar, dan mendatangi pasien tersebut.
"Selamat sore Ibu, ayo baring disini aja, biar didorong sampai ruang observasi. "
Sang Ibu menurut, dan segera kubaea sesuai tujuan.
Rekan ku yang lain mendata pasien, dan menghubungi ruang Vk untuk menerima pasien baru.
"Maaf Bu, ini kehamilan pertama ya? Saya periksa dulu sebentar ya, " Ujarku.
Ibu tersebut hanya mengangguk dan menggigiti bibirnya, karna menahan nyeri.
"Wah,,, sudah buka empat Bu, sebaik nya saya antar keruangan Vk aja ya kami sudah menghubungi mereka agar menyiapkan tempat." Bujuk ku.
"Iya mba, sakit sekali rasanya. Sepertinya sudah mau keluar. " Jawab Ibu.
"Masih lama, sabar saja ya Bu. Atur nafas, dan kelola stres. " Ucapku untuk menenangkan nya.
"By, ruang Vk udah siap katanya. " Panggil Dinda.
"Yaudah, siapin statusnya biar aku anter." Balasku.
Segera ku persiapkan semua yang diperlukan, bahkan aku pun sudah memasangkan infus padanya.
"Ibu mau naik kursi roda aja apa naik brankar? " Tanya ku.
"Naik kursi roda aja Mba. Naik brankar kasihan mba nya, berat. "
"Oke... Kita pindahin ya."
Setelah siap semua nya, aku mendorong nya menuju ruang Vk.
Saat aku pergi, ada sebuah mobil lagi yang datang, dan ku dengar adalah pasien kecelakaan motor. Tapi, aku tak terlalu menghirau kan nya.
"Mba nya udah lama kerja di RSUD? "
"Udah dua tahun Bu. " Jawabku.
"Oh... Pantes cekatan, kerjaanya rapi. Sudah PNS? "
"Belum Bu, baru honorer. Tapi sayang kalo ngga kerja, ijazahnya nganggur. Jadi. Telatenin aja lah. "
"Iya Mba, ditelatenin aja dulu. Siapa tahu, suatu saat diangkat ya. "
"Aamiin... Eh, udah sampai Bu, sebentar ya, saya laporan sama Bidan sini. "
"Mba Kuke, ini pasien dari IGD tadi. " Panggil ku.
"Oh, iya By... Makasih ya, sini laporan nya. Dan, itu tadi sih Dinda sms aku, katanya kamu harus cepet balik ke IGD. "
Ucap Mba Kuke.
"Hah... Kenapa? "
"Ya ngga tahu udah sana balik. " Usirnya padaku.
Aku menuruti nya, tapi aku berjalan dengan santai, seraya mendorong kursi roda kosong ku.
"By! " Teriak Dinda.
"Apa? Kenapa? " Tanya ku heran.
"Aku udah pesenkan supaya kamu ceoet balik, kenapa malah santai? "
"Emangnya kenapa? Ada pasien tabrakan beruntun?"
"Engga By, cuma satu. Tapi kritis. "
"Cuma satu masa ngga bisa handle? "
"Ya Allah By. Gimana aku jelasin nya? Ayo lihat sendiri lah. " Ucap Dinda yang langsung menyeretku dengan kasar.
Di IGD aku melihat Bang topan sedang duduk termenunh dikursi tunggu.
"Bang Topan, Ngapain disini ada yang sakit?" Tanya ku.
"Eng... Anu By, itu. "
"Byyy! " Panggil seseorang dari ruangan tindakan. Aku sangat kenal suara itu, apapun kondisinya.
"Bang Bagas? " Aku berjalan pelan, menghampirinya.
Ku lihat, beberapa rekan ku sedang memberi tindakan padanya, ada yang menjahit luka, ada yang membersihkan darah dari tubuhnya. Tapi, yang ku lihat, darah dari kepalanya seperti mengucur deras, hingga membuatnya sangat lemah.
"Bang... Abang kenapa Bang? " Lirihku.
"Maafin Abang By... Abang ngga bisa tepatin janji Abang sama By. Abang sudah ingkar."
"Bang, abang ngga boleh gitu Bang, luka abang bisa disembuhin kok. Sini, biar By aja yang jahit luka nya. Nanti pasti cepet sembuh. "
"By, pendarahn dikepalanya benar-benar parah. Bahkan operasi pun sekarang percuma. " Ucap dokter Hans.
"Engga, biar saya aja yang jahit lukanya. Segera siapin ruang operasinya, nanti saya bantu anter ya Dok. " Bujuk ku.
Mereka hanya diam, menyingkir dari meja tindakan.
Aku perlahan menjahit luka dikepala Bang bagas. Namun, sebelum tuntas jahitan itu, Bang bagas diam dan tak bergerak lagi.
"Bang, abang tunggu bentar jahitan nya selesai ya. " Ucapku dengan air mata mengalir.
"By... Udah By, Bang bagas udah ... "
"Engga Din... Bang bagas cuma diem karna nahan sakit, dia belum pergi. " Jawabku.
Dinda menarik punggungku, dan mengarahkan pandangan ku ke matanya. Sehingga aku menangis histeris saat itu.
"Aaarrrghhh! Engga... Bang bagas ngga boleh pergi secepat ini. Bang bagas harus tepatin janjinya dulu! "
"By, sabar By... Semuanya udah takdir. "
Aku menangis sejadi-jadinya dipelukan Dinda. Dan Ia pun mrmbawaku menyingkir dari meja tindakan.
Dokter Hans mengambil alih semua, hingga jenazah dibersihkan.
"Baaaang! Bangun Bang! Jangan tinggalin Ruby Bang... " Teriak ku pilu.
Namun, semuanya tak berguna, karna Bang bagas sudah benar-benar pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
☠☀💦Adnda🌽💫
baru mulai udah dibikin mewek hua..... 😭😭😭
2023-06-02
0
Ⓜ️
ceritanya Bagus Mengharukan Sedih...😭😭😭
2022-11-23
1
Shautul Islah
aku mampir thor.mudah2han betah
2022-09-09
0