Surat Perjanjian

Darco yang baru saja memberanikan diri mendekati wajah Nindy saat berbicara merasakan hal aneh. Kemudian ia berjalan masuk kamar dan cepat-cepat menutup pintu. Darco berjalan mondar-mandir di depan cermin, detak jantungnya semakin kencang, ada aliran hangat mengalir ke seluruh tubuh yang menimbulkan rasa yang ia sendiri tidak tahu apa maksudnya dan bagaimana menyelesaikannya.

"Penyakit apa ini? Apa aku mau mati? Apa Karena ini Daddy memasukkanku ke sekolah homogen?" Kata Darco dalam hati

Karena kondisinya tak lekas pulih, Darco berjalan keluar kamar, naik ke lantai tiga memasuki ruang olahraga. Ia langsung mengayuh sepeda statis hingga tubuhnya yang berotot jadi berkeringat. Tinggi badannya yang mencapai 170 cm membuat Dia seakan bukan anak remaja lagi. Hampir satu jam Darco berolahraga, kemudian ia menatap wajahnya di cermin besar yang ada diruangan itu, masih penasaran dengan apa yang baru saja ia rasakan.

“Ah, sepertinya ruangan ini sangat berguna selama aku tinggal dengan Bu Nindy,”

Kemudian ia tidak sengaja melihat Nindy dipantulan cermin, berjalan pelan-pelan memasuki ruangan itu.

“Sepertinya ada kucing yang mengikutiku kesini,” kata Darco dengan sengaja.

Nindy yang mendengar itu langsung menghentikan langkahnya, ia bermaksud mengejutkan Darco, namun ia sendiri yang kaget karena ketahuan. Ia tidak menyadari kalau Darco bisa melihat dia dari cermin besar diruangan itu.

“Kenapa tidak bilang kalau kamu mau ke ruangan ini? Aku kesulitan mencarimu dari tadi,” Kata Nindy mengacuhkan sindiran Darco.

“Apa aku harus melaporkan ke Ibu semua aktifitasku?”

“Tidak usah diperpanjang, aku mau bilang sesuatu,” kata Nindy yang dengan semangatnya menarik tangan Darco kemudian duduk di kursi bagian belakang ruangan itu.

“Jangan bilang mau ajak pindah rumah?” Tanya darco penasaran dengan gelagat Nindy.

“Aku tidak tertarik lagi membahas itu, ada hal yang lebih penting yang harus kita bicarakan,”

“Jangan berbelit-belit,” kata Darco yang sudah tidak sabar menunggu penjelasan Nindy.

“Begini, masa depanmu masih panjang, perbedaan usia kita terlalu jauh, dan kamu belum seharusnya masuk kedunia pernikahan. Jadi aku mau kita berpisah,” kata Nindy dengan penuh keyakinan sambil menatap wajah Darco.

“Kenapa hanya aku yang jadi pertimbangan bagi Ibu? Kenapa bukan tentang Ibu? Bukankah usia Ibu sudah 28 Tahun?” Ketus Darco yang merasa kurang senang membahas perpisahan dengan Nindy.

“Karena kamu seorang pelajar, Aku seakan melakukan kesalahan yang sangat fatal dengan adanya pernikahan kita, ini sangat mempermalukanku. Tolong mengerti aku Darco,” Jawab Nindy dengan suara bergetar.

“hmmm, empat bulan lagi statusku sudah bukan pelajar lagi, jadi bersabarlah dan aku tidak mau berpisah dengan Ibu,” Balas Darco tanpa menatap wajah Nindy.

Nindy menggeser posisi duduknya untuk bisa menatap wajah Darco, matanya yang menunjukkan ketulusan membuat Nindy merasa dikasihani.

“Baiklah, kita tidak akan bercerai sekarang, tetapi setelah kamu tamat sekolah, aku akan menemanimu hingga kamu menyelesaikan ujian akhir.” Jawab Nindy kembali meyakinkan Darco. Sementara Darco hanya diam sambil memainkan tali skipping.

“Diam mu aku anggap setuju,” Tambah Nindy karena Darco tidak menanggapi perkataannya.

“Sepertinya lebih baik begini,” Darco mengguman dalam hati.

“Oke, aku setuju, tapi jangan salahkan aku jika Ibu bisa berubah pikiran dalam empat bulan ini,” Jawab Darco dengan penuh penekanan.

“Ja-jadi kamu setuju, terimakasih anak nakal, kamu jangan khawatir, aku pastikan tidak akan berubah pikiran,” Imbuh Nindy sambil tersenyum bahagia dan refleks memeluk Darco. Darco kaget dan hanya diam membisu tanpa membalas pelukan Nindy. Beberapa saat kemudian Nindy sadar dan langsung menjauh dari Darco.

“Waduh, bisa-bisanya aku bersikap begini, semoga Darco tidak salah paham,” kata Nindy dalam hati sambil merapikan rambutnya.

“Aku sudah membuat aturan yang harus kita sepakati saat tinggal bersama, silahkan kamu baca,” Tambah Nindy sambil menyodorkan selembar kertas. Ia berusaha mengalihkan pikiran darco.

Darco meraih kertas yang diberikan Nindy dan membacanya dengan teliti. Darco merasa kesal hingga wajah putihnya terlihat sedikit memerah, meskipun dia belum mengerti semua tentang pernikahan tapi dia merasa senang dengan keberadaan Nindy disampingnya. Aturan-aturan yang ditulis Nindy seakan merugikan dia.

“Apa-apaan ini? Kenapa ibu selalu menganggapku anak kecil? Aku sudah besar, sudah dewasa dan mengerti isi perjanjian ini, Aku tidak mau dipersulit” Balas Darco dengan suara tinggi.

“Tidak ada yang dipersulit dan tidak ada yang dirugikan disini, semuanya demi kebaikan kita berdua,” Kata Nindy perlahan.

“Terserah Ibu saja, yang penting aku tidak mau terlalu banyak aturan,” jawab Darco singkat.

“Kenapa?”

“Karena aturan hanyalah untuk dilanggar, jadi percuma saja,” Jawab Darco asal sambil mengangkat kedua bahunya.

“Huhf… Aku tidak akan memaksamu menandatangani ini silahkan kamu pikirkan lagi, aku tunggu jawabannya besok,” kata Nindy setelah menarik nafas dalam-dalam kemudian berlalu meninggalkan Darco.

Darco kembali menatap kertas ditangannya, membaca ulang tulisan Nindy.

"Hmmm, baiklah, Aku ikuti kemauanmu," Kata Darco yang tiba-tiba mendapatkan ide. Ia mengambil pulpen dan mengganti beberapa aturan yang ditulis Nindy.

setelah selesai, Darco kembali membaca ulang, ia tersenyum bahagia. Apalagi melihat Tanda tangan Nindy dibagian bawah kertas itu.

"Hamm. aturan ini lebih menyenangkan, Ibu harus setuju,"

Darco turun kelantai dua menemui Nindy,

"Ini surat perjanjiannya, aku setuju," kata Darco sambil meletakkannya di meja riaa Nindy.

"Kenapa buru-buru? pikirkan dulu, besok kita bicarakan lagi." jawab Nindy kemudian bangkit dari duduknya.

"Tidak perlu, aku sudah menanda tanganinya, silahkan ibu cek."

Nindy meraih kertas itu dan membukanya, Ia senang karena ternyata darco sudah menandatanganinya. Namun Nindy kaget karena beberapa aturan sudah diubah dan dia sudah terlanjur menandatangani sebelum dibicarakan dengan Darco.

Nindy kembali membaca aturannya satu persatu.

"Astaga... Kenapa bisa aku begitu ceroboh dalam urusan ini?"

"Kenapa kamu ubah aturannya?" tanya Nindy singkat

"Ya, yang namanya perjanjian harus ide dari kedua belak pihak dong, kalau cuma dari Ibu namanya pemaksaan kehendak. Aku pasti tidak mau," jawab Darco merasa menang.

"Tapi tetap saja ini sudah tidak berlaku karena banyak coretan, dan ada perbedaan tulisan," Kata Nindy tidak mau kalah.

"Kalau gitu kita batalkan perjanjiannya, memperumit keadaan saja,"

"Hamm, sepertinya tidak masalah karena aturan nomor sembilan tidak diubah oleh Darco, itu yang paling penting," Guman Nindy dalam hati. Dia tersenyum karena masih merasa menang dari Darco.

"Oke, tidak masalah, Aku setuju dengan perjanjian ini,"

"Jika Ibu melanggar, kesepakatannya batal karena ibu yang memulai semua ini ," Balas Darco.

" Oke, itu juga berlaku untukmu, tapi aku TIDAK mau perjanjian ini batal," Jawab Nindy dengan tegas.

"Siap Bu dosen, aturan nomor sebelas kita mulai minggu depan ya," Balas Darco sambil tersenyum kemudian berlalu meninggalkan Nindy.

"Tu-tunggu," Nindy berusaha menahan Darco namun tidak berhasil.

"sepertinya aku kembali terjebak, kemaren masih anak remaja setelah menikah menjadi pria dewasa,"

Terpopuler

Comments

Prilia Sari

Prilia Sari

Lanjut thor

2021-05-28

0

Henz

Henz

lc

2021-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!