Flashback
Nindy meraih telepon genggamnya yang sudah beberapa kali berdering, terlihat di layar ada panggilan dari ibunya. Nindy gugup dan takut,
"Ayah pasti sudah memberitahu Ibu," Nindy hanya menatap layar teleponnya hingga berhenti berdering, ia gelisah berjalan bolak-balik mengelilingi kasur.
Kemudian handphonenya kembali berdering,
Nindy pelan-pelan menekan tombol hijau sambil memicingkan matanya.
"Assalamualaikum Bu," Nindy memberanikan diri menerima panggilan telepon dari ibunya.
"Hai anak kurang ajar, anak tidak berguna, ternyata begini kelakuanmu tinggal di kota, percuma kau sekolah tinggi tetapi tidak ada akhlak. Kau dengan beraninya mencoreng nama baik keluarga kita dan mulai hari ini aku juga berani mencoretmu dari kartu keluarga kau bukan anakku lagi." teriak ibu diseberang sana, suaranya seakan memecahkan gendang telingaku.
"Ibu tolong dengarkan dulu penjelasanku, ini hanya salah paham," Nindy menangis mendengar kata-kata ibunya.
"Tidak ada lagi yang ingin ibu dengar darimu Jangan panggil aku Ibu mulai sekarang," bu Ratih langsung menutup teleponnya.
" i-ibu, aku mohon," sambungan panggilan terputus, Nindy menangis sekuatnya Ia tidak menyangka ibunya semarah itu, hingga larut malam ia menangis dan menangis. Nindy
terus berfikir bagaimana caranya menghentikan pernikahannya dan membuktikan kalau dia tidak bersalah.
"seandainya kontrakan ini ada CCTV-nya, tentu tidak akan sesulit ini." air matanya kembali jatuh,
***
Sementara di hotel Darco yang baru bangun masih terbaring diatas kasur sambil memeriksa gawainya.
Ia segera bangkit dan berjalan ke arah luar karena seseorang mengetuk pintu kamarnya.
Darco kaget karena yang datang itu adalah Pak Mulyadi, ayahnya Nindy, dengan sedikit gugup ia mempersilahkan masuk.
"Saya ke kamar mandi sebentar ya pak," kata Darco setelah mempersilahkan pak Yadi duduk.
"silahkan nak," kata pak Yadi sambil tersenyum tenang, ia merasa bersyukur karena ada kesempatan untuk berbicara dengan Darco sebelum melangsungkan pernikahan putrinya.
15 menit kemudian Darco selesai dan segera duduk di sebelah pak Yadi.
"Sudah berapa lama kamu kenal dengan Nindy?" kata pak Yadi memulai pembicaraan.
"Baru tiga bulan Om,"
"Tiga bulan? pacaran nya sudah berapa lama?" kata pak Yadi dengan wajah sedikit bingung.
"kami tidak pacaran Om."
"Jadi kalian berbuat sejauh itu tanpa hubungan pacaran?"
"Kami tidak berbuat sejauh itu Om." kata Darco tanpa ekspresi.
Pak Yadi makin bingung dengan jawaban Darco.
"Huhf, terserah kalian, bagaimanapun pernikahan sudah disiapkan oleh ayahmu. Om tahu kamu belum siap dan mungkin saja juga belum mengerti tentang pernikahan, jadi kamu harus mulai belajar dari sekarang karena Om mau ini pernikahan pertama dan terakhir buat Nindy. Anak Om itu pintar, berambisi tinggi mengejar mimpinya tetapi bodoh masalah percintaan. Walaupun ia lebih tua darimu, ia tetaplah seorang perempuan yang tentunya ingin dilindungi dan merasa nyaman dengan pasangannya." jawab pak Yadi.
"Iya Om, saya mengerti,"
" Om minta tolong jaga anak Om, Kejadian ini jangan sampai membuat dia bunuh diri dan kamu sebagai laki-laki harus kuat dan bertanggung jawab,"
"Baik Om, saya akan ingat nasehat om."
"Bunuh diri? Apa wanita serapuh itu?" Darco terdiam sejenak mencerna kata-kata pak Yadi.
"Om yakin kamu bisa, Om mempercayakan anak Om padamu," kata pak Yadi sambil menepuk lengan darco.
"terimakasih Om,"
"Ya sudah sekarang kamu siap-siap dan setelah itu tolong hubungi Nindy Karena Om telepon dari tadi tidak diangkat," Pak Yadi bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar Darco.
"Baik Om,"
"Hmm, Ibu Nindy yang harus menjaga dan melindungiku," kata Darco dalam hati sambil mengetik nama Nindy di Kolom pencarian kontak namun tidak ditemukan, seketika dia ingat dan mencari nama Ibu dosen kemudian menghubunginya.
Flashback Off
Paginya, Nindy bangun terlebih dahulu karena telepon genggam Darco berdering beberapa kali.
"Aku di mana? kenapa tempat tidurnya terasa berbeda?"
"Ya Tuhan anak 17 tahun itu suamiku? Bagaimana aku akan menjalani hari-hari setelah pernikahan ini?" kata Nindy ketika matanya melihat seseorang yang tidur di sofa.
"Oh ya hari ini aku kan harus ke kampus," kemudian Nindy segera mandi dan ganti pakaian.
saat melihat pantulan Darco dari cermin, ia ingat kalau Darco harus sekolah.
"Bangun Darco bangun," Nindy memukul lengan Darco beberapa kali namun namun Darco tidak kunjung bangun.
" Darco!" Teriak Nindy dengan kuat sambil mendekatkan mulutnya ketelinga Darco. Darco kaget dan cepat-cepat bangkit sehingga kepalanya berbenturan dengan kepala Nindy
"Au sakit," rintih Nindy.
"Ibu sih bangunan orang seperti teriak maling."
"lagian anak sekolah kok siang sekalibangunnya, Cepat mandi sana! sudah jam 09:00 nih."
" Ha? Kenapa tidak bangunkan aku dari tadi, lebih baik aku libur saja hari ini."
"tidak, cepat mandi sana, sudah kelas tiga kok masih santai,"
"Tidak, tidak mau," jawab Darco singkat.
"Ya sudah, aku sebentar lagi kekampus kamu mandi dulu sana!" Tegas Nindy.
"Tidak ada baju ganti," jawab Darco sambil berjalan ke arah kasur dan melanjutkan tidurnya. Nindy hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Darco.
Kemudian telepon genggam Darco kembali berdering. Ia segera menerima panggilan telepon dari Mommynya.
Nindy mendekati Darco dan meminta Darco mengaktifkan pengeras suaranya.
"Apa Mommy mengganggumu sayang? sudah 9 kali panggilan telepon dari Mommy tapi tidak kamu jawab."
"Tidak, ada apa Mom?"
"Mommy tunggu kalian berdua dirumah, Kamu libur seminggu kedepan, Daddy sudah menghubungi pihak sekolah."
"Kok libur Mi? Darco ada ujian lagian ibu Nindy mau ke kampus." jawab Darco, merasa heran dengan orangtuanya yang tidak minta pendapatnya terlebih dahulu.
"Kamu bisa ujian susulan sayang, ini lebih penting kalian masih pengantin baru kok sudah langsung masuk sekolah? apa Mommy perlu menghubungi kampus Nindy?" paksa bu Sela.
"Ti-ti-tidak Bu, kami pasti datang kerumah Ibu, Saya juga libur beberapa hari kedepan," jawab Nindy dengan cepat, ia tidak mau pihak kampus tahu kalau dia mendadak nikah, apalagi ketahuan menikahi anak SMA.
Bu Sela kaget karena Nindy yang menjawab.
"Hamm gitu dong, makasih ya sayang," kata Bu Sela dengan senangnya.
" Ya sudah kalian cepat siap-siap, kasiham Pak Wardani kelamaan menunggu di parkiran."
"Iya bu," jawab Nindy.
Kemudian Darco menatap Nindy,
"Ibu serius libur satu minggu?" tanya Darco seakan tidak percaya.
"Lebih baik libur dari pada ketahuan menikahi anak kecil sepertimu," Jawab Nindy sambil mencubit kedua pipi Darco.
"Apa ibu tau? aku diminta jadi suami yang baik oleh Ayah mertua, jadi ubah cara pandang Ibu kepadaku, kalau tidak Ibu akan menyesal," Balas Darco kemudian berlalu meninggalkan Nindy Kekamar mandi.
Nindy terdiam beberapa saat,
"Tidak, kamu yang akan menyesal karena tidak membantah orangtuamu saat berencana menikahkan kita," kata Nindy dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Khair
next
2021-05-30
0
Rina Zuwazticha
lanjut dong😊
2021-05-17
0
Rubi Irdina
ditunggu kelanjutannya author
2021-04-25
0