Malaikat maut

Sesuai dengan hukuman yang harus dijalani Iva tadi. Saat ini gadis itu benar-benar tengah berperang dengan peralatan kebersihan di dalam toilet guru, yang letaknya masih berdampingan dengan toilet siswa.

Walaupun dengan wajah ditekuk serta kekesalan yang belum juga sirna, Iva tetap mengerjakan hukumannya dengan baik.

"Selesai." Ia menyeka keringat yang membasahi keningnya.

Dara cantik bermata bulat, serta wajah ayu tidak tirus juga tidak terlalu bulat. Namun, lesung pipit itu membuat senyumnya sangat manis, terlebih gigi gingsul itu seolah menjadi magnet bagi para lelaki yang menjadi penikmat senyuman manisnya.

Rambut panjang sepinggang yang sudah ia ikat asal ke atas memperlihatkan leher jenjang gadis yang mempunyai tinggi 140 cm itu dan tubuh ramping walau tidak seperti model tabloid remaja, dengan kulit putih bersih membuatnya terlihat mungil serta nyaman jika dipeluk.

Gadis itu memandang takjub pada pekerjaannya. Sebagai anak manja ketika di rumah tentu saja hal seperti ini sangat luar biasa baginya yang tidak pernah melakukan apa-apa, karena gadis berusia 16 tahun ini lebih mengandalkan jasa ART dari pada turun tangan mengerjakannya sendiri.

Iva membereskan peralatan yang tadi ia gunakan. Kemudian ia keluar dari toilet dengan susah payah, karena kedua tangannya memegang ember serta pel.

Brukk

"Astaghfirullah, kamu kalau jalan pakai mata dong! Nggak tahu apa orang lagi repot begini, kalau tidak mau bantu setidaknya jangan membuat aku semakin kerepotan," cerocos gadis itu sambil memunguti satu persatu barangnya yang terjatuh.

Karena ia tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang barusan. Iva tidak perduli siapa orang yang menabraknya, yang jelas ia sangat kesal terhadap orang tersebut.

"Jalan itu pakai kaki, bukan mata," ralat orang tersebut dan langsung mendapat perhatian dari Iva. Gadis yang masih berjongkok itu mendongak, sesaat kemudian ia mendengus kasar sebab ternyata yang menabraknya adalah si es batu.

Pemuda itu seperti biasa menatapnya dengan wajah datar, ia melipat kedua tangan di dada tanpa berniat membantu Iva yang masih mengumpulkan barang-barangnya.

Iva tidak lagi memperdulikan keberadaan pemuda itu di sana, ia milih pergi dari pada terkena masalah lagi dengan pemuda yang paling ia benci itu.

"Mau kemana?" Taksa menarik kerah belakang baju Iva, saat gadis itu beranjak meninggalkannya.

Iva menoleh, gadis itu nyengir menampilkan deretan giginya, "Mau makan, kan, hukuman aku udah kelar."

"Siapa bilang kelar?"

Taksa menarik mundur gadis itu, sehingga kini mereka berdiri sejajar. Iva memasang wajah memelas, semoga saja pemuda itu mempunyai sedikit saja belas kasihan padanya dan ia dibebaskan dari sisa hukumannya.

"Lantai ini masih kotor," ucap Taksa lagi, dia menunjuk lantai itu dengan dagunya.

"Kan, tadi hukumannya hanya toilet guru, jadi lantai di depannya nggak termasuk. Berarti ini bukan tugas aku dong? Jadi, please ya, Pak Ketua, aku lapar banget nih dari pagi belum makan soalnya. Nanti kalau pingsan gimana?" Iva menangkup kedua tangan di depan dada, ia berusaha memohon agar tidak melanjutkan pekerjaan itu. Ia memang tidak bohong soal tadi pagi tidak makan, memang karena kesiangan ia sampai lupa sarapan.

"Bukan urusan saya. Cepat selesaikan, kecuali mau saya tam ...."

"Oke-oke, aku selesaikan." Iva segera memangkas ucapan pemuda itu, bisa gawat jika dia benar-benar menambah hukumannya.

Iva kembali mengepel lantai di depan toilet guru, dengan perasaan dongkol. Dalam hati ia terus menyumpah serapah pemuda yang tidak punya hati itu. Entah apa dosa yang pernah ia lakukan sehingga Allah mengirimkan malaikat maut seperti dia padanya.

Taksa masih berdiri di sana menyandarkan punggung pada tembok dengan kedua tangan berada di saku celana, serta sebelah kaki yang di tekuk menempel ke dinding. Dia akan memastikan jika gadis itu benar-benar menyelesaikan tugasnya, Taksa takut gadis itu kabur kalau tidak diawasi.

Tiba-tiba Iva terpleset lantai yang licin, dan dengan gerakan kilat Taksa menarik tangan gadis itu supaya tidak jatuh menyentuh lantai. Dada mereka bertubrukan, tatapan keduanya bertemu. Beberapa saat mereka masih setia dalam posisi itu sampai Taksa yang lebih dulu tersadar. Ia melepas kedua tangan yang menahan punggung Iva, sehingga membuat gadis itu benar-benar terjatuh.

"Aw...." Iva mengusap bokongnya yang terasa sakit. Ia menatap wajah datar Taksa sekilas, pemuda itu sama sekali tidak terlihat kasihan padanya. Taksa malah memilih meninggalkan Iva yang masih terduduk di lantai tanpa mengatakan apa-apa.

Terpopuler

Comments

Lienda nasution

Lienda nasution

laki laki kejam begini sampai 2 th pun gak pa pa gak diomongin

2023-11-04

0

Etik Widarwati Dtt Wtda

Etik Widarwati Dtt Wtda

kejam banget

2022-10-14

0

Tatik Ajach

Tatik Ajach

140cm .... wow... cencen dunk...

2022-07-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!