Sebuah pesan

Sepanjang perjalanan pulang tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut keduanya. Iva yang masih malu karena kejadian tadi dan Taksa yang memang sejatinya memang lebih suka diam.

Hingga mobil yang dikemudian Taksa mulai memasuki gerbang perumahan elit tempat Iva selama ini tinggal. Gadis itu mulai tersadar dari lamunannya saat Taksa membuka pintu mobil dan menghampiri seorang wanita setengah baya, siapa lagi kalau bukan Bunda.

Entah apa yang mereka bicarakan, Iva tidak mau tahu. Ia memilih ikut keluar dari mobil dan melihat jika pemuda itu sepertinya sudah mengenal Bundanya. Terlihat dari cara mereka berdua mengobrol walau percakapan itu lebih didominasi oleh ocehan Bunda.

"Bun," Iva menyalami wanita kesayangannya itu, ia menyempatkan diri melirik Taksa yang berdiri tak jauh darinya, lelaki itu tetap menampilkan ekspresi yang sama.

"Tumben ini kalian pulang bareng?" tanya Bunda, ia menatap bergantian dua anak muda di hadapannya itu.

"Tidak sengaja bertemu, Bun." Taksa menjawab lebih dulu.

Mata Iva membulat mendengar jawaban Taksa. Hei, kenapa dia bilang tidak sengaja? Bukannya tadi pemuda itu yang menyeretnya ke dalam mobil tanpa bertanya apakah dia mau atau tidak.

"Oh, ya sudah ayo masuk dulu, Nak Liam."

Taksa menggeleng pelan, "tidak usah, Bun, Liam harus segera pergi."

"Baiklah, sampaikan salam Bunda sama papi dan mami ya, Nak." Bunda menepuk bahu pemuda itu.

Taksa mengangguk ia menyalami Bunda dan berlalu dari sana tanpa melihat sedikitpun pada Iva, yang masih melongo melihat kepergian pemuda itu.

"Bunda kenal, Taksa?" tanya Iva, ketika mobil Taksa sudah berlalu dari halaman rumah mereka.

"Dia itu anaknya Om Bayu, teman bisnisnya Ayah." Jelas Bunda seraya masuk meninggalkan Iva.

Gadis itu berpikir sebentar, kemudian ia mencebikkan bibirnya dengan kedua bahu terangkat. Merasa bodo amat, untuk apa ia memikirkan asal usul si malaikat maut. Tidak berapa lama Iva pun mengikuti Bunda masuk.

Gadis itu menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Hari ini benar-benar sangat melelahkan. Pandangannya menerawang jauh pada kejadian-kejadian yang menimpanya beberapa bulan ke belakang. Di mana nasibnya selalu sial ketika bertemu si es balok. Hukuman demi hukuman selalu ia jalani, tanpa ia tahu letak kesalahan yang sebenarnya.

Iva menghela napas pelan, tangannya terulur mengusap dada mencoba berdamai dengan keadaan. Mungkin nasibnya saja yang memang sedang sial belakangan ini. Tiba-tiba usapan tangannya terhenti ketika ada yang berbeda dari baju yang dia pakai.

"Oh, ya ampun." Iva bangkit dan segera membuka jaket bomber hitam yang masih membungkus tubuhnya, ia melemparkan jaket itu jauh ke lantai.

"Mimpi apa aku semalam, bisa dapat perhatian dari si es balok," gumamnya, ia bergidik ngeri sendiri.

Kemudian ia teringat sesuatu, Iva turun dari tempat tidur dan mengambil tas sekolahnya yang tergeletak di meja belajar. Kemudian ia mengeluarkan kotak berwarna biru itu dari sana. Tanpa berfikir lagi, Iva keluar dari kamar dan mencari keberadaan Bundanya.

"Bunda, ini kotak bekal, Bunda yang masukin ke dalam tas Iva bukan sih? Kok Iva nggak tahu kalau Bunda masukin ini tadi pagi." Cerocos Iva, setelah melihat Bunda sedang menyiram tanaman di halaman belakang.

Bunda meletakan selang dan berbalik menatap anaknya heran, "Bunda nggak bawain kamu bekal, Dek. Memang kamu dapat kotak itu dari mana?" tanya balik Bunda.

"Loh kalau bukan Bunda yang masukin terus siapa dong?" Iva menggaruk lehernya bingung.

"Sela, mungkin," ucap Bunda.

"Bukan, Bunda. Sela juga nggak tahu." Iva berdecak tidak puas karena hasil pencariannya tidak membuahkan hasil. Ia kembali masuk ke dalam rumah dan menyimpan kotak itu di atas meja makan.

"Siapa ya kira-kira yang masukin kotak ini ke dalam tas aku? Pakai ada notenya juga lagi? Atau jangan-jangan?" Iva menggeleng cepat menepis tuduhannya yang sangat mustahil.

"Nggak mungkin orang itu, dia kan tidak punya hati."

Gadis itu duduk di salah satu kursi, menopang dagu dengan kedua tangannya. Memandang tajam kotak bekal misterius itu. Namun, tidak berapa lama perhatiannya harus teralihkan, pada getaran ponsel yang tak jauh darinya.

Iva segera meraih ponselnya, dia melihat notifikasi pesan yang dikirim seseorang. Matanya membulat sempurna, ia terlonjak kaget. Iva bahkan melempar gawainya itu kembali ke atas meja.

"[Mandi dan ganti baju! Jangan mikirin siapa pengirim kotak bekal itu!]"

"Es balok."

Terpopuler

Comments

Etik Widarwati Dtt Wtda

Etik Widarwati Dtt Wtda

diam2 perhatian yaa

2022-10-14

0

Suzieqaisara Nazarudin

Suzieqaisara Nazarudin

Tuh kan bekalnya dari Taksa..Taksa juga udah deket kayaknya sama kluarga Iva,dia manggil bunda Iva juga dengan sebutan bunda...
Mungkin cuman Iva yg gak tau kalo Taksa itu udah dijodohin sama dia...

2022-09-17

0

genduk

genduk

ini sekolahnya dimana, saya mau pindah ke sekolah Liam ah

2021-08-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!