Hamil

Pagi ini keadaan tubuh Fatimah sangat lemah. Tak henti-henti perutnya terus minta dikeluarkan isinya. Tak ada yang keluar, hanya air bening. Rasa pusing juga menyerang kepalanya. Tapi ia paksakan tubuhnya untuk pergi ke boutique.

Saat sampai di boutique ia langsung menemui Sinta dan Santi yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Bahkan sekarang Fatimah juga sudah membeli rumah dari hasil penjualan dari boutiquenya. Dan Fatimah juga mengajak Sinta dan Santi untuk tinggal di rumahnya.

Boutique itu tak pernah kekurangan pembeli setiap harinya dan malah semakin bertambah. Ini semua membuat Fatimah sangat bersyukur dengan rezki yang diberi Allah kepadanya.

"Sinta apa masih banyak barang-barang yang akan dijemput pelanggan hari ini?" tanya Fatimah.

"Iya Kak, itu di lemari yang penuh itu pesanan pelanggan," jawab Sinta. Sinta bingung kenapa wajah Fatimah terlihat pucat. Apakah Fatimah sakit?

"Hmm, baiklah. Kakak ke atas dulu,"

"Ehhh, tunggu Kak. Apa kakak sedang sakit? Wajah Kakak terlihat sangat pucat," terang Sinta penasaran.

"Iya kakak kurang enak badan. Sejak tadi pagi kakak muntah-muntah terus ditambah lagi kepala kakak agak pusing. Kakak juga nggak tau kenapa," jelasnya.

"Apa sebaiknya kita ke dokter Kak?" saran Sinta agak khawatir dengan keadaan Fatimah.

"Nggak usah Sin, nanti juga sembuh sendiri kok." Fatimah mencoba menenangkan Sinta agar tak terlihat khawatir lagi padanya.

"Hmm, baiklah Kak. Nanti kalau ada apa-apa beritahu aku maupun Santi ya, Kak?"

"Iya Sin, kakak ke atas dulu,"

Saat di ruangannya Fatimah hanya duduk di kursi kerjanya tanpa melakukan apapun. Rasa pusing itu kembali menyerang kepalanya. Semakin menjadi rasa pusing itu menyerang, hingga netra itu terlihat mengabur. Fatimah ingin memanggil Sinta dan Santi tapi, belum sempat ia sudah ambruk di kursinya.

Santi yang saat itu akan menemui Fatimah untuk menanyakan desain pakaian pelanggan yang memesan kemaren, dikejutkan dengan Fatimah yang pingsan sambil tangannya terkulai ke bawah.

"Kak, Kakak bangun! Kenapa Kakak bisa pingsan seperti ini," ujarnya dengan suara sedih.

"Sinta! Sinta! Tolong aku, Kakak pingsan!!" panggil Santi dengan suara keras.

Sinta yang sedang melayani pelanggan di bawah dikejutkan dengan suara adik kembarannya. Ia izin kepada pelanggan dan lari ke ruangan Fatimah. "Astagfirullah, Kakak kenapa bisa seperti ini San?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Aku juga tidak tau Sin, tadi pas aku mau nemuin Kakak, Kakak sudah pingsan di kursinya," jelas Santi.

Mereka sudah berada di rumah sakit terdekat setelah tadi Santi mengunci boutique dan memberitahu kepada pelanggan jika saat ini mereka tidak bisa melayani mereka.

Santi juga sudah menghubungi Ibu Hilda tentang keadaan Fatimah. Dengan rasa penuh khawatir Ibu Hilda langsung pergi ke rumah sakit yang sudah diberi tahu Santi lewat telepon.

"Sinta, Santi bagaimana keadaan Fatimah? Kenapa dia bisa pingsan, Nak?" tanya Ibu Hilda dengan penuh nada khawatir.

"Kami juga nggak tau Bu, tadi saat Santi keruangan Kakak, Kakak sudah pinggang di kursi kerjannya. Tapi tadi pagi kata Kakak, badannya kurang sehat, Bu," jelas Sinta panjang lebar.

Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan Fatimah. "Dengan keluarga pasien?" tanya Dokter.

"Iya Dok, kami keluarganya," terang Bu Hilda.

Dokter tersebut nampak tersenyum. "Selamat Bu, putri anda sedang hamil," jelasnya.

"Apa Dok? Hamil?"

"Iya Bu,"

'Bagaimana bisa Fatimah hamil? Bukankah ini sudah lebih satu bulan mereka bercerai? Atau jangan-jangan,' monolog Bu Hilda dalam hatinya dan membuang fikiran buruknya.

"Emmm, ngomong-ngomong sudah berapa umur kandungan anak saya, Dok?"

"6 minggu Bu," jelasnya lagi.

"Terimakasih Dok, apa boleh kami melihatnya, Dok,"

"Iya silahkan, Bu,"

Setelah mendapat izin, mereka bertiga langsung masuk dan menemui Fatimah yang sudah sadar dari pingsannya. Ibu Hilda merasa lega dengan jawaban dokter barusan. Berarti sebelum pergi dulu Fatimah sudah mengandung anak suaminya.

"Ibu kenapa aku berada di sini?" Fatimah memegang kepalanya yang masih terasa agak pusing.

"Tadi kamu pingsan, Nak," jelas Hilda dengan senyuman.

"Apa aku mempunyai penyakit serius Bu?"

"Tidak Nak, keadaan kamu baik-baik saja. Selamat Nak, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu," jelas Ibu Hilda dengan senyuman.

"Apa Bu? Menjadi seorang ibu? Ap--apa aku hamil Bu?" tanyanya dengan nada tak percaya.

"Iya Nak, usianya sudah 6 minggu," jawab Bu Hilda.

"Alhamdulillah ya Allah, terimakasih Sinta, Santi sudah bawa Kakak ke rumah sakit. Terimakasih juga Bu," ujar Fatimah sambil menghadap mereka satu persatu.

"Iya Kak," jawab Sinta dan Santi serempak.

'Andaikan dulu kamu tidak mengusir aku, Bang, pasti sekarang kita sangat bahagia dengan kehadirannya di rahimku. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Baik-baik di dalam ya Nak, umi menantikan kehadiran kamu, Sayang,' batin Fatimah dengan raut senang bercampur sedih.

Hari itu juga Fatimah dibolehkan pulang oleh dokter. Sebelum pulang dokter memberikan obat pereda mual juga pusing. Dan dokter juga menyarankan Fatimah agar menjaga kesehatannya karna bisa berdampak pada kesehatan janinnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Hengki menyesal kalo dapat tau Fatimah hamil

2023-12-22

0

Arsi

Arsi

sidang perceraian aja ga cukup sebulan itu dah nikah aja hadeeeh

2022-07-31

0

Wisye P

Wisye P

Hengky ibarat pria gila. Cepat sekali nikahnya dgn wanita lain.

Sehat sll Fatimah, akhirnya kebahagian itu bersamamu.

2021-08-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!