~~
"Sejak kapan Gery suka mancing?"
Seolah tak ingin kepo dengan hobi baru temannya, ia mulai memasukkan sendok yang berisi sup ke dalam mulutnya.
"Enak juga sup nya,"
Gibran senyum-senyum sendiri.
Gibran menghabiskan semangkuk sup yang diberikan Azizah.
Seperti biasa, cowok cool bertubuh tegap dengan hidung bangir dan kulit sawo matang itu memantik korek apinya dan mulai memainkan sebatang rokok pada jarinya, menatap kosong pada halaman sempit yang ada didepan rumahnya.
Gery dan Gibran, kedua pria tampan itu sudah bersahabat semenjak kecil, namun karakter keduanya sangat berbeda.
Gery dengan badboy-nya dan Gibran dengan sifat cool dan pendiamnya.
Kini, kedua lelaki itu memang sudah mandiri, mempunyai rumah sederhana yang mereka cicil dari hasil bekerja selama beberapa tahun.
Walaupun kedua orang tua mereka adalah orang yang berada, tetapi tidak membuat Gibran dan Gery selalu bergantung kepada orang tua.
Mereka juga tak ingin kebebasan yang dibatasi jika berprofesi seperti orang tua mereka yang banyak di ekspose ke media, karena profesi yang berhubungan dengan jabatan dan kepemerintahan.
Flas Back On
Kediaman Gery.
"Hei, Bray, gabung sini."
Teriak Gery sambil melambaikan tangan kepada Gibran yang sedang merapikan rumah yang baru ditempatinya.
Posisi rumah yang saling berhadapan dengan pagar besi tanpa serat fiber penghalang dan hanya jalan gang yang memisahkan layaknya perumahan berderet lainnya, membuat Gibran leluasa melihat ke arah rumah Gery.
"Ya, nanti aku nyusul." pekik Gibran dari luar rumahnya yang masih memasukkan kardus berisi baju di dalamnya, kemudian setelah selesai dengan barang-barangnya ia bergegas menuju rumah Gery yang ada di seberang jalan gang.
"Dalam rangka apa, nih, bakar-bakar ikan?"
Gibran membaur dengan ketiga temannya, dengan mata yang sesekali mencuri pandang pada Azizah.
"Kak Gibran, rumah Kakak disini juga?"
Azizah kalah siap oleh Kayla yang terlebih dulu menyapa Gibran.
Kedua lelaki itu memang memiliki pesona masing-masing, Gibran dengan sifatnya yang *cool* membuat banyak para kaum hawa penasaran. Sedangkan Geri dengan paras tampan dan kulitnya yang putih dan ia pandai dalam bergaul membuat ia mudah dekat dengan siapapun.
"Iya,"
Gibran melengkungkan senyum pada Kayla, namun hatinya tetap berdesir pada Azizah yang berada di sebelah Kayla.
Hanya senyum dari Gibran, namun bisa membuat Kayla begitu kegirangan seolah jantungnya berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang.
"Udah mateng, kan, ikannya? Sehabis makan, ada yang mau aku omongin sama kamu Zizah."
Deg.
Gibran mulai sedikit tersentak.
Gery tanpa ragu mengutarakan maksud di depan ketiga temannya, lebih tepatnya di depan kedua cewek, anak buahnya di line Finishing dan satu lelaki rekan sesama Leader satu linenya.
"Loh, kok, cuma Azizah aja yang diajak ngomong, kita enggak nih?"
Gurau Gibran dengan senyuman, yang memendam tanya pada hati kecilnya. 'untuk apa Gery mengajak Azizah bicara, seperti ada hal serius yang akan diutarakan.'
"Ini urusan hati lah, bray, masa gue ngajak Elo juga." Geri menaik turunkan alisnya dan meninju pelan pada Gibran.
Sementara Kayla, gadis berkerudung itu hanya menundukkan kepala sambil merapikan piring dan gelas yang masih berantakan dan sesekali curi pandang pada Gibran.
Gibran membereskan batu bata bekas tungku perapian yang digunakan untuk membakar ikan tadi di depan rumah Gery.
Tampaknya Kayla sangat peka dengan situasi, ia meninggalkan temannya ke dalam dapur membawa piring-piring dan gelas kotor bekas mereka makan-makan tadi.
Seolah tak rela meninggalkan Gery dan Azizah berdua di teras rumah temannya, Gibran pura-pura ikut duduk dekat Gery.
"Psstt ... psstt ...."
Gery memberikan kode pada Gibran untuk meninggalkan mereka berdua.
'Mau ngapain, sih, Gery?' tanya Gibran dalam hati dan menyusul Kayla ke arah dapur rumah Gery.
"Kay, ada yang bisa dibantu?"
Gibran menawarkan diri untuk membantu Kayla yang sedang mencuci piring.
"Gak usah, Kak, Kayla bisa sendiri kok, lagian juga dapurnya sempit, nanti malah susah Kaylanya."
"Ohh... Oke, aku tunggu di depan ruang Tivi aja, ya." Gibran menunjuk ke ruangan depan rumah Gery yang hanya beberapa meter dari dapurnya.
Seperti biasa, Gibran mulai memainkan asap rokok yang ia hisap sambil menatap layar kaca 32 inch di depannya. Katanya asem kalau habis makan gak ngerokok.
Sesekali Kayla menengok ke arah Gibran yang sedang duduk di sofa panjang yang memang hanya terhalang dinding dapur.
Ketika pintu dapur di buka, maka pandangan Kayla akan langsung mengarah keruang Televisi rumah 7x10 meter tersebut.
Sedangkan, di teras rumah Gery.
"Zah, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
Gery menatap Azizah dengan lekat.
"Mau ngomong apa, sih, kak? Kayaknya serius banget,"
Azizah masih mencandai Gery.
"Aku suka sama kamu, mau gak kita jalani hubungan yang serius?"
Gery memegang tangan Azizah.
Azizah tampak terkejut dengan pernyataan Gery.
"Hmm... Gimana ya Kak, Zizah, minta waktu buat jawabnya , ya." Perlahan Azizah melepaskan genggaman tangan Gery yang memang tidak ia cintai saat ini.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Proses mencuci piring dan membereskan sisa-sisa bakaran tadi telah selesai.
Kayla keluar melewati Gibran yang masih menonton laga favoritnya Chelsea VS MU.
"Zah, udah malem kita balik ke mes, yuk,"
Ajak Kayla.
"Ayok. Kak, kami pulang dulu, ya. Udah malem," pamit Azizah pada Gery.
"Aku tunggu jawaban kamu." Gery meminta dengan penuh harap, "Bentar aku panggil Gibran dulu." sambung Gery yang menghampiri Gibran meminta untuk mengantarkan Kayla, sedangkan Azizah ia bonceng dengan motornya.
Sudahlah, Gery sama Azizah kan baru mau pacaran. Belum tentu juga Zizah menerima Gery. Gibran tetap tak terpengaruh oleh suasana.
Mess PT.NBI.
"Zah, aku tambah suka sama Kak Gibran. Dia itu sopan banget ya."
Kayla tampak berbunga-bunga menceritakan Gibran di hadapan Azizah.
"Kamu beneran suka sama kak Gibran?"
Azizah menatap sendu pada sahabatnya itu.
"Hmm."
Kayla mengangguk-anggukan kepala sambil tersenyum.
Sepertinya Azizah memang harus menerima Gery, agar dia bisa melupakan Gibran, lelaki yang sama-sama di sukai oleh dua sahabat tersebut.
Pukul 15.00 WIB.
Bel PT.NBI sudah berdering membuat karyawan meninggalkan Line tempat kerja masing-masing.
"Zah, gimana jawaban kamu?"
Gery mencegat Azizah yang hendak menuju Mobil jemputan yang sudah terparkir di halaman pabrik.
"Nanti aja, ya, Kak, Zizah takut ketinggalan jemputan."
"Nanti aku anter aja ke messnya pake motor."
Gery menarik pergelangan tangan Azizah menuju kantin.
Kini mereka sudah duduk di meja kantin yang masih sepi.
"Hm... Gimana ya, Kak."
Azizah menyatukan jemarinya sendiri. Namun, langsung teringat pada Kayla yang sangat menyukai Gibran.
"Ya udah, Kak, kita jalanin aja."
Entah Azizah bisa bahagia atau tidak, menjalani hubungan dengan Gery.
Empat bulan berlalu, Azizah semakin membuka hatinya untuk Gery, ternyata lelaki tampan itu bisa meluluhkan hati Azizah dengan segala kelakuan manisnya.
Hubungan mereka nampaknya semakin serius.
"Iza, hari minggu besok aku akan melamarmu di hadapan orang tuamu."
'Iza' panggilan mesra Gery pada Azizah.
Gery memperlihatkan cincin yang manis di depan Azizah.
Azizah memang sudah mencintai Gery, bagaimanapun ia senang mendengar keseriusan Gery terhadapnya.
Satu bulan setelah lamaran, Mereka akan melangsungkan pernikahan di kediaman Azizah.
Seminggu setelah akad, Berlanjut resepsi yang diadakan besok di rumah Gery, karena saat akad nikah, tak banyak teman kerja Gery yang hadir karena jarak yang cukup jauh dengan tempat mereka bekerja.
"Kay, kamu mau datang ke acara Resepsi Azizah sama Gery?"
Gibran menghampiri Kayla yang sedang menyusun cup pada Box di Line 3.
"Hmm,"
Kayla hanya mengangguk dengan tangan yang masih terampil mengambil cup sterofoam dari mesin cetak dan memasukkannya ke dalam Box.
"Bareng, ya,"
"Apa?"
Kayla menambah volume suaranya, karena suara mesin yang cukup bising membuat Kayla samar-samar mendengar ucapan Gibran di tambah suara Gibran yang tertutup masker.
"Kon-da-ngan-ba-reng."
Gibran menambah tekanan pada perkataannya, Kayla mengacungkan jempol tanda setuju.
Gibran harus menyerah, karena Azizah sudah sah menjadi istri dari temannya.
Bulan berganti bulan, Tanpa ada kata jadian atau tembak menembak antara Gibran dan Kayla, mereka semakin intens bertemu dan jalan berdua sampai akhirnya Gibran melamar Kayla sampai pada pernikahan.
Waktu akan membuat kita merubah hati terhadap seseorang, kebersamaan yang tak jarang membuat bibir tersungging, akan membuat rasa suka atau simpati menjadi sebuah percikan cinta yang sulit diterjemahkan dengan sebuah kata.
Entah berawal dari mana, atau dari apa, cinta sudah tumbuh dihati masing-masing antara Gery dan Azizah, begitu pula dengan Gibran dan Kayla yang membuat mereka bahagia dengan pasangan masing-masing.
~FLASH BACK SELESAI~
Drrttt...Drrtt...
Ponsel Gibran membuyarkan lamunannya.
**Aida memanggil**...
Seseorang diujung ponsel mengharapkan sentuhan tombol hijau oleh Gibran.
**Aida**
"*Hallo, Mas, kapan pulang*?"
terdengar suara wanita di ujung ponsel.
Dengan wajah datar tanpa ekspresi, Gibran menjawab dengan singkat.
^^^**Gibran**^^^
^^^"*nanti*"^^^
Tuutt..tuuttt...
Tanpa basa-basi Gibran langsung menyentuh tanda merah pada layar ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments