Azizah baru merasakan kembali sentuhan hangat dari seorang lelaki, karena Gery selalu mengabaikannya dan mencari kehangatan wanita lain. Tetapi tentu saja sentuhan itu terlarang baginya dan juga Gibran.
Mereka sudah memiliki pasangan masing-masing.
'Gery, kau akan sangat menyesal kali ini. Akan aku hangatkan istrimu dengan tubuhku.'
"Kak Gibran maaf," Azizah menjauhkan tubuhnya dari Gibran yang hanya beberapa centimeter saja, bahkan tangan Gibran saat ini sedang menyentuh pundak Azizah.
"M-maaf, aku tidak bermaksud...."
Gibran langsung menjauhi tubuh Azizah yang hampir menempel dengan tubuhnya, menarik tangan yang tak sengaja meraba pundak Azizah dan mencoba mencari korek api dan ponselnya, atau apa saja yang dapat mengeluarkan cahaya dalam kegelapan yang pekat di dalam kamar kost-nya.
Beberapa saat kemudian...
"Baiklah, hujan sudah mulai mereda. Aku akan mengantarkanmu pulang, jangan lakukan hal bodoh seperti ini lagi, karena hanya akan membuatmu berada dalam kesulitan bahkan bisa membahayakan dirimu sendiri."
Gibran beranjak mengambil jas hujan dalam jok motornya dengan bantuan lampu senter dari ponselnya.
Azizah Pov.
"Kak Gibran, sebenarnya Azizah dulu suka sama kakak, tapi masa Azizah harus menyatakan perasaan Zizah duluan sama kakak? Kak Gibran sangat terlambat, ditambah Kayla teman Azizah sudah pernah bilang kalau dia suka sama kakak.
Situasi memaksa Azizah menerima cinta mas Gery yang bergerak sangat cepat, Azizah berusaha mencintai mas Gery dan saat ini Azizah sudah berhasil mencintai suami Zizah--mas Gery.
Maafkan Azizah yang telah menerima mas Gery, karena Azizah udah gak kuat harus tinggal serumah sama ibu tiri yang tidak sayang sama Zizah." batin Azizah.
"Kak, ini jas hujannya."
Azizah memberikan jas hujan pada Gibran yang sudah basah kuyup dengan jaketnya. Gibran lebih memilih Azizah yang memakai jas hujan yang hanya ada satu pasang.
"Kamu cepat masuk ke dalam rumah, kunci saja. Aku yakin Gery tak akan pulang malam ini. Jaga diri kamu. Besok aku akan meminta Gery mengambil motormu ke kost,"
Gibran berlalu dengan motor sport hijaunya.
"Apa yang aku lakukan tadi? Bodoh, kenapa aku harus khilaf sih?"
Gibran merutuki dirinya sendiri.
"*Gery, temui aku di belakang kantor jam 7 pagi*."
pesan singkat telah terkirim dari aplikasi hijau Gibran.
Subuh ini Gibran sudah siap dengan setelan kerjanya. Padahal hari ini ia sedang mendapat rolling sift 2.
Mata Gibran terlihat merah membakar, menahan kesal pada Gery dengan kejadian semalam yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak.
"Hey, Bray, mau ngapain sih lu pagi-pagi ngajak ketemu disini? Ada mas--" Gibran memotong ucapan Gery dengan tonjokan yang mendarat di pelipis muka Gery.
Bug..Bug..
Dua tonjokan Gibran membuat Gery terhuyung.
"Lo, kenapa sih? Datang-datang nonjok Gue!" Gery tak terima atas perlakuan Gibran.
"Lo pergi kemana semalam, hah?" Gibran mengangkat kerah baju Gery.
"Lo apa-apaan sih! Lepas!" Gery menepis tangan kekar Gibran dengan tangan kekarnya.
"Jawab pertanyaan gua, semalem Lo kemana? Sama siapa?" Gibran berteriak dengan mata merah akibat kurang tidur tak membuat dirinya lemah di hadapan Gery.
"Ngapain, sih, Lo ikut campur urusan rumah tangga gua bray?"
Gery berusaha merapikan baju seragamnya dengan satu kancing yang terbuka akibat jambakan dari Gibran.
"Lo gak punya otak, ya, semalam istri Lo, ke kostan gua,"
Emosi masih terlihat dari nada Gibran yang meninggi.
"Ngapain? Mau selingkuh sama, Lo? hm," Gery mengusap ujung bibirnya yang berdarah dengan jarinya, dan malah bercanda.
"Jaga mulut Lo, ya. Gua sama Azizah gak serendah Elu yang suka main serong."
Gibran meninggalkan Gery yang keheranan dengan sikap temannya yang terlihat sangat kalut. Tak biasanya Gibran seperti ini.
Sedangkan Gery kembali masuk ke kantor melanjutkan pekerjaannya yang sedang mendapat sift 1, sengaja bertukar sift dengan rekan yang lain karena selingkuhannya.
"*Bajing\*n, Lo Ger. Gua udah berusaha ikhlasin Azizah buat Elo, sekarang, Lo malah nyakitin dia*." batin Gibran.
Drrttt...drrttt...
Getaran ponsel membuat Gibran membuyarkan lamunannya.
**Gibran**
*Y**a, ada apa*?
^^^**Aida**^^^
^^^*G**ajian besok, kamu pulang, kan, Mas*?^^^
**Gibran**
*Aku usahakan*
Tuuttt..tuttt...panggilan terputus.
Gibran melihat waktu pada pergelangan tangannya sudah menunjukkan jam satu siang.
"Mbak, kopi satu sama gorengan tiga."
Teriak Gibran pada penjaga kantin, membuat si mbak menghampirinya.
"Sepuluh ribu, Mas."
Gibran mengeluarkan uang dari saku celananya dan meninggalkan kantin yang ada di belakang kantor.
"Tak apa masih ada dua jam sebelum pergantian sift. Aku akan cek mesin finishing dulu." gumam Gibran dengan suara sangat pelan.
Gibran menempelkan jari jempolnya untuk mengisi absen pada finger print di depan pos satpam pabrik.
"Wah, wah, karyawan teladan jam segini udah datang." pak satpam mencandai Gibran yang baru saja selesai mengisi absen.
"Iya, Pak. Bosen di kontrakan mulu. Mau cek mesin dulu aja."
"Makanya bawa istrinya, kan enak ada yang nemenin, haha." gurau pak Jono satpam PT. NBI
"Ah, Bapak bisa aja." Gibran tersenyum getir sambil menarik kursi dekat pak Jono.
Gibran sudah cukup akrab dengan para karyawan di kantor, tak terkecuali para satpam pabrik, karena sudah lama bekerja pada PT.NBI hampir delapan tahun, dan statusnya pun kini sudah sebagai kartap (Karyawan Tetap) dan menjabat sebagai kepala Leader Bagian finishing bersama Gery.
"Hey, Bray, Lo rajin banget belum bel pergantian sift udah masuk." Gery berpapasan dengan Gibran yang hendak menuju salah satu mesin Finishing.
"Masalah buat, Lo?" Gibran tetap fokus pada mesin yang ada didepannya.
"Lo kenapa, sih, sensi banget sama gue?"
"Lo pikir aja sendiri. Masih punya otak, kan?" Gibran sinis.
Tanpa mempermasalahkan perkataan Gibran Gery sudah bersiap untuk pulang, karena bel pergantian sift sudah mengiang di telinganya.
"Gue duluan, Bray!" Gery menepuk pundak Gibran dan tidak di tanggapi oleh si pemilik pundak.
Sesampainya Gery dirumah.
"Mas, kita jemput Satria yuk. Aku kesepian." Azizah meminta dengan lembut pada suaminya, Gery.
"Biarin aja, kalo Satria masih betah gak usah dijemput." Gery menjawab dengan tangan yang sibuk membalas chat dari aplikasi hijaunya.
"Kamu ini Chatan sama siapa sih, Mas?" Azizah sudah mulai tidak sabar mengahadapi suaminya.
"Temen!" Gery mengambil kopi dari meja ruang tamu.
"Temen selingkuh maksudnya?" Azizah berlalu menuju kamar tidur meninggalkan Gery yang sedang tersedak oleh kopinya.
"Woi siapa yang selingkuh?" Gery mengejar Azizah dan menarik pergelangan tangan Azizah dari belakang.
"Udah lah, Mas, aku udah tau kamu selingkuh kan sama anak Finishing?" Azizah tak sanggup menahan manik beningnya untuk menetes.
"Siapa yang selingkuh, Zizah? Lagian kamu denger dari siapa aku selingkuh?" Geri kembali membual pada istrinya.
"Waktu malam minggu kamu bilang ada lembur dan akan begadang di kantor, karena ada produk baru, aku ikutin kamu sampe pabrik, Mas. Aku lihat kamu sama cewek." nada Azizah semakin tak beraturan menahan isak tangis.
"Kamu ini kenapa sih? Itu si Nunik operator aku, dia Sift malam, aku cuma ketemu di jalan terus aku tawarin dia bareng sama aku. Apa aku salah kasihan sama perempuan yang lagi nungguin ojek, terus aku ajak bareng karena kita satu tujuan?" Gery memang sangat pandai bersilat lidah.
"Kamu gak bohong kan, Mas?"
"Mana mungkin aku bohong, kalo kamu gak percaya, ya udah ayo kita samperin Nunik operator aku." Gery berupaya meyakinkan Azizah.
"Jangan bohongin aku lagi ya, Mas. Cukup satu kali kesalahanmu bersama Winda, jangan sampai terulang lagi."
Azizah berhambur kepelukan Gery, meneruskan tangisannya yang masih sedikit tersisa.
"*T*olong jaga kepercayaan aku Mas, karena aku sudah mencintaimu, beberapa tahun menikah denganmu membuat aku tak ingin kehilanganmu, terlebih saat ini sudah hadir buah cinta kita yang masih balita." batin Azizah lirih.
"Aku memang ada main sama Nunik, tapi aku gak akan biarin kamu tau, aku juga gak mau kehilangan kamu Azizah. Ibu dari anakku, Satria." batin Gery.
"Ya udah, kalo kamu kangen sama Satria, kita jemput Satria ke rumah ibu besok, pulang aku kerja." dengan pandai ular jantan mengecup ujung kepala Azizah yang bersandar di dadanya. Mencoba meluluhkan hati Azizah.
"Assalamualaikum," Azizah mengecup punggung tangan ibu mertuanya diikuti oleh Gery suaminya.
"Waalaikumussalam,"
"Ibu sama Bapak sehat?"
"Alhamdulillah sehat,"
"Satria mana, Bu?" Mata Azizah mengedar pada semua penjuru rumah mertuanya.
"Lagi sama papa, tadi mau beli mobilan katanya." ucap ibu mertua yang kemudian berlalu ke dapur untuk menyiapkan minum buat anak kesayangan semata wayangnya dan menantunya.
Satria memang lebih betah tinggal sama Kakek dan Neneknya, karena apapun yang Satria mau, kakek dan nenek akan membelikannya selagi mereka memiliki uang untuk memenuhi permintaan Cucunya.
Sedangkan jika berada dirumah Azizah dan Gery, putra yang baru semata wayangnya ini harus selalu bersabar mendengar bujuk rayu Azizah untuk tidak terlalu sering membeli mainan atau jajanan.
Bukan pelit atau tak menyayangi putranya, Azizah hanya berusaha mencukupkan jatah bulanan yang Gery berikan padanya yang terkadang atau bahkan sering kurang.
Beberapa jam dirumah mertuanya, Azizah pulang dengan tangan kosong, Satria masih tak mau ikut dengan Azizah dan Gery, ia lebih senang tinggal di rumah Nenek dan kakeknya karena selalu dimanjakan. Terlebih ibu mertua Azizah meminta Satria untuk tetap menginap dalam waktu yang tidak tentu agar bisa menemaninya.
"Kumuh banget, nih, rumah, baru satu tahun ditinggal udah kayak rumah kosong sepuluh taun," Gibran menggerutu sambil memotong rumput dihalaman rumahnya.
"Kak Gibran, udah balik lagi kerumah?" Azizah menyapa Gibran sambil menenteng belanjaan sayurnya.
"Zizah, abis dari mana?" masih dengan gunting rumput di tangannya. Gibran berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap Azizah.
"Biasa Kak, abis beli sayur di ujung gang."
senyum ceria Azizah masih menghiasi wajah cantiknya.
"Kak Gibran mau tinggal disini lagi?"
lanjut Azizah bertanya pada Gibran.
"Iya, daripada buat bayar kost, bayar cicilan rumah juga, jadi boros."
"Oo... iya sih, lagian sayang Kak, kalo rumah gak di tempatin cepat ambruk nantinya. Ya udah, Zizah pulang dulu, ya, Kak, mau masak sayur."
Azizah melenggang dengan sayuran yang berada ditangannya.
Gibran hanya memandangi punggung Azizah berlalu, wanita yang dulu pernah mengisi ruang spesial didasar lubuk hatinya.
"Aku memang harus mengubur kenangan bersama Almarhumah istriku Kayla. Tapi, bukan berarti aku harus meninggalkan rumahku. Aku hanya tak ingin setiap hari bertemu Azizah setelah kepergian Kayla."
Perumahan berderet yang sederhana itu dihuni oleh para karyawan PT.NBI yang memang di jembatani oleh perusahaan untuk memberikan kemudahan kepada para karyawannya agar bisa memiliki hunian sederhana dekat dengan kawasan perusahaan.
Tok..tok..tok..
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam." Gibran membukakan pintu untuk tamu yang belum ia ketahui.
"Azizah, ngapain kesini? Suamimu mana?" mata Gibran mengedar ke halaman rumahnya.
"Ini Kak, Zizah tadi masak banyak, sayang takut gak ada yang ngabisin. Soalnya Satria juga masih betah di rumah neneknya. Mas Gery juga tadi mau pergi mancing katanya." Azizah menyodorkan mangkuk berisi sup ayam buatannya.
"Kamu sudah izin belum sama suami kamu, mau ngasih ini sama aku?"
"Udah, kok, tadi Mas Gery juga ngizinin waktu mau berangkat mancing. Lagian sayang pasti Mas Gery beli makan di tempat mancing, nanti malah kebuang. Soalnya pasti pulangnya malem banget,"
"Oh, ya udah, makasih, ya, sebentar aku ambil mangkuk dulu." Gibran bergegas menuju dapur untuk mengambil mangkuk, memindahkan sup.
"*sejak kapan Gery suka mancing*?"
batin Gibran bertanya, seolah tak ingin kepo dengan hobi baru temannya yang menurut ia aneh, karena Gery dari dulu tak suka mancing.
Ia mulai memasukkan sendok yang berisi sup kedalam mulutnya.
"Enak juga sup nya,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments