Di sebuah ruangan yang cukup luas. Seorang pria tampan berusia dua puluh sembilan tahun, sedang berkutat dengan gawainya. Ia tampak sangat anteng dan serius membaca sebuah naskah novel, dengan sebelah tangan memelintir sebatang bolpoin yang mendarat eksotis pada bibir sensualnya.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja ....
BRAAAK
"Apa-apaan ini?" Teriakannya menggelegar. "Naskah model bebek congek seperti ini mau diterbitkan?" Suara bariton itu terdengar sangat mencerca, sembari menghempaskan satu eksemplar naskah novel dengan kasar di atas meja.
"Bukan karya seperti ini yang aku cari!" Tandasnya tidak ingin melanjutkan ritual pengecekan. "Bagaimana mungkin cerita minim kualitas seperti ini bisa sampai ke tanganku, hah?" Pria tampan itu menggeram tidak habis pikir.
JLEB
Galak amat, Bang!
"Cepat panggil Wakil Dirut ke mari!" Perintahnya dengan tegas.
Seorang gadis yang masih berdiri anteng di sampingnya sontak terlonjak dari posisinya, lalu bergegas keluar.
Bagaimana tidak marah? Pria tampan berdarah campuran Indonesia-Pakistan itu, baru saja membolak-balik lembar demi lembar naskah novel yang telah diserahkan oleh sekretarisnya. Menurutnya, ide cerita di dalam novel itu terlalu murahan dan pasaran.
Sebut saja, Angin Topan. Direktur Utama PT. Maha Karya, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penerbitan dan percetakan, yang telah berdiri sejak sepuluh tahun silam.
Jika dilihat sekilas, Angin tampak seperti pribadi yang sangat sombong dan tempramental. Namun, bagi orang-orang terdekatnya, pria tampan ini terkenal dengan julukan 'Pria Berhati Lembut' selembut hembusan angin.
Ayahnya seorang pengacara tersohor keturunan Pakistan, yang bernama Huzan Ribut. Panggil saja Tuan Ribut.
Karena terlahir di Indonesia, lelaki yang telah berusia lebih dari empat puluh tahun itu, menganggap bahwa dirinya adalah penduduk asli negara ini. Walaupun sebenarnya darah Pakistan turut mengalir di dalam dirinya, namun rasa cintanya yang begitu dalam terhadap negeri ini, membuat ia memiliki sikap nasionalisme yang begitu tinggi.
Sedangkan Ibundanya adalah wanita berdarah jawa tulen, yang bernama Rembulan Purnama. Panggil saja Nyonya Bulan. Seorang Pengusaha Kuliner, yang telah memiliki pabrik sendiri untuk memproduksi berbagai jenis olahan Makanan Beku atau yang sering dikenal dengan istilah, Frozen Food.
Di tempatnya bekerja, Angin dibantu oleh seorang Gadis Tionghoa yang menjabat sebagai sekretaris pribadinya. Namanya ... Pelangi.
Memilih wanita seperti Pelangi untuk menjadi seorang sekretaris pribadi, bukanlah sebuah keputusan yang diambilnya tanpa alasan khusus. Selain karena Pelangi termasuk tipe gadis tomboi dan kaku, Angin juga sangat mengagumi keuletan dan kecerdasan gadis tersebut.
Selain itu, Angin juga termasuk tipe pria yang sangat risih dengan wujud wanita barbar dan sok centil. Maka dari itu, ia memilih Pelangi, agar suasana di tempat kerjanya akan selalu terasa nyaman dan menenangkan.
Nah, sebenarnya ada satu hal lagi yang menarik dari pria tampan satu ini.
Penasaran ya? Penasaran tidak? Penasaran dong!
Sampai saat ini, Angin juga belum pernah terlihat menggandeng seorang kekasih. Bukan karena tidak tertarik pada lawan jenis. Hanya saja, ia belum menemukan sosok yang tepat untuk menduduki tahta tertinggi di dalam hatinya.
Jadi, silakan antri!
...💎💎💎...
"Berlian ...."
"Berlian ...."
"Berlian ...."
"Berlian ...."
Panggilan keempat sukses membuat Berlian terjaga dari tidurnya. Nampak semburat lelah dan kurang istirahat yang ketara di wajahnya, yang masih saja terlihat cantik walaupun baru terbangun dari tidur.
Mendengar namanya dipanggil berkali-kali, akhirnya Berlian terperanjat. "Astaga, ternyata cuma mimpi," batinnya, mengingat momen perkenalannya dengan tujuh Kepala Casper itu.
"Semalam gak tidur lagi ya?" Tanya seorang pria tampan, sembari mendudukkan tubuhnya di atas kursi tepat di depan Berlian.
Dengan masih mengondisikan pandangannya, Berlian mengucek-ngucek kedua matanya, sembari menoleh ke arah sumber suara.
"Awan ...," sapanya setelah mengenali wajah pria tampan yang berada di hadapannya itu.
Awan Sakti, sahabat Berlian sejak duduk di bangku SMP. Berbeda dengan pria-pria yang lainnya, dari dulu Awan memang tampak lebih peduli kepada Berlian.
Seperti Awan Sakti yang melindungi tokoh utama dalam serial film bertajuk Monyet Sakti yang sempat populer pada masanya, Awan juga selalu menjadi pelindung bagi Berlian. Di saat banyaknya cemoohan dari para lelaki pemuja wanita seksi, Awan selalu ada untuk membelanya.
"Maaf, kalo aku membuatmu menunggu lama," tuturnya merasa menyesal.
"Gak papa," respon Berlian sembari tersenyum hangat.
"Oh, iya, ini naskah yang kemarin kamu kirimkan. Lagi-lagi, Angin menolak untuk menerbitkannya." Awan menyerahkan satu eksemplar naskah novel itu seraya tersenyum tidak enak.
"Kenapa?" Sambar Berlian tidak sabar, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Awan.
"Jika Angin sudah mengatakan tidak suka, maka aku juga tidak bisa mengorek alasannya." Mengaduk-aduk minumannya yang sudah dipesan oleh Berlian, sembari mendesah frustasi ke sembarang arah.
Berlian menarik naskah novel barunya itu, lalu terdiam sembari merunduk. Saat ini, ia hanya sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Membuat Awan merasakan bahwa betapa kecewanya hati gadis cupu itu.
"Tapi Kamu tenang aja ...," sambung Awan sambil menyentuh punggung tangan Berlian. "Aku yakin dengan sedikit melakukan revisi pada alur cerita, dan mengganti beberapa narasi yang terkesan bertele-tele, Angin pasti akan berubah pikiran."
Mendengar hal itu Berlian langsung mendongak dengan raut wajah penuh harapan. "Benarkah begitu?" Tanyanya meyakinkan diri.
"He'em ...." Awan mengangguk dengan penuh keyakinan. Membuat raut wajah Berlian berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya.
Artinya, masih ada harapan!
Di saat keduanya sedang mengobrol ria, muncullah sesosok gadis petakilan yang selalu tampak sok cantik tetapi juga menyenangkan.
"Erli ...." Memeluk heboh dan mengusel-uselkan pipinya pada pipi Berlian. Membuat Awan melongo dan bergidik ngeri melihat tingkah barbar-nya.
Siapa lagi kalau bukan ... Gempita.
Berlian memang sudah berjanji untuk bertemu dengan Awan di sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari kantor Awan.
Namun tidak disangka, saat melintasi jalan itu, kedua manik mata Gempita tidak sengaja menangkap sosok yang ia kenal sedang duduk berduaan dengan seorang pria tampan.
"Ketemu cogan kok gak ngajak-ngajak inyong sih, Er?" Gempita berbisik di telinga Berlian, namun masih bisa terdengar oleh Awan.
Kemudian ia melirik ke arah pria tampan yang berada di hadapannya itu, lalu tersenyum centil sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Hai, nama inyong Gempita ...." Mengulurkan tangannya dengan penuh percaya diri.
Melihat hal itu, Awan hanya tersenyum tipis. Itupun terpaksa ia lakukan untuk menghargai Berlian. "Awan ...," respon singkat pria itu tanpa menyambut uluran tangan Gempita. Tentu saja hal itu membuat gadis Ngapak tersebut mengerucutkan bibirnya kecewa.
Berlian yang memahami perasaan sahabat kocaknya itu, lantas hanya bisa tersenyum di balik punggung tangannya yang nampak bergetar menahan tawa. Ia merasa sedikit prihatin sekaligus terhibur.
"Ehem ... ehem ...." Tiba-tiba Awan berdeham memecah suasana canggung. "Kalo gitu, aku pamit dulu ya, aku khawatir ... Angin memerlukan bantuanku." Awan pamit pada Berlian dan beranjak dari peraduannya. Membuat Gempita bersungut semakin kesal.
"Iya, makasih ya, Wan." Berlian ikut bangkit melepas kepergian Awan. Sementara Gempita, ia masih saja memasang wajah masam.
"Kok dia jadi pergi sih? Apa karena ada inyong yak? Emangnya inyong kurang cantik apa coba?" Memasang wajah paling sedih sedunia.
Mendengar hal itu, Berlian terkekeh kecil sembari memegang pundak Gempita. "Kamu itu udah cantik banget kok, Gem. Cuman sayangnya ...." Berlian menggantung kalimatnya.
"Sayangnya apa, Er?" Gempita menyambar secepat kilat.
"Sayangnya gak semua cowok suka sama cewek centil, hehehe ...." Berlian menangkup mulut dengan kedua tangannya.
"Terus inyong harus gimana dong? Centil kan emang udah jadi ciri khas inyong di novel ini." Memasang wajah tidak berdaya.
"Ya, udah, gak usah terlalu dipikirin. Terima takdir!" Sahut Berlian tak peduli, kemudian menimang naskah novelnya, menyampirkan tas selempang pada pundaknya, lalu melenggang keluar.
"Lololololo, maen pergi aja kamu, Er. Tunggu inyong dong. Erli ...." Dengan langkah terburu-buru Gempita bergegas menyusul Berlian yang telah melewati batas pintu keluar.
Walaupun Berlian sering mengejeknya habis-habisan, namun tetap saja Gempita selalu menempel pada gadis cupu itu seperti perangko yang menempel sempurna pada amplop surat.
Namun begitulah seorang Gempita, tidak akan mudah baper walaupun selalu dijuluki gadis lemper. Eh, maksudnya ... centil.
...💎💎💎...
"Dari mana saja, Kamu?" Pertanyaan yang mengandung makna sinisme itu terlontar begitu saja dari bibir Pak Iwa. Membuat Berlian menghentikan langkahnya sejenak, tanpa menoleh ke arah sumber suara.
Lelaki setengah baya itu tengah duduk di atas sofa yang terdapat di ruang tamu, ketika Berlian melewati pintu masuk. "Kalo orang tua nanya itu dijawab, Berlian!" Suara Pak Iwa mulai meninggi ketika Berlian tak juga menanggapi pertanyaannya.
Gadis cupu itu menghela nafasnya dengan kasar, lalu berkata, "Kalo aku jawab, pasti Papah bakalan berkhotbah dan merendahkan pekerjaanku lagi," sarkas Berlian dengan suara sedikit bergetar. Saat ini, kedua bola matanya sudah tampak berkaca-kaca. Sebab momen pertemuan dengan Sang Ayah, selalu saja berhasil mengaduk-aduk emosinya.
Pak Iwa mendelik tidak terima. "Berani-beraninya kamu bicara seperti itu pada orang tua, Berlian!" Pak Iwa tersulut emosi dan beranjak dari duduknya. Namun hal itu, tidak sedikitpun membuat Berlian memutar arah pandangannya.
"Karena aku belajar semua itu dari Papah," jawab Berlian sekenanya seraya menyeka air matanya yang mulai merembes, kemudian berlalu menuju kamar.
"Berlian ...!"
Pak Iwa tampak menahan amarah yang telah naik hingga ke ubun-ubunnya. Wajahnya merah padam, sedangkan kedua tangannya terlihat mengepal erat, ketat dan berurat.
Di dalam kamar
"Duaaar ...."
Berlian terperanjat setelah menutup pintu kamarnya.
"Apaan sih, Gem? Bikin kaget aja tau," cebik Berlian sembari mengelus dadanya.
"Hahahaa ... abisnya kamu lama banget, ngapain aja sih di luar?" Tanya Gempita merasa kepo.
"Oh, ta-tadi a-ku lagi ...." Berlian menyembunyikan wajahnya tampak gelagapan.
"Kamu abis ketemu Om Iwa ya?" Tembak Gempita tanpa basa basi.
"Kok tau?" Berlian menyampirkan tasnya pada gantungan, memunggungi wajah Gempita.
"Itu mata kamu sembab. Pasti kamu abis nangis 'kan?" Memicingkan sebelah matanya menuntut kejujuran Berlian.
"Sok tau, kamu." Berlian berjalan dengan santai melewati Gempita, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur.
BRUUUK
"Emang inyong selalu tau kok." Gempita beringsut ke atas tempat tidur mendekati Berlian.
Pandangan Berlian melayang ke langit-langit kamar, seolah tak menggubris perkataan Gempita.
Gempita terkekeh, "cie ... cie ... yang lagi mikirin cogan tadi ...," ejek Gempita, membuat Berlian mendelik tidak suka.
"Ngaco, kamu."
Namun sejurus kemudian, Berlian tiba-tiba teringat sesuatu. Ia bangkit dari tidurnya, lalu menyalakan lappy-nya yang tergeletak di atas meja belajar.
Setelah menyalakan benda pipih yang berukuran lebar itu, Berlian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Aneh banget sih, tu anak. Nyalain laptop, tapi malah ditinggal mandi," celetuk Gempita merasa heran.
Ternyata, tanpa sepengetahuan sahabatnya itu, Berlian menyembulkan sebagian kepalanya dari balik daun pintu kamar mandi, untuk mengecek situasi.
Ia ingin memastikan bahwa, akankah Kepala Casper itu mau menyapa Gempita saat ini?
Tet ... Tot ....
Anda belum beruntung!
Berlian berdecak kesal. Ternyata makhluk-makhluk eksentrik yang selalu menghantuinya itu tidak mau menampakkan wujudnya di depan orang lain.
"Berarti mimpiku tadi siang itu benar adanya. Makhluk aneh itu hanya muncul di hadapanku saja. Iiih ... ini gak adil!"
Berlian menghentak-hentakkan kedua kakinya tidak terima. Gadis itu mulai merasa bahwa, ia adalah satu-satunya tokoh yang paling teraniaya di sini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Purnama Dewi
Si babang Aryan Khan 😍
Aku di Bhiar Khan (ngenessss)🤣😂
2021-12-13
1
Puan Harahap
hadir
🌹🌹Yuk thor mampir
salam Pria Idola
Bos Arrogan jatuh cinta
Menikahi pria urakan🌹🌹
2021-06-10
0
Nofi Kahza
Bapaknya Huzan ribut
ibunya rembulan purnama
anaknya Angin topan
sampai sini gw ngakak sampek kering kerontang ni gigi.🤣🤣
2021-05-08
1