Bunga Tidur

"Apa yang kamu harapkan dari menulis, hah? Berapa emangnya penghasilanmu dari pekerjaan unfaedah itu?" Suara Bariton Pak Iwa menggema seantero meja makan.

Sudah bukan hal yang baru lagi. Ayah Berlian selalu saja meremehkan profesi gadis cupu itu.

Menulis Fiksi!

Itulah hobi sekaligus profesi seorang Berlian Sighania.

Mungkin bagi sebagian orang, menulis fiksi bukanlah sebuah pekerjaan yang berkelas. Namun bagi Berlian, menulis merupakan investasi masa depan.

Menulis bisa membuatnya berbagi pengalaman, menuangkan semua ide dalam sebuah wadah yang tepat, serta menyampaikan pesan moral melalui bait demi bait kalimat dengan versi bahasa yang enak dibaca. Bukankah hal itu merupakan sebuah budaya yang sangat romantis?

Tentu saja, menulis juga termasuk dalam salah satu jenis budaya, yaitu budaya berbagi. Berbagi pengalaman dan ide cemerlang tanpa harus merasa paling pintar.

Baiklah, cukup!

Kembali ke meja makan!

Seperti biasa, Berlian tidak pernah merespon. Ia segera menyudahi ritual pengisian energinya, lalu bangkit dari peraduan.

Ketika gadis itu hendak berlalu dari sana, suara Pak Iwa terdengar semakin menggelegar.

BRAAAK

"Papah belum selesai bicara, Berlian. Lancang sekali kamu!" Pak Iwa menggebrak meja makan itu sekuat tenaga.

"Pah..." Ibu Nila menyentuh pergelangan tangan suaminya, berusaha menenangkan.

Mendengar hal itu, Berlian sontak memutar tubuhnya setengah rotasi dan berkata, "Papah tidak akan pernah mengerti Aku."

Kalimat Berlian membuat Pak Iwa tercekat. Tidak bisa berkata-kata lagi.

Selama ini, pria yang berusia hampir setengah abad itu, memang hanya mengagung-agungkan kehendaknya, tanpa memahami keinginan Sang Putri. Ia terus saja mendoktrin Berlian agar mau menapaki jalan yang sama persis dengan jejaknya. Padahal Berlian sama sekali tidak menyukai profesi tersebut.

Gadis cupu itu merasa sangat terpukul. Ia juga merasa muak, karena Sang Ayah selalu saja melecehkan profesinya saat ini.

Berlian menyeka sekilas sudut matanya, lalu bergegas menuju kamar. Dalam kondisi seperti ini, menyendiri adalah cara terbaik baginya untuk menetralkan emosi.

JEDDAAAR

Tanpa peduli, Berlian membanting pintu kamarnya sekuat tenaga. Berusaha menghempaskan kekecewaannya bersamaan dengan kibasan daun pintu.

Ia duduk di atas kursi belajarnya dengan berbantal lengan dan menangis sejadi-jadinya.

"Kenapa semuanya harus diukur dengan nominal? Hiks... Hiks..." Sekujur tubuh Berlian nampak bergetar hebat. Kesabarannya kali ini tidak bisa lagi diajak berkompromi.

Sikap Sang Ayah yang selalu saja menganggap remeh profesinya, sungguh tak bisa lagi ia maklumi.

"Kapan Papah bisa memahami keinginanku?" Mendongakkan wajahnya frustasi. "Apakah profesi yang menjanjikan itu hanya menjadi seorang pelaku bisnis? Tidak 'kan? Hiks... Hiks..." Berlian terus meluapkan perasaannya yang berkecamuk. Hingga tidak terasa, ia terlelap karena kelelahan menangis.

...💎💎💎...

"Halloowww ...." Terdengar suara bergema di telinga Berlian. Ia terperanjat, merasakan sebuah energi negatif mendekatinya.

"Siapa? Siapa itu?" Pandangan Berlian menyapu seluruh ruangan. Ekor matanya terlihat ke sana ke mari, berusaha menemukan sumber suara.

"Aku di belakangmu, hihihihihihihi ...."

Lagi, suara seorang wanita yang sedang tertawa agak fals tertangkap oleh indera pendengaran Berlian. Ia bergidik ngeri sembari memeluk tubuhnya sendiri. Memutar rotasi kepalanya seratus delapan puluh derajat, memastikan keberadaan sosok tersebut. Namun nihil, tidak ada siapa-siapa.

Apakah ... yang tadi itu kuntilanak?

Sekelebat bayangan putih tertangkap ekor mata Berlian. Ia memutar kembali wajahnya ke depan lalu mundur beberapa langkah, sehingga membuat tubuh jenjangnya menempel sempurna pada tembok.

"Bagaimana aku bisa berada di sini?" Kembali menelisik seluruh sudut ruangan. "Dimana aku sekarang? Papah ... Mamah ...," teriaknya sekuat mungkin.

Namun percuma saja. Teriakannya tidak akan bisa didengar oleh siapapun.

"Pah ... Mah ... tolong aku ... huhuhu ...," lirih Berlian, lalu melorotkan tubuhnya ke lantai sambil menangis tersedu.

"Jangan menangis, Nona Manis. Ngehehehe ...." Suara itu sukses membuat Berlian mendongakkan wajahnya. Terdengar sangat dekat dengan telinganya. Apalagi hembusan angin yang menerpanya sekilas, berhasil membuat sebagian rambutnya menari-nari.

Namun anehnya, tidak ada satu sosok pun yang bisa tertangkap manik matanya.

"Siapa kalian? Jangan ganggu aku ...!" Teriak Berlian sembari menutup kedua telinganya rapat-rapat.

"Hihihihihi ...."

"Ngahahaha ...."

"Kikikikikikikik ...."

...💎💎💎...

"Mamah ...." Berlian berteriak seraya terlonjak dari posisinya.

"Ya, Tuhan ...."

Gadis cantik berkaca mata itu, menyeka keringat yang membanjiri pelipisnya dengan punggung tangan.

"Mimpi itu lagi? Heh ...." Berlian menghela nafas berat. Ia merasa sangat lelah. Kali ini, bunga tidurnya terasa begitu nyata.

Ini untuk ketiga kalinya, Berlian dihantui oleh mimpi yang sama.

Aneh sekali!

Kenapa bisa demikian?

Sejak mengunduh salah satu aplikasi menulis dan membaca online yang baru-baru ini ia kenal, Berlian selalu saja mengalami kejadian menakutkan. Mimpi itu, misalnya. Aneh bukan? Tetapi ... itulah kenyataannya.

CEKLEK (Daun pintu tersibak)

"Ada apa, Sayang? Kamu mimpi lagi?"

1

2

3

"Aaaaaaaa ...."

Berlian menjerit ketakutan melihat sosok berbaju putih yang tiba-tiba memasuki kamarnya. Namun pada saat yang bersamaan sosok itu juga berteriak ketakutan.

"Aaaaaaaa ...."

Karena mengenali suara itu, Berlian menghentikan teriakannya.

"Mamah ... bikin kaget aja." Berlian baru menyadari bahwa sosok putih yang sempat ia pikir sebagai penampakan makhluk ghaib, ternyata ... Ibunya sendiri.

Bagaimana tidak? Ibu Nila yang sedang menggunakan gaun panjang berwarna putih, berlumurkan masker wajah yang berwarna senada dengan pakaiannya. Rambut panjangnya dibiarkan bergerai begitu saja, menutupi sebagian wajahnya. Untuk ukuran orang yang baru saja terbangun dari mimpi horor, tentu saja itu sangat mengejutkan.

Ibu Nila mendekati Berlian, lalu memeluk putri semata wayangnya, yang masih memegang dada karena terkejut hebat.

"Kamu mimpi itu lagi?" Tanyanya sembari merangkum wajah Sang Putri dengan kedua tangannya.

"Iya, Mah. Mimpi yang sama." Berlian tersenyum manja. Menampakkan wajah imutnya yang semakin terlihat menyejukkan.

Walaupun ber-label gadis cupu, namun sebenarnya paras Berlian sangatlah cocok menggandrungi predikat cantik. Hanya saja, ia lebih nyaman dengan penampilannya saat ini. Semua itu juga membuatnya lebih aman dari godaan para lelaki hidung zebra. Eh, maksudnya ... hidung belang.

"Ya sudah. Kamu tidur di kasur ya, Jangan tidur di meja gitu. Ntar mimpi aneh lagi loh." Ibu Nila mengelus lembut pipi Berlian. "Kamu habis nangis ya, Sayang?" Lanjutnya sembari mengernyitkan dahi. Menatap kedua manik mata putrinya lekat-lekat.

"Enggak kok, Mah. Tadi aku habis nulis, makanya mataku sembab," tepis Berlian menutupi sisi rapuhnya.

"Kamu gak bisa bohongin Mamah, Sayang," tutur Ibu Nila, menelisik kedua manik coklat keemasan milik Sang Putri.

"A--aku gak bohong, Mah." Lagi-lagi Berlian tertunduk menutupi perasaannya.

"Baiklah, kalo begitu. Mamah tinggal, ya. Tidur nyenyak, Sayang." Mengecup pucuk kepala putrinya, lalu melenggang keluar dan menghilang di telan daun pintu.

"Huuh..." Berlian menghela nafas berat, melepaskan kacamatanya, lalu beranjak dari kursi.

Namun ketika ingin berbalik arah, pandangannya tertuju pada sebuah monitor yang menyala di atas meja.

Pada monitor benda pipih yang berukuran dua belas inci tersebut, tampak sebuah aplikasi berwarna dasar biru langit, dengan icon senyuman berwarna putih di bawah namanya. Aplikasi itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya tanpa Berlian sentuh.

Aplikasi apakah itu?

Mengapa terlihat menyeramkan sekali?

Ya, benar. Aplikasi N.O.V.E.L.T.O.O.N. Sebuah aplikasi menulis dan membaca online yang akhir-akhir ini menjadi sangat populer bagi para pecinta halu.

Tiba-tiba saja bulu kuduk Berlian meremang ria. Suhu tubuhnya terasa panas dingin karena kedua netranya menangkap beberapa makhluk aneh yang menyembul keluar dari dalam aplikasi tersebut.

Berlian bergidik ngeri. Ia bergegas menuju tempat tidur dan membungkus tubuhnya ke dalam buntalan selimut.

"Hihihihihi ...." Suara itu terdengar sangat nyata di telinga Berlian. Ia semakin mengetatkan selimutnya agar tidak terbuka.

Makhluk apakah mereka?

Apakah bunga tidurnya berubah menjadi nyata?

"Ah, dasar Kunti Tangsel. Niat banget sih lu jadi jurik." Tutur salah satu dari makhluk itu.

"Lah, peran kita emang jadi jurik kok di mari, ngahahaha ...." Sahut makhluk aneh lainnya.

"Buruan kamvreeet, gue mau rekaman nih." Sela makhluk aneh lainnya dengan wajah dingin.

"Rekaman mulu' lu, Yang ...." Makhluk aneh lainnya menimpali.

"Pan gua udah dapat misi baru, nupel sendiri lagi ...." Makhluk aneh itu menegaskan.

"Lagi ghibahin apa sih, apa sih? Roti sobek bukan?" Makhluk aneh yang terlihat paling centil menginterupsi percakapan para seniornya.

"Roti sobek? Mana roti sobek?" Sambar makhluk aneh lain yang perawakannya tampak paling subur. Sepertinya pikiran makhluk itu hanya berisi tentang makanan saja.

"Cukup woi, buruan! Gua mau narik nih." Keluar sosok terakhir berambut panjang dari sela-sela makhluk itu.

"Udah kelar manggul, Kang?" Tanya mereka serentak.

"Udah, makanya sekarang gua mau narik," tutur makhluk terakhir dengan wajah santai.

"Narik apaan sih? Sok sibuk banget lu," tanya makhluk aneh yang wajahnya mirip seperti kentang. Tampak sangat bulat ... tetapi lonjong. Tampak lonjong ... tetapi tidak panjang.

Ahhh, gaje!

"Narik pacar dong ...." Jawab makhluk aneh terakhir sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

"Cie, cie ...," sorak makhluk-makhluk aneh itu bersamaan. Suara mereka terdengar membahana seantero kamar. Namun anehnya, hanya Berlian saja yang bisa mendengarnya.

Satu

Dua

Tiga

Empat

Lima

Enam

Tujuh

Berlian hanya terdiam sembari menghitung jumlah makhluk aneh itu berdasarkan warna suaranya. Alih-alih merasa takut, gadis cupu itu malah tertawa kecil akibat menyimak percakapan kocak mereka. Namun ia masih belum berani keluar dari dalam selimutnya.

Terpopuler

Comments

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

Banyak amat tuh makhluk halus nya. 🤐

2022-08-30

0

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

Bener banget!!!👍🏻🥰

2022-08-30

0

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

Setujuuuuu... 🥰👍🏻

2022-08-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!