Maria memandangi foto mendiang ibunya yg sangat ia rindukan. Dulu, ibunya adalah seorang katolik yg taat, penuh kasih dan cinta. Ia tak hanya memberikan kasih sayangnya, tapi juga nyawa nya untuk Maria. Ibu nya juga sering mengatakan pada Maria bahwa Tuhan itu penuh kasih dan akan selalu ada untuk hamba Nya.
Sementara ayahnya memang tak percaya pada adanya Tuhan, walaupun begitu, mereka adalah keluarga yg bahagia dan penuh canda tawa.
Saat usia nya 9 tahun, Maria kecil berlari di jalan raya untuk mengambil boneka kesayangannya yg sengaja di lempar oleh teman nya yg jahil. Dan saat itu juga, sebuah mobil melaju dengan sangat cepat ke arahnya, sang ibu yg melihat itu pun berlari menyelamatkan putri nya, namun na'as justru nyawa ibunya yg terenggut.
Sejak saat itu, ia dan ayahnya seolah hilang arah dalam hidup, di tambah ayahnya yg selalu menyalahkan Maria kecil atas kematian istri tercinta nya.
Untuk menghilangkan kesedihannya, sang ayah melampiaskan nya pada alkohol, berjudi, dan bermain wanita, bahkan ia mulai memukuli Maria saat ia sedih ataupun marah. Maria adalah sasaran empuknya untuk melampiaskan emosi dalam jiwa nya.
Dan perlahan tapi pasti, Maria pun kehilangan kepercayaan pada Tuhan. Yg kata ibu nya penuh kasih, jika memang Tuhan penuh kasih, kenapa Dia mengambil ibunya? Kenapa Dia membiarkan ayahnya memukulinya sejak usia nya 10 tahun?
Tak ada yg membimbing Maria, karena ayahnya pun selalu mengekang Maria, tak memperbolehkan nya berteman dengan siapapun, sering mengurung nya dalam rumah, hingga ia benar benar tenggelam dalam pemikirannya sendiri.
Dan 6 bulan yg lalu, ayahnya kehilangan segala nya di Amerika, perusahaannya bangkrut tak ada sanak keluarga satu pun. Dan pulang ke negara asal nya pun menjadi satu satu nya pilihannya.
Maria sangat berharap ayahnya berhenti dari semua kebiasaan buruk nya setelah berada di Indonesia, apa lagi ia telah kehilangan segalanya. Tapi rupanya, iblis tetaplah iblis dimana pun berada.
"I miss you, Mom"
.
.
.
Sarfaraz tampak sangat fokus mengerjakan proyek Amar Degazi. Bahkan akhir minggu yg biasa ia habiskan dengan kedua orang tua dan adik nya pun tak bisa ia nikmati.
Dia masih memikirkan hotel seperti apa yg sebenarnya di inginkan Amar.
"Serius amat, Kak" celetuk Maria dan mendaratkan pantatnya di sofa, ia membawa kerupuk dan menikmati nya dan ternyata itu membuat Faraz merasa terganggu.
"Aduh, Nyil. Bisa engga sih jangan ganggu kakak? Itu lagi bunyi kerupuk udah kayak jangkrik aja"
Bukannya berhenti, Maryam malah dengan sengaja mengunyah kerupuk itu lebih banyak dan menimbulkan suara yg tentu lebih menganggu, tak hanya itu, dia lebih mendekatkan diri pada Faraz membuat Faraz semakin kesal pada adik yg selalu ia panggil Unyil itu.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Bilal yg melihat anak anak nya itu tatap tatapan seperti siap berperang.
"Bi, bilangin Kak Faz dong, berhenti manggil Maryam Unyil, Maryam udah dewasa Bi, malu sama teman teman Maryam kadang kak Faz manggil Maryam Unyil saat di kampus"
"Ya kamu memang Unyil" sanggah Faraz sebelum ayahnya menjawab.
"Bukanlah, Maryam tuh punya nama. Kak Faz gimana sih?"
"Loh, kok jadi kamu yg marah, Nyil? Kamu yg ganggu kakak dari tadi. Kakak lagi fokus kerja tahu"
"Weekend kali Kak"
"Ya engga apa apa. Amar Degazi membayar kakak mahal lho. Jadi harus cepat cepat selesaikan proyek dia"
"Engga usah mati matian cari duit kali, Kak. Duit itu engga di bawa mati"
"Iya, tapi zaman sekarang mau ke wc aja harus bayar dua ribu. Semua nya butuh uang tahu"
Bilal terkekeh dengan perdebatan putra putri nya itu, begitu juga dengan ibu mereka yg baru saja bergabung di ruang keluarga.
"Itu yg nama nya uang bukan segala nya tapi segala nya butuh uang" istri Bilal itu pun duduk di samping suami nya "Tapi semua harus di lakukan sesuai porsi nya. Jadi Faraz, biarkan otak mu istirahat setidak nya sehari ini"
"Oh ya, Faraz nanti kamu ke pesantren ya, bantuin Rayhan mengajar anak anak" sambung Bilal.
"Insya Allah, Bi"
"Di akhir minggu, mata pelajaran apa yg akan di kasih ke anak anak tk di santri putra?" tanya Maryam dan kembali mengunyah kerupuknya bahkan ia sengaja mendekatkan mulut nya ke telinga Faraz yg seketika membuat Faraz langsung menjewer adik nya itu.
"Nakal banget sih kamu ini, Nyil. Coba tiru Afsana. Dia itu kalem, engga kriuk kriuk kayak kamu dan kerupuk mu itu"
"Kalau engga kriuk artinya melempam, Kak. Kalau melempam mana enak"
"Kamu..."
"Faraz..." ibu mereka segera menyela atau adu mulut itu takkan berhenti
"Kak Faz sering banget muji Ana, Ummi. Jangan jangan Kak Faz suka sama Ana"
Dan satu tabokan kecil mendarat di pipi Maryam membuat gadis itu langsung mengerucutkan bibirnya dan tampak kesal.
"Bagi kakak, Afsana itu sama seperti kamu, sama sama adik kakak. Cuma beda nya, Afsana jauh lebih cocok jadi adik kakak, karena dia itu cantik, kalem lagi, engga kayak kamu, sering gangguin kakak" Maryam kembali mencebikan bibirnya.
"Liat tuh, Bi, Ummi. Kak Faz gitu amat"
"Dia cuma bercanda" hibur Abi nya "Oh ya, kalau kamu mau ke pesantren dan juga mengajar anak anak boleh. Akhir minggu pelajaran anak anak santri putra maupun santri putri sama kok, sama sama kisah para Nabi"
"Oh gitu, kirain beda. Ya udah Maryam mau kesana, mau bantuin Mbak Laila ngajar, Maryam juga suka cerita Nabi, minggu Lalu cerita nya Nabi Sulaiman"
"Nabi Sulaiman?" tanya Faraz
"Iya, Maryam suka cerita nya apa lagi karena ada ratu Bilqis nya yg pas masuk istana rok nya di angkat karena..."
"Lantai nya di kira air padahal lantai dan dindingnya adalah kaca yg bening" sambung Faraz dan seketika senyum lebar tercetak di bibir nya.
"Done" Faraz berseru riang membuat semua yg ada disana mengerutkan kening karena heran. Memang apa nya yg selesai?
.
.
.
Faraz menceritakan idenya pada Rian, dan Rian sudah menebak bahwa ide nya itu pasti terinspirai dari kisah kisah dalam Al Quran tentang zaman dahulu. Begitulah cara kerja Faraz selama ini.
Menjadi penghafal Al Quran sejak kecil, di beri pemahaman oleh Abi maupun guru nya, membuat Faraz tertarik pada semua kisah kisah indah dalam Al Quran. Dan ia menjadi seorang arsitek juga terinspirai dari orang orang zaman dahulu yg bisa membuat bangunan indah dan unik, padahal zaman dahulu tidak secanggih zaman sekarang, semua nya di lakukan secara manual.
Faraz menggabungkan ide bangunan modern dan juga bangunan kuno, karena itulah seperti kata Amar, Faraz selalu bisa membuat bangunan yg tampak unik dan istimewa.
"Apa menurut mu Degazi akan menyukai ide itu? Dan ya, dia akan membangun hotel itu di pinggiran kota, apa menurut mu itu engga terlalu mewah?"
"Kita akan tanyakan, selain itu minggu depan dia mengajak kita untuk survey tempat nya"
"Minggu depan aku engga bisa, Faraz"
"Kenapa?"
"Pernikahan sepupu ku, bukan nya aku sudah kasih tahu kamu"
"Aduh" Faraz menepuk jidatnya sendiri "Aku lupa, malah udah janji lagi"
"Ya udah, kamu pergi sendiri aja. Engga mungkin kalau di cancel. Bisa bisa dia membatalkan proyek nya"
"Benar juga" gumam Faraz, karena seperti itulah Amar Degazi yg mereka kenal, jika Amar sudah memutuskan sesuatu, maka itulah yg harus terjadi, dan jika ada halangan maka lanjutkan atau tidak sama sekali. Itu prinsip Amar Degazi.
.
.
.
Amar menemui rekan bisnis nya di Zahra Resto. Sambil makan siang, mereka membicarakan proyek penting dan juga Amar yg ingin meng invetasikan sebagian saham nya di perusahaan rekan bisnis nya yg bernama Sanjaya Putra.
Saat sedang mendengarkan Tuan Sanjaya yg sedang berbicara, tanpa sengaja Amar melihat Maryam yg sedang melayani pengunjung.
"Apa dia bekerja di sini?" batin nya bertanya.
"Permisi... Mbak..." tanpa fikir panjang Amar malah melambaikan tangan nya pada Maryam dan memanggil nya.
Maryam pun menghampiri nya dan mengunggingkan senyum ramah nya.
"Ya, Tuan?" Amar tak langsung menjawab, karena ia memang tidak membutuhkan sesuatu, tapi entah kenapa dia malah memanggil nya.
"Bodoh sekali"
"Em... Bisa bawakan satu gelas air dingin?" pinta nya asal.
"Baiklah, mohon tunggu sebentar" jawab Maryam dan ia pun segera pergi.
Amar terus memandangi Maryam yg berlalu dan tiba tiba ia dikejutkan dengan tepukan di pundaknya, dan saat menoleh
"Astaga, dia lagi" batinnya berseru tak suka melihat gadis cantik dengan pakaian kurang bahannya.
"Hai, Pa. Udah meeting nya?" gadis itu duduk di samping ayahnya, Dilara. Putri dari rekan bisnis Amar, Sanjaya Putra. Sejak bekerja sama dengan Tuan Sanjaya sekitar tiga tahun yg lalu, sejak saat itulah gadis yg bernama Dilara itu terus berusaha mendekati Amar.
Dan gadis itu semakin besar kepala hanya karena Amar yg pernah meniduri nya sekali. Oh ayolah, pria seperti Amar bisa meniduri siapapun dan kapan pun. Tapi sungguh, Amar tak menginginkan gadis itu lebih dari kenikmatan sesaat nya.
"Kenapa kamu melamum, Mar?" tanya Dilara pada Amar.
"Aku..."
"Tuan, air nya"
Maryam datang dan meletakkan segelas air dingin pesanan Amar, dan Dilara menyadari Amar tersenyum manis pada pelayan itu seolah dia bukan Amar dengan wajah dingin nya, bahkan tatapan Amar yg biasa nya tajam malah berubah lembut saat menatap Maryam.
"Terima kasih" Dilara yg menjawab dan langsung meneguk air itu membuat Amar mendengus kesal. Maryam tak mempermasalahkan itu, ia fikir mungkin Amar meminta air itu memang untuk Dilara.
Maryam pun meninggalkan meja Amar, di susul dengan Tuan Sanjaya yg juga berpamitan. Sudah Amar duga, bapak dan anak ini pasti bekerjama sama untuk membuat Amar dekat dengan Dilara. Tinggallah mereka berdua, namun pandangan Amar malah terus fokus pada Maryam yg sibuk melayani pengunjung, Amar sangat suka saat ia melihat Maryam yg tersenyum ramah, apa lagi matanya yg seolah ikut tersenyum.
"Kamu ngapain liatin pelayan itu terus?" tanya Dilara tak suka.
Bukannya menjawab, Amar malah membereskan barang barang nya dan segera beranjak pergi, tak peduli Dilara yg memanggil dan mengejarnya seperti orang bodoh.
.
.
.
Maria memilih beberapa barang yg dia butuhkan di mini market, ia juga membeli beberapa makanan siap saji, tentu karena tak ada yg mengurus dirinya di rumah, selain itu dia di sibukan dengan kuliah dan mencari lowongan pekerjaan.
Dia sangat membutuhkan uang untuk biaya hidup nya, sementara orang yg seharusnya bertanggung jawab atas hidup nya malah sibuk dengan alkohol dan wanita.
Di kasir, Maria kebingungan karena ia tak menemukan dompetnya di tas nya.
"Mbak, bisa cepat sedikit? Kasian yg lain" ucap sang kasir karena memang ada banyak yg antri untuk membayar.
"Em sebenar dompetku ketinggalan. Aku cancel saja semua nya" seru Maria menahan malu, apa lagi kasir itu yg menatap nya dengan tatapan jengah.
"Tidak perlu" Maria menoleh pada asal suara yg tak asing itu.
"Tuan sok suci ini lagi" ia menatap tak suka pada Faraz.
"Masukan saja dalam tagihan ku" ucap Faraz sambil menyerahkan satu botol air mineral.
"Engga usah, makasih" balas Maria dengan nada judesnya.
"Kamu bisa menggantinya nanti, dari pada di cancel, lagi pula sepertinya kamu butuh semua barang barang itu"
"Engga usah" balas Maria kekeh. Padahal ia sangat berharap tak bertemu Faraz lagi, tapi entah kenapa malah bertemu di saat memalukan seperti ini.
"Masukan saja dalam tagihan ku" Faraz mengeluarkan credit card nya dan tentu saja si kasir tak menolak.
Maria hanya bisa memutar bola matanya.
Setelah membayar, kedua nya pun sama sama keluar.
Maria hendak menghentikan taksi, namun Faraz melarangnya.
"Kenapa memangnya?" tanya Maria masih dengan nada judesnya.
"Kamu engga punya uang kan?"
"Ya aku bisa bayar di rumah lah"
"Bagaimana kalau dompet mu engga ada di rumah? Mau bayar dia pakek apa? Biar aku antar"
Sebenarnya Faraz hanya bertanya asal, karena sejujurnya ia ingin mengantarkan Maria pulang, kenapa? Karena Maria terlihat sangat pucat dan mata gadis itu sembab, Faraz merasa Maria tidak dalam keadaan baik baik saja. Dan entah kenapa hatinya ingin menolong nya walaupun terlihat sekali Maria tak menyukainya dan Faraz tak tahu apa alasannya.
Sementara Maria membenarkan apa kata Faraz, karena ia memang tak punya uang lagi selain yg ada di dompet nya.
Akhirnya dengan sangat terpaksa Maria mau di antar Faraz.
Seperti biasa, di sepanjang perjalanan kedua nya sama sama diam.
Maria sendiri merasa tidak enak badan, mungkin karena kelelahan mengurus rumah yg cukup besar sendirian, kuliah dan setiap hari mencari lowongan pekerjaan dari satu tempat ke tempat yg lain.
Hingga Faraz sampai di perumahan itu lagi, dan ternyata Maria tertidur.
"Cantik juga... Astaghfirullah..." Faraz segera mengalihkan pandangannya.
"Kita sudah sampai" seru nya namun Maria tak berkutik "Hello... Kita sudah sampai" Faraz melambaikan tangan nya di depan Maria namun gadis itu benar benar terlelap.
"Bangun... Kita sudah sampai" kali ini Faraz menarik narik lengan baju Maria dan syukurlah karena gadis itu mengenakan kaos panjang.
Maria seketika terbangun dan ia terlihat salah tingkah.
"M... Maaf" ucap nya sambil mengelap pipi nya takut takut ada air liur di sana. Faraz yg melihat tingkah menggemaskan Maria hanya terkekeh kecil.
"Mau aku antar sampai depan rumah mu?"
"Engga, makasih. Oh ya, minta no telepon mu? Aku akan mengganti uang mu nanti"
"Engga usah, aku ikhlas membantu mu"
"Tapi aku yg engga ikhlas menerima bantuanmu" sekali lagi Faraz di buat terkejut dengan sikap dingin Maria dan nada bicara nya yg selalu ketus. Ia pun menyerahkan ponsel ya pada Maria dan Maria segera menghubungi nomor nya sendiri.
"Itu nomor ku, akan ku ganti saat aku menemukan dompet ku" ia berkata sembari menyerahkan ponsel Faraz, kemudian ia turun dengan membawa belanjaan nya.
"Jangan sampai aku bertemu dengan pria sok suci itu lagi, ikhlas membantu? Impossible"
▫️▫️▫️
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Nggie Utami Anggraeni
celetuk maryam mungkin maksudnya
2024-05-01
0
💫R𝓮𝓪lme🦋💞
ternyata pas aku lihat k bawah bab ny buanyak juga ya🤭🤭
2022-10-21
1
Lia Shechibie'slove
aku suka,
2022-09-01
0