•
•
•
"Selamat siang Bu. boleh saya masuk?" Ucap Sinta, salah satu karyawan yang bekerja di restorannya Eira itu.
Rara tersenyum lebar. "Masuk aja. Ada apa, Sinta?" Gadis itu meletakkan pulpen di atas tumpukan kertas yang sedang ia periksa.
"Itu .. bu, di luar ada yang mencari bapak Haris."
Rara mengernyit. "Ayah saya?"
Kepala gadis itu mengangguk pelan.
"Siapa?"
Sinta tersenyum tipis. "Saya kurang tahu, Bu."
"O .. iya udah, kalau begitu biar saya yang menemuinya." ujar Rara seraya berdiri dari duduknya.
Tak lama setelah itu, Rara dan gadis yang bernama Sinta itu keluar dari dalam ruangannya. Semua karyawan tersenyum begitu mereka berpapasan dengan sang pemilik restoran tersebut.
"Dimana orang itu, Sinta?"
"Itu, Bu." Sinta menunjuk salah satu sudut ruangan restoran tersebut. "Mereka ada di meja nomer delapan."
Tidak butuh waktu lama, Rara bisa melihat siapa orang yang di maksud oleh gadis itu. Rara melihat ke arah dimana lelaki paruh baya itu sedang duduk disana, bersama dengan seseorang yang berdiri di sampingnya. Rara yakin, kalau orang tersebut adalah bodyguard dari lelaki yang terlihat seumuran dengan ayahnya itu.
Gadis itu berjalan mendekati orang tersebut.
"Assalamualaikum .. selamat siang.!" Rara menyapanya dengan penuh hormat.
Lelaki itu segera menoleh ke arah dimana gadis itu sedang berdiri di sampingnya.
"Waalaikumsalam .. " Ia tersenyum. Lalu, menatap gadis itu dari atas sampai bawah. "Kamu ..? Putrinya Haris kan? siapa namanya ..?" lelaki itu seperti sedang berpikir untuk mengingat siapa gadis ini.
"Iya, Pak." Sela Rara cepat. "Perkenalkan nama saya Eira, bapak bisa panggil saya Rara. Dan saya putrinya pak Haris Haryanto." ia berujar dengan bibir yang tidak pernah berhenti tersenyum.
Lelaki itu tertawa, ia baru ingat kalau gadis itu adalah Eira, putri pertama dari sahabatnya yang sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu. Dulu .. Eira adalah gadis kecil bertubuh gembil, berponi, dan juga begitu cerewet. Dan sekarang, gadis itu sudah besar, terlihat cantik, ramah dan benar-benar berubah. Bahkan, lelaki tua itu sampai tidak bisa mengenali nya sama sekali.
"Kamu .. beneran Rara?" Lelaki tua itu kembali bertanya seolah tidak percaya.
"Iya, Pak. Saya Rara."
"Oh .. ya ampun, saya benar-benar tidak bisa mengenali kamu, Ra. Ternyata kamu sudah besar dan cantik seperti ini."
Rara tersenyum kaku, sebenarnya siapa laki-laki ini? sepertinya lelaki tua itu sangat mengenali dirinya.
"Bapak kenal saya?"
Lagi, laki-laki itu tertawa. "Jangan panggil saya Bapak. Panggil saja saya Om Pras.!"
"Om .. Pras?" Rara mengernyit, menatap bingung laki-laki tua itu.
"Kamu pasti lupa dengan saya, Ra. Om ini sahabat ayah kamu dulu. Om pernah tinggal bersama kamu, sebelum Om pindah ke Jakarta."
Sungguh, gadis itu sama sekali tidak bisa mengenali siapa lelaki tua yang katanya sahabat ayahnya itu. Tapi .. ada satu hal yang membuatnya mengingatkan pada sesuatu. Dan ..
Rara menatap Pras Bramantyo itu dengan tatapan menyipit. "O .. aku ingat sekarang, Om Pras ini orang yang suka ngatain aku gendut kan?" sewot gadis itu dengan penuh selidik.
Lagi dan lagi lelaki itu tertawa. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau ia akan kembali bertemu dengan gadis kecil yang dulu sering menangis karena tidak suka saat di panggil dengan sebutan gendut.
Ya, disinilah sekarang mereka berdua berada. Duduk di meja yang sama, menghabiskan waktunya hanya untuk berbicara dan bercerita tentang masa lalu. Banyak hal yang di ceritakan oleh Rara tentang ayah termasuk dengan keluarganya kepada Pras Bramantyo, sahabat ayahnya itu.
Sedangkan Pras Bramantyo sendiri, laki-laki paruh baya itu hanya tersenyum seraya memperhatikan Eira dengan lekat. Pras Bramantyo memperhatikan bagaimana cara seorang Eira bersikap, berbicara, bahkan .. ia memperhatikan dengan seksama bagaimana cara gadis itu berpakaian. Ya, Pras Bramantyo menilai kalau Eira adalah gadis yang benar-benar berbeda. Selain cantik dengan hijabnya itu, Eira adalah gadis yang baik, ramah, lemah lembut dengan penuh sopan santun.
Ya, Pras Bramantyo merasa kalau Rara adalah gadis yang tepat untuk menjadi menantunya, menjadi istri dari anaknya yang bernama Barra Malik Bramantyo.
"Ra .. ?" Panggil laki-laki tua itu seraya menyeka sudut bibirnya menggunakan kain.
"Iya, Om. Kenapa?"
"Apa kamu mau menjadi menantu saya?" Pertanyaan itu membuat gadis yang sedang memasukkan makanannya ke dalam mulut tiba-tiba tersedak begitu saja.
Beruntung laki-laki tua itu segera menyodorkan segelas air putih kepadanya.
"Makasih, Om" Ia ambil gelas berisi air itu lalu menenggaknya hingga tandas.
"Hati-hati, Ra?" ujarnya seraya terkekeh. "Gimana sama permintaan Om tadi.?"
Rara menatap wajah lelaki itu. "Permintaan apa, Om?"
"Kamu mau gak menikah sama anak, Om?"
"A - apa. Menikah?"
"Hmm .. "
Gadis itu tersenyum kaku. "Aku belum mau memikirkan itu, Om."
"Kenapa?" lelaki itu menatap Rara dengan kening yang mengkerut. "Anak Om tampan loh, dia juga seorang aktor dan model terkenal."
"Aktor?"
Kepala laki-laki itu mengangguk.
"Om ini bercanda ya?"
"Om gak bercanda, Om serius. Ra." ujar laki-laki itu meyakinkan. "Om butuh kamu, Ra?"
"Maksudnya, Om apa?"
Pras Bramantyo, lelaki paruh baya itu menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Ia tatap wajah gadis yang ada di hadapannya saat ini, entah kenapa saat melihat Eira, ia yakin kalau gadis ini bisa membuat putra satu-satunya itu berubah. Sebagai orang tua, Pras Bramantyo menginginkan yang terbaik untuk putranya itu. Dan Pras Bramantyo yakin, kalau Eira adalah gadis yang tepat untuk menjadi istri dari seorang Barra Malik Bramantyo, anak laki-lakinya itu.
"Om ingin anak Om itu berubah, Ra." Ia jeda kalimatnya. "Sebagai orang tua, memang Om dan tante Karina yang salah. Kami sibuk bekerja, hingga kami melupakan kalau kami punya anak. Dan anak Om itu .. merasa kalau selama ini ia kekurangan kasih sayang dari kami. Hingga .. ia berubah, Ra. Anak Om menjadi orang yang susah di atur, dia tidak pernah mau mendengarkan apa kata Om dan Tante. Dia lebih senang hidup bebas di luaran sana."
Bisa Eira lihat, kalau saat ini raut wajah dari Pras Bramantyo itu berubah. Lelaki paruh baya itu seperti menyesal dan menyimpan perasaan bersalah.
"Saat Om lihat kamu, entah kenapa Om merasa, jika kamu adalah gadis yang tepat buat anak Om itu."
Rara masih terdiam.
"Om butuh kamu, Ra.!"
"Kenapa Om begitu yakin sama aku?" Satu pertanyaan keluar dari bibir gadis yang sedari tadi hanya terdiam, dan membuat laki-laki paruh baya itu kembali menarik sedikit ujung bibirnya ke atas.
"Karena Om tahu siapa kamu. Om kenal kamu sejak kamu masih kecil, Om tahu seperti apa Ayah dan Ibu kamu. Kamu adalah gadis yang baik, mandiri dan juga .. kamu tidak seperti kebanyakan gadis lainnya. Om suka gadis yang berpakaian sopan seperti kamu. Kebanyakan dari mereka mendekati anak Om itu hanya untuk mengincar hartanya saja dan mencari popularitas semata."
Rara tersenyum tipis. Mimpi apa dia semalam?
Hari ini .. tiba-tiba saja datang seseorang ke hadapannya dan memintanya untuk menikah dengan anak laki-lakinya yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya.
Dan apa? tadi Pras Bramantyo bilang, kalau anak laki-lakinya itu adalah seorang aktor dan juga seorang model.
Siapa dia?
Di saat ia sedang memikirkan siapa anak laki-laki yang di maksud oleh lelaki tua itu, di saat itu juga ia mendengar kalimat yang membuatnya membelalak tidak percaya.
"Barra Malik Bramantyo." Pras Bramantyo menyebutkan siapa nama putra tunggalnya itu.
"Apa? Dia kan .. ?" Eira tahu siapa cowok itu.
Tidak .. tidak mungkin seorang aktor yang sedang terkenal seperti Barra, mau menikah dengan gadis seperti aku?
Mimpi apa aku?
• • •
Bersambung ..
Sampai disini dulu ya genks ..
Nanti aku lanjut lagi ceritanya ..
Jangan lupa kasih like, komen, dan vote nya juga ya?
Makasih semua ..❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ayomi Hartinta
keren visual ya
2023-05-17
0
Ifah Fatur
mulai seru nih ceritany
2022-09-15
0
Devi Sihotang Sihotang
masih nyimak thor... visual nya keereen thor...
2022-08-19
0