Setelah beberapa waktu lalu lulus dari sekolah menengah atas. Gisel sekarang sudah mendaftar disalah satu kampus, dan dia mengambil jurusan Hukum. Tidak ada masalah dengan jurusan yang Gisel ambil, karena kita tau bahwa Gisel memang orang yang pintar. Dia bahkan lulus jalur prestasi, tapi dia tidak mengambilnya, karena dia tidak ingin berkuliah di perguruan negri, terlalu terikat. Dan lagi Gisel memilih perguruan negri swasta yanh ada di singapure. Alasannya tentu saja dia ingin pergi menjauh dari kedua orang tuanya.
Walaupun selama ini Gisel diam, itu bukan menandakan dia pasrah, melainkan dia selalu berpikir dan menguatkan dirinya, bahwa semua penderitaan ini akan berakhir. Dan lagi almarhumah neneknya ingin melihat Gisel terus bahagia.
Untungnya lagi, sebelum meninggal sang nenek memberikan wasiat bahwa 50% saham perusahaan dan harta atas nama neneknya diambil alih oleh Gisel. Hal itu mungkin karena sang nenek sudah mempunyai firasat. Dia sadar saat didalam kandungan saja cucunya itu sering ingin digugurkan, apalagi saat dia sudah lahir. Pemikiran itulah yang menicu sang nenek mewariskan semua yang dia miliki pada Gisel. Alina yang menyadari akan hal itu pun tidak pernah sekali pun merasa cemburu atau bagaimana, dia tau, neneknya melakukan itu karena dia sayang pada Gisel.
****
Saat ini Gisel sedang ada di kamarnya, dia sudah mulai mengemasi barang-barangnya, dia tidak ingin membawa baju begitu banyak, baju yang masih bagus dan bersegel kemarin sudah banyak yang dia sedekahkan, sekarang hanya tersisa baju-baju yang biasa dia pakai. Buku sekolahnya pun sudah banyak yang dia sumbangkan, hanya tersisa buku yang menurutnya dia perlukan.
Tok.. Tok.. Tok..
"Gis, boleh kakak masuk?" Tanya Alina dari depan pintu kamar Gisel yang terkunci. Gisel tidak menjawab, dia hanya menghentikan kegiatannya dan berjalan menuju pintu kamar dan membuka kuncinya. Setelah terbuka dia juga masih tidak berbicara dan kembali ke tempat duduknya tadi dan merapikan barang-barangnya.
Alina masuk kedalam kamar dan duduk di dekat Gisel.
"Gis, kamu beneran mau kuliah di singapure?" Tanya Alina memastikan.
Hanya ada balasan anggukan dari Gisel.
"Kenapa harus yang jauh, kan disini masih banyak perguruan yang bagus." Ucap Alina lagi.
"Apakah aku tidak boleh mimilih?" Tanya Gisel. Alina yang mendengar perkataan Gisel barusan langsung bungkam. Memang benar, selama ini Gisel selalu menerima saja apapun yang sudah diberikan padanya, tanpa pernah menolak sekali pun, bagaimana bisa dia menghentikan Gisel saat ini. Ini adalah pertama kalinya Gisel ingin memilih. Sebagai seorang kakak dia harusnya mendukung Gisel, bukan malah menyudutkannya.
"Kamu yakin? Ini tidak ada hubungannya dengan orang tua kita kan?" Tanya Alina lagi. Gisel menoleh kearah Alina.
"Tidak, jangan khawatir." Ucap Gisel.
"Kamu tau mereka memang seperti itu, jadi ada atau tidak ada kamu, sifat mereka tetap begitu." Ucap Alina lagi yang mengingatkan kepada Gisel, bahwa suka orang tua mereka tidak akan pernah berubah
"Iya, aku tau." Balas Gisel. Dia memang tau bahwa orang tuanya tetap akan seperti itu.
"Cih, kamu ini, kenapa sangat irit sekali berbicara." Kesal Alina. Gisel hanya mengangkat bahunya acuh. Dia masih sibuk memberesi barang-barang yang akan dia bawa.
"Baikalah, karena ini sudah menjadi keputusan mu, kamu harus siap dan sanggup dengan semua kemungkinan yang ada." Ucap Alina lagi. Jujur saja dia masih tidak yakin jika Gisel jauh darinya, pasalnya selama ini dia selalu berada di dekat Gisel dan memastikan Gisel baik-baik saja.
Kemudian mereka berdua terdiam, Alina sekarang ikut membantu Gisel mengemasi barang-barangnya.
"Kamu sudah tau mau menyewa dimana?" Tanya Alina.
"Sudah, aku sudah menyiapkan semuanya, hanya tinggal berangkat saja." Jawab Gisel.
"Woah, bukan lagi, ternyata kamu seperti itu." Puji Alina pada adiknya itu
"Kenapa? Aku hanya bersiap diri saja." Ucap Gisel.
"Iya iya tau, doakan saja kakak cepat di acc sama papa untuk pindah kesana." Ucap Alina.
Gisel yang mendengar itu pun hanya terkekeh. Tidak pernah seorang Alina kakaknya ini sampai seperti ini.
"Kamu manja, mana bisa bersikap seperti ku." Ejek Gisel.
"Hei!" Teriak Alina disambili dengan bantal tidur yang melayang ke muka Gisel. Untunglah Gisel berhasil mengelak. Setelah itu mereka kembali terdiam lagi.
Hingga suara pintu yang di buka dengan keras dan paksa, membuyarkan konsentrasi mereka. Ternyata yang datang ke kamar Gisel adalah ibu mereka.
"Ada apa ma?" tanya Alina.
"Tidak ada, mama hanya penasaran saja. Ya sudah kalian lanjutkan, mama ingin pergi arisan dulu." Ucap Melinda. Alina dan Gisel yang melihatnya bersikap seperti itu cukup kaget.
"Iya sudah lah, lupakan saja, lanjutkan beres-beresnya." Ucap Alina pada Gisel. Gisel hanya mengangguk mengiyakan.
"Besok kakak ikut mengantar mu, sekalian kakak mau liburan, kapan lagi kan perpisahan bisa dibarengi dengan liburan." Ucap Alina ditengah-tengah kegiatan mereka membereskan barang bawaan Gisel.
"Terserah." Jawab Gisel singkat. Gisel memang berangkat besok, dia tidak ingin menunda-nunda keberangkatannya. Makin cepat makin baik. Pikirnya.
"Baiklah, sepakat, lagi pula kakak libur 2 minggu jadi bisa puas-puas disana bersama adik akak tercinta ini." Ucap Alina yang gemas dengan Gisel.
"Hentikan, jangan bersikap kekanakan." Ucap Gisel mencoba menghindar.
"Hilih, kapan lagi aku bersikap manja pada adik ku sendiri." Ucap Alina dengan tawanya. Alina memang sangat menyayangi Gisel, baginya Gisel adalah adiknya yang paling dia sayang, dan dia akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Gisel, termasuk melawan kedua orang tuanya yang tidak pernah menganggap Gisel ada.
Alina masih termenung melihat koper adiknya itu, walaupun nantinya dia juga bisa kesana bahkan menetap disana, tapi dia akan jauh dari Gisel. Sang adik yang selama ini selalu dia coba untuk lindungi, akhirnya akan merantau dan jauh dari dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments