Bab 3

Gisel berjalan masuk kedalam sekolahnya. Ini adalah tahun terakhirnya di sekolah ini, dan sampai saat ini, tidak ada hal yang berarti terjadi padanya.

Sebenarnya bukan tidak ada, hanya saja Gisel terlalu malas untuk menganggap itu berarti. Selama 2 tahun lebih dia bersekolah disini, sudah sangat banyak siswa di sekolah ini yang menyatakan perasaannya pada Gisel. Tapi Gisel selalu menolaknya, dan tidak mau mengambil pusing.

Gisel memiliki perawakan yang cantik, mata biru, hidung mancung, rambut lurus dan kulit yang putih mulus, serta bentuk tubuh yang membuat semua siswi disekolah ini iri. Prestasi akademiknya pun tidak perlu diragukan, Gisel seperti kutu buku yang otanya dipenuhi dengan semua materi. Jadi wajar saja banyak siswa yang jatuh hati padanya.

Bukan hanya pernyataan cinta yang terjadi pada Gisel. Tapi juga kasus pembulian, selama ini dia selalu menjadi target pembulian, dia tidak pernha melawan, karena memang semua yang dikatakan oleh teman sekolahnya benar. Dia seperti anak haram dirumahnya sendiri. Bukan hanya sekali Gisel dibully, melainkan sudah berkali-kali.

Semua murid sepertinya selalu menargetkannya. Seperti saat ini, ketika ada salah satu siswa yang cukup populer menyatakan perasaannya pada Gisel didepan umum.

"Aku menyukai mu." Ucap siswa itu. Gisel menghentikan langkahnya, dan melihat kearah siswa itu.

"Maaf, aku tidak menyukai mu." Jawab Gisel. Siswa itu terlihat marah. Bukan hanya dia, tapi para penggemarnya juga ikut marah dan kesal pada Gisel, biasa-bisanya orang seperti itu di tolak. Pikir semua orang yang ada disana.

"Hei! Belagu sekali kamu jadi orang, sudah untung ada orang yang menyukai mu, tidak sadar diri sekali." Caci siswa itu. Gisel hanya diam, hal seperti ini sudah biasa baginya.

"Dengar, kamu itu sangat menyebalkan, kamu pikir akan ada orang yang menyukai mu dengan sikap mu yang seperti ini, dan lagi, seharusnya kamu bersyukur karena aku menyukai mu, karena seharusnya, sampah seperti mu tidak pantas untuk disukai."

"Kamu hanya anak haram yang tidak diinginkan di keluarga mu, dan kehadiran mu disini pun sepertinya cukup mengganggu banyak orang!"

"Jadi, bersikap lah layaknya sampah, jangan pernah mencoba menjadi berlian atau pun emas, karena kamu sangat tidak pantas." Ucap siswa itu yang kemudian peegi dari sana. Dasar wanita menyebalkan. Caci siswa itu dalam hati.

Semua orang disana menatap Gisel dengan tatapan jijik dan merendahkan, mereka semua ikut menjadi juri dalam sikap yang Gisel tunjukkan. Tapi ada beberapa juga yang merasa iba, sayangnya mereka tidak mau menunjukannya, karena perbandingan yang suka dan benci itu sangat tidak berimbang.

"Hei anak haram." Ucap seorang siswi yang datang bersama teman-temannya menghampiri Gisel.

Gisel hanya diam, dia masih tidak mau membuka mulutnya.

"Hei, aku berbicara dengan mu! Apa sekarang mulut mu juga bisu!" Ucap siswi itu lagi. Gisel masih tetap diam, karena memang seperti itulah dia sekarang. Semua cacian yang dia terima selama ini telah mengubah Gisel menjadi orang yang sangat dingin dan mati rasa, dia seperti menutup mata dan telinganya dengan semua hinaan orang-orang terhadapnya. Dan lagi, dia juga tidak tau, kenapa semua orang bilang dia anak haram, padahal mereka hanya dengar Gisel tidak mendapat kasih sayang sama sekali. Tapi mereka langsung menyimpulkan Gisel adalah anak haram, anak pembawa sial, dan yang lainnya. Karena orang tuanya yang memiliki nama besar, tentu saja membuat kehidupan keluarga itu selalu menjadi topik panas jika diberitakan.

"Hei!" Ucap siswi itu yang kemudian melayangkan tamparan ke wajah Gisel.

Plak.

Gisel tidak bergeming dengan tamparan itu, bahkan dia sama sekali tidak meringis kesakitan. Semua orang yang disana terkejut, tapi tidak ada yang ingin melerai pertengkaran itu.

Siswi tadi lalu mendorong Gisel, hingga Gisel terjatuh. Gisel masih tetap diam, dia seperti menerima saja semua perlakuan orang-orang itu padanya.

"Hei! Dengar, ini peringatan, jangan pernah merasa paling cantik, kamu itu sama sekali tidak cantik, malah muka mu itu membuat ku jijik, kamu yang seperti ini benar-benar menyebalkan." Caci siswi itu, yang kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Gisel yang masih terduduk di lantai.

Orang-orang masih memperhatikannya, karena kulitnya yang putih, pipi Gisel ymg terkena tamparan tadi memerah. Gisel manarik nafas, kemudian dia berdiri dan berjalan menuju kelasnya, terlihat orang-orang yang menyaksikan kejadian tadi menertawakannya.

"Lihat, dia sangat bodoh, bagaimana bisa dia menjadi juara kelas."

"Benar, kalau aku jadi dia, aku sudah tidak punya muka untuk datang kesekolah."

"Dasar, sifatnya benar-benar membuat ku jijik."

Begitulah perkataan yang terdengar dari mulut orang-orang itu. Dan seperti yang dikatakan tadi. Gisel menutup telinganya dan tidak memperdulikan semua cacian dan hinaan itu.

Begitulah kehidupan seorang Gisel, tidak dirumah, tidak disekolah dia selalu dicaci, awalnya Gisel memang sering membalas, tapi lambat laun, Gisel bersikap biasa saja, mungkin karena hal tersebut sudah sering terjadi, jadi dia tidak peduli lagi, dan membiarkan orang-orang itu membullynya.

Gisel bersekolah di salah satu sekolah elit di kawasannya, awalnya dia ingin menolak, tapi sang kakak tidak memperbolehkannya. Dia bahkan menentang kedua orang tua mereka yang ingin menyekolahkan Gisel disekolah biasa. Dia sampai mogok makan, karena orang tua mereka sangat menyayangi kakaknya, jadi keinginan kakaknya pun di kabulkan.

Sebenarnya dari segi kepintaran, Alina dan Gisel sangat jauh berbeda. Kemampuan Gisel bisa dibilang lebih tinggi dari Alina, tapi dari dulu tetap saja Alina yang di puji.

Disekolah Gisel sama sekali tidak mempunyai teman, dan lagi dia juga sangat tidak berbaur, dia hanya datang kesekolah, menerima cacian dan hinaan, belajar dan belajar. Bahkan saat jam istirahat pun dia hanya pergi ke perpustakaan untuk membaca, tidak pernah sekali pun Gisel pergi ke kantin untuk membeli makanan. Dan sekali lagi dia dihina karena tidak mempunyai uang.

Semua yang dilakukan Gisel di sekolah selalu saja salah di mata orang-orang itu. Mereka menghakimi Gisel seolah Gisel adalah manusia paling hina disana. Hidup Gisel tidak pernah tenang, bagi mereka sehari saja tidak melihat Gisel di bully rasanya ada yang kurang lengkap.

Para guru disekolah itu sebenarnya sudah mengambil tindakan untuk kasus pembulian Gisel, tapi sayangnya karena sekolah ini merupakan sekolah swasta, para murid yang orang tuanya menjadi donatur terbesarlah yang berkuasa. Sehingga walaupun mereka bertindak, itu tidak akan berpengaruh. Jadi mereka hanya bisa memberi dukungan moril untuk Gisel, agar dia kuat dan tabah, lagi pula perjuangannya hanya tinggal sebentar lagi, karena beberapa bulan lagi murid kelas 12 akan mengikuti uas, dan setelah itu Gisel bisa terlepas dari orang-orang yang membullynya itu. Kiranya seperti itulah harapan guru-guru yang kasihan pada Gisel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!