Lily mulai sujud di hadapan Ryan. "Gue mohon ampuni Linda. Dia nggak bersalah."
"Oke-oke gue ampuni. Pergi sana!" perintah Ryan sambil melirik Linda. Lily bangun dari sujudnya. Ia mulai menggandeng tangan Linda yang tegang.
"Hanya Linda, bukan lu!" Ryan berseru, "kalian semua pergi!" perintahnya lagi kepada para murid, semuanya dengan cepat menghilangkan diri dari kantin itu termasuk para penjual yang ketakutan pula, tinggalah Ryan, Rubay dan Lily.
Dengan penuh ketakutan, Lily mencoba menatap Ryan. "Gue minta maaf dan maafin Linda juga."
"Gue gak butuh maaf lo. Gue hanya butuh lo ngabulin permintaan gue!" Ryan kembali duduk dengan santai.
"Oke, apa mau lu?"
"Lu jadi pelayan gue dihari sekolah," kata Ryan lugas. Rubay yang sedari tadi masih duduk tersenyum. Senyuman yang membuat Lily curiga.
"Maksud lo gue jadi pembantu lo?" Lily bertanya antara kesal dan kaget, "katanya kaya, punya bodyguard–punya geng, lu kok malah bawa-bawa gue, pelayan lagi!"
"Karena ini hukuman. Kalo lu nggak mau, Linda bakal gue buat menderita. Lebih menderita dari lo!" Ryan mengancam seakan hidup Linda ada di tangannya.
Kali ini Lily membungkam. Tak peduli bila dirinya yang akan terkena sayatan pedang, tapi ini adalah salah satu temannya yang tulus dan lebih menyayanginya dari siapa pun. Dia seperti pahlawan ketika ada masalah tuduhan serius. Baru seminggu Lily mengenal cewek itu, ia seperti tidak ingin kehilangan apalagi terbuat posisi yang sama sepertinya. Cukup dirinya yang merasakan pedih.
"Cuma pelayan." Dengan berat, Lily
mengangguk.
...----------------...
Lily masuk ke kelas dengan wajah di ceriakan. Sekali lagi ia tak ingin jujur atas perasaan yang tiba-tiba menyiksa sekujur tubuh. Ia masuk beriringan dengan suara bel yang berbunyi nyaring pertanda jam istirahat telah usai.
Di dekat jendela ia melihat Linda sudah duduk di bangku sana. Wajahnya terpasang khawatir. Ia berjalan penuh percaya diri, sesekali mendapat sandungan para temannya. Tapi, berusaha ia maklumi.
"Hai Lin. Sory ya, karena masalah tadi jam lu jadi rusak. Entar gua gantiin, oke?" Lily berkata sembari duduk dengan sejumlah ketenangan. Ia juga membawa jam milik Linda itu. "Atau–gua benerin."
"No-no Ly, gua yang harus minta-maaf, lu nggak kenapa-napa? Ryan tadi ngapain?" tanya Linda memeriksa tangan mulus Lily, tak ada luka yang berbekas.
"Gua nggak apa-apa Linda sayang! Astaga ni-anak!" ucap Lily seakan merasa risi sekaligus lucu, "gua cuma diancam, doang! Santai aja kali!"
"Diancam?" Linda beringsut serius. Tatapan yang jarang Lily lihat. Sebuah titik khawatir tertuang disana. "Dia ngancam lu apa?"
"Ya ...," Lily menelayangkan kebenaran menjadi kebohongan, "bukan ngancam sih, dia nyuruh gua buat bersihin bajunya yang kotor sebab kopi, kalo nggak lu patokannya. Ya, ya gua terima lah, orang cuma bersihin doang."
Linda merasa tersentil, "Oke, gue aja yang bersihin." Namun Lily cepat menggeleng, "Fine, sebagai kata minta-maaf gue ke-lu apa? Gue nggak bakal bisa tidur nyenyak kalo belum terbayar!"
"Ijinin gue buat benerin ini jam. Gue udah lama nggak ngelakuin hobi gue. Lu boleh simpen jam ini atau buang. Gue tetep beliin lu jam tangan, persis!" Lily berkata berusaha memohon. Atas gelengan kepala dahulu, Linda akhirnya setuju.
...----------------...
Para murid sudah berhamburan pulang. Tinggalah Lily yang harus terpaksa pergi ke ruang UKS. Disanalah habitat Ryan berada ketika masih di Sekolah. Ryan selalu cepat-cepat menghilangkan diri ketika usai belajar, beda dengan Lily yang harus menuntaskan tugas orang-orang dahulu.
Lily ingat kata-kata Ryan yang terlontar jam lalu saat di kantin , "Ketuk pintu UKS, disitu gue berada!" dan pintu UKS itu sudah ada di depan mata. Ia mengetuk bertepatan dengan jantungnya yang berdegup kecang. Kali ini keringat dingin mengalir satu demi satu.
Terdengar suara Rubay di dalam, "Masuk!!!"
Lily membuka pintu pelan-pelan. Terdapatlah dua batang hidung yang sedang berbaring. "Oke tugas pertama gue apa–?"
"Pijit ni-kaki," Ryan menyela seraya merentangkan kakinya.
Lily tersenyum. Antara kesal, lelah, dan prustasi. Campuran itu di kombinasikan menjadi antusias melangkah. Dengan segala ketegangan ia menghembus nafas berusaha rileks. Ia memijit sesuai permintaan setelah menyimpan tas di lantai.
Ruangan ini sungguh sunyi. Lily sesekali menatap Rubay yang tengah asik memainkan ponsel. Sementara Ryan yang sedang ada kedatangan tukang pijit itu malah tidur lelap.
"Lu udah lama temenan sama ni-anak?" tanya Lily membuat Rubay meliriknya sementara.
"Lu tanya gue?" Lily cepat mengangguk, "kalo iya kenapa? Gue bukan orang yang semena-mena ngebocorin rahasia orang!"
"Emang dia punya rahasia?" Lily bertanya dan tidak disahut oleh Rubay, "walaupun ada, gue nggak mau tau! Cuma tanya lu temen lamanya atau baru?"
"Lama," jawab Ryan yang tahu-tahu membuka mata. Rupanya dia hanya pura-pura tidur. Lily sampai tersentak kaget atas suara berjakun terdengar menyeramkan itu.
Lamanya Lily memijit, akhirnya Ryan menyudahi dan mulai berdiri. Ia tahu bila semakin lama, jari mungil Lily semakin bergetar halus karena lelah. Sudah menulis di kelas malah dibebani dengan pijitan yang harus sedemikian penuh perasaan.
"Lu boleh pulang," papar Ryan, gadis itu cepatnya menyambar tas untuk pulang, namun berhenti di gagang pintu saat dirinya berkata, "entar!"
"Apa?" Lily berbalik, niatnya untuk lari diurung.
Ryan melepas jaketnya dan dilempar, Rubay yang sudah berdiri di belakang mendapat tangkapan dari lemparan tiba-tiba itu. Tidak ada salahnya bila dia berdengus kesal.
Lily mematung dan membeku, wajahnya tegang melihat gerak-gerik Ryan yang sedang membuka kancing baju. Saat semua kancing baju sudah berhasil dilepas, Ryan membukanya bersamaan dengan Lily yang menutup mata dengan tas. Mata gue masih suci! Lu ini mau apa, sih? Bikin gue takut aja! Lily mundur sampai keluar ruangan.
"Bersihin baju gue. Sebersih-bersihnya!" Ryan berkata sembari melempar bajunya, Lily segera menangkap dengan menutup mata.
"Oke, gue bakal cuci ini baju sampai se-wangi surga!" Lily membalikkan badannya, ia mulai melangkah pergi meninggalkan Ryan yang telanjang dada bugar. Ia berlari sekuat-kuatnya, tanpa tahu Ryan memanggilnya. Ia bimbang antara kembali dan berlalu. Ia masih suci, maka dari itu ia memilih lari.
Sisi lain yang masih di-UKS, Ryan dan Rubay termenung melihat tingkah Lily yang beringsut ketakutan. Ryan yang lebih heran bertanya, "Kenapa dia?"
"Bay," Ryan berbalik badan dengan menembong badannya yang belum terbalut jaket, "emang ada apa sama tubuh gue? Si-kacamata cupu itu lari kaya gue ini preman!"
"Aduh ... bego dipiara!" umpat Rubay dalam gumam pelan, "Dia itu cewek! Kaum hawa! Lu make pamer roti sobek segala!"
"Ooooh ...," Ryan mengangguk panjang, tapi kalimat awal tadi membuat matanya menajam bak ingin menerkam Rubay, "lu hina gue bego!?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments