Hari esok pun tiba...
Aku segera bangun, dan mandi, lalu makan pagi bersama keluarga ku. Entah kenapa kami sekeluarga menjadi canggung seperti ini di meja makan. Padahal biasanya selalu ada canda, dan tawa.
Aku pun memulai pembicaraan di tengah kesunyian, "Ibu selalu masak makanan yang enak setiap harinya" kataku.
Namun tetap saja, tidak ada yang berbicara setelah itu. Hatiku merasa sakit sekali, dan rasanya aku ingin menangis, dan pergi ke sebuah pulau yang tak berpenghuni, dan aku tinggal di sana untuk selamanya.
Tatapan adik-adik ku yang biasanya tersenyum padaku, dan menghormati ku. Kini mereka hanya menatapku saja, begitu aku tatap mereka langsung membuang muka. Rumor ini... bergerak terlalu cepat dari perkiraan ku.
Mungkin adik-adik ku malu memiliki kakak sepertiku. Mereka menjadi bahan ejekan karena rumor ku yang buruk. Tapi apa boleh buat, tak ada yang bisa kulakukan untuk merubah semuanya menjadi seperti sebelumnya.
Kemudian aku pergi berangkat sekolah dengan sepeda motorku. Aku memarkirkan motorku di tempat parkiran, banyak murid-murid yang sedang berada di tempat parkiran. Mereka semua melihatku dengan tatapan benci.
Aku pun langsung turun dari motor, dan segera kembali ke kelas. Tubuhku rasanya bergemetar semua, aku sangat takut. Sangat takut melihat tatapan mereka yang membenciku. Tapi aku harus kuat, karena rumor baru saja sehari.
Jika aku tak kuat di hari pertama, maka untuk seterusnya aku tidak akan bisa. Aku harus kuat, dan menahan semua penderitaan ini sendirian. Tak peduli seberapa besar mereka membenciku, aku harus menguatkan hatiku.
Saat aku berada di depan kelas, tak biasanya pintu kelas di tutup seperti ini. Aku pun langsung masuk begitu saja, dan tiba-tiba setelah aku membuka pintu. Ada sebuah ember yang jatuh penuh dengan air, dan membasahi seluruh seragam ku.
"Wah! ini hoki sekali! bagaimana bisa kau memperkirakan ini Peter?" kata temannya Hasson.
"Haha tentu saja, aku kan orang jenius, hahaha" tawa Peter.
Semua orang menertawakan ku, karena ember itu masuk ke kepalaku. Mereka semua tertawa, dan mengejekku, aku langsung berlari ke toilet untuk menenangkan diri. Rasanya aku sangat marah sekali, dan aku takut.
Aku mengurung diriku di dalam toilet, dan tak tahu apa yang harus kulakukan dengan seragam yang basah ini. Aku tak membawa baju ganti, dan tak mungkin jika aku memaksakan diri untuk tetap memakai seragam ini.
"Claude! aku tahu kau disini, keluar lah! aku ingin berbicara padamu" kata Robin.
"Untuk apa kau datang kesini hah?" kataku kesal.
"Maafkan aku karena tak bisa membantumu, aku..." kata Robin kehabisan kata-kata.
"Karena apa? karena kau takut pada mereka, dan akan menjadi sepertiku?" tanyaku.
"Bu-bukan seperti itu... aku tak bisa membantumu karena aku... aku tak bisa melakukannya" kata Robin.
"Tak bisa melakukannya? hahaha! alasan macam apa itu!" kataku, benar-benar sangat marah kepada semua orang.
"Maafkan aku Claude... aku memang teman yang tak berguna untukmu" kata Robin.
Sepertinya Robin sudah keluar dari toilet, sementara aku masih kebingungan bagaimana caraku untuk bisa ikut dalam pembelajaran. Akhirnya aku memutuskan suatu hal, aku terpaksa memakai seragam yang basah ini demi belajar.
Tapi... begitu aku keluar dari toilet, aku melihat ada satu set seragam yang menempel di balik pintu toilet. Seragam itu... milik Robin, rasanya aku sangat menyesal dengan semua yang kukatakan kepada Robin barusan.
Dia... dia sangatlah membantu, dia adalah teman yang sangat berguna. Aku pun langsung mengganti seragam ku dengan seragam milik Robin. Tapi bagaimana dengan Robin? aku merasakan ada sesuatu di kantung baju, dan itu adalah sebuah kertas.
"Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu... maaf karena aku tak bisa berbuat banyak untukmu. Tolong pakailah ini, dan kau jangan memikirkan ku. Karena aku adalah murid yang kau kira bodoh, jadi aku benar-benar melakukan kebodohan.
Yaitu dengan bolos sekolah, kau tidak perlu khawatir denganku. Karena aku akan menjadi rival mu, dan aku akan menduduki rangking satu di kelas, lihat saja"
Itulah surat yang di tulis oleh Robin, "Rival apanya... kau itu bodoh... dan tak akan mungkin menjadi ranking satu, hiks-hiks" tangisku.
Kemudian aku kembali masuk ke kelasku, dan semua orang terkejut begitu tahu seragam ku sudah kering. Peter langsung berjalan ke arahku, dan melihat seragam siapa yang ku pakai saat ini.
"Hei teman-teman! mulai sekarang, dan seterusnya Robin akan kita perlakukan sama seperti Claude. Karena dia telah membantu orang mesum ini" kata Peter.
Lalu seisi kelas bersorak, dan mereka semua berniat untuk memperlakukan Robin sama sepertiku. Aku merasa takut jika hal itu terjadi pada Robin, karena ku, dia menjadi korban, seharusnya aku tak menerima seragam ini, dan tetap memakai seragam ku yang basah.
"Kenapa? kau takut jika temanmu akan diperlukan sama seperti mu? hahaha! ternyata kau setia kawan rupanya" kata Peter.
Aku mengerutkan dahi ku, dan mengepalkan tanganku. Aku benar-benar sangat marah, seketika rasa takutku kepada mereka lenyap. Aku benar-benar tak bisa menahan diri untuk kali ini, aku sangat muak kepada mereka.
"Hei..." aku langsung melayangkan tinjuku tepat di perut Peter.
Peter langsung terpental, dan memuntahkan darah dari mulutnya. Semua anak yang melihat kejadian itu langsung pada terkejut, dan membicarakan ku. Sudah pasti mereka membicarakan hal buruk tentangku.
"K-kau... berani... beraninya, melakukan ini padaku" kata Peter.
Peter langsung berdiri dengan terhuyung-huyung. Sepertinya dia tak bisa menyeimbangkan diri, ini adalah kesempatan ku. Aku langsung berlari ke arahnya, dan melayangkan tinju ke dua, tepat di dagunya.
Setelah menerima pukulan ku, Peter langsung pingsan, dan teman-temannya langsung pergi membantunya. Mereka semua menatapku dengan tatapan kebencian padaku, aku sama sekali tak peduli lagi akan hal itu.
Yang kupikirkan saat ini adalah, bagaimana caraku untuk tidur di tindas. Apapun caranya akan kulakukan, meski aku harus menghabisi mereka semua. Biarpun aku semakin di benci, aku sama sekali tak peduli.
Aku akan menanamkan rasa takut kepada mereka, dan akan ku jadikan mereka sebagai budak. Tak akan kubiarkan mereka mengganggu Robin, dan rasa sukaku kepada Yaomi lenyap begitu saja menjadi kebencian.
Aku... sepertinya telah berubah, aku melakukan ini demi melindungi Robin. Aku akan menghajar mereka jika perlu, aku tak akan menahan diri lagi seperti sebelumnya, aku tak mau menjadi pecundang, dan terus di tindas oleh mereka.
Aku sendiri yang harus menindas mereka sebelum aku di tindas oleh mereka. Aku melihat Yaomi dengan tampang yang biasanya saja, seakan dia tak peduli dengan kejadian ini. Dia benar-benar... sangat menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments