part 2

Om Duda Teman Bapak

Part 2

Tidak lama bapak pulang, aku melihat Widi--adikku juga pulang dari sekolah. Kami berjarak sekitar lima tahun, sekarang Widi berusia tiga belas tahun dan duduk di kelas dua sekolah menengah pertama (SMP). Aku yang mengintip dari balik jendela dapat melihat Widi menyalami Bapak dan Om Yudi lalu dia pun masuk kedalam rumah.

"Hayo, ngitip, ya? Entar bintilan, loh, matanya ngintip-ngitip," ledek Widi saat melihatku mengintip dari balik jendela.

"Kata emak, kalau ngintip orang mandi baru bintilan," kelakarku sampai lupa menahan tawa, syukur tidak terdengar sampai luar.

"Siapa, sih, Kak, teman Bapak itu? Cakep, ya, seperti capten Ri." Aku lihat ekspresi wajah Widi tersenyum malu-malu.

"Apaan, sih, ganjen." Aku menolak pelan kepala Widi menggunakan jari telunjuk.

"Itu Om Yudi. Dulu waktu kakak umur delapan tahun, Om Yudi pernah bekerja dengan Bapak. Kamu masih kecil saat itu jadi nggak ingat apa-apa." Kembali Dea menjelaskan.

***

Sepiring ikan tongkol balado campur jengkol dan sayur bening bayam telah selesai aku masak. Setelah melaksanakan salat Magrib, kami akan makan malam bersama, duduk lesehan diruang tengah beralaskan tikar singguh moment penting di rumah ini.

Biasanya saat makan ini lah kami saling bercerita tentang apa saja yang kami alami, Bapak selalu siap menjadi pendengar yang baik. Beliau berusaha menjadi pengganti sosok emak bagi kami anaknya.

"Pak, teman bapak yang tadi sore cakep, ya." Widi membuka pembicaraan.

"Wis jangan aneh-aneh, masih kecil mata udah jelalatan," sanggah Bapak.

"Tadi kenapa dikasih air putih saja, De?"

"Maaf, Pak. Gula kita habis." jawab Dea setelah selesai mengunyah makanannya. "Pak, kenapa belum ada satu pun lamaran kerja yang Dea kirim diterima, ya, Pak? Kerja apa aja asal halal Dea mau, Pak. Jadi pembantu juga nggak apa-apa."

"Kalau Kak De jadi pembantu, Entar nyonya rumahnya kalah saing, masa ada pembantu cakep," celetuk Widi membuat Bapak tertawa. "Kalau nggak, Kak De nikah aja, hitung-hitung ngurangi beban Bapak." Widi tertawa lepas setelah mengatakan itu.

 

Dea hampir saja melempar sendok yang dipegangnya ke arah Widi.

"Widi, nggak ada yang jadi beban bagi Bapak. Nggak ada yang jadi beban. Kalian memang tanggung jawab Bapak."

"Maaf, Pak. Canda nikah!" Widi nyengir kuda.

***

Di depan cermin aku berdiri merapikan pakaian. Baju kemeja lengan panjang dan celana kulot aku kenakan dipadukan dengan pasmina menutup kepala, penampilan yang cukup sederhana. Pagi ini ada panggilan interview di sebuah baby shop, semoga saja aku diterima bekerja disana dengan modal ijazah SMA.

Saat keluar rumah ternyata sudah ada Om Yudi dan Bapak yang sedang mengobrol.

"Ngapain Om, pagi-pagi udah bertamu?"

"Kamu, ya, De, nggak pernah berubah. Ngomong asal nyeplos aja," 

"Emang Dea power ranger pake berubah segala. Dea pamit, ya, Pak." Aku menyalim tangan Bapak.

"Dea pamit, Om. Assalamualaikum ...," ucapku santun.

Aku berjalan keluar komplek menunggu angkot tujuan baby shop tempat aku akan interview. Aku tidak boleh telat. Baru saja interview masa harus telat. 

Tidak ada satu angkot pun yang lewat. Sudah tiga puluh menit aku menunggu. Ojek pangkalan juga tidak ada lagi, semenjak ojek online menjamur. Ojek pangkalan tergerus karena kata mereka tarif ojek online lebih murah daripada ojek pangkalan.

Bagaimana aku akan order ojek online, tidak ada aplikasi ojek online di hp jadulku yang telah retak seribu ini. Hp dengan RAM 1, tidak akan cukup mendownload bermacam aplikasi.

"Ya Allah. Tolonglah hamba-Mu yang cantik ini, adalah orang yang baik hati sudi memberiku tumpangan." Doaku di tepi jalan sambil menegadahkan tangan.

Tinggal lima belas menit dari jadwal. Apa mungkin terkejar ini. Wajahku mulai berkeringat karena panik, untung saja perutku tidak mules, aku punya kebiasaan jelek, kalau sudah panik pasti perut tiba-tiba mules.

Tiiiittttt ...

Suara kelakson mobil yang berhenti tepat di depanku. Saat kaca mobil turun, ternyata itu Om Yudi.

"Ayuk naik! Biar saya antar," seru Om Yudi.

Ah, tidak sempat basa basi. Aku naik saja yang penting sampai tempat tujuan.

"Kamu mau interview, ya?" tanya Om Yudi setelah aku masuk ke dalam mobil.

"Kok tau, Om?" tanyaku heran.

"Bapak kamu tadi bilang."

Mobil melaju ketempat tujuanku. Setelah tiba di depan toko, aku segera turun dan mengucapkan terima kasih kepada Om yudi.

Dengan langkah terburu-buru aku memasuki toko, sehingga aku menabrak seorang ibu muda yang sedang menenteng pakaian bayi, sehingga berjatuhan di lantai.

"Maaf, Bu, saya tidak sengaja," mohonku.

Tetapi bukannya memaafkan, Ibu itu langsung marah-marah dengan hinaan.

"Kamu tau, nggak? Pakaian-pakaian anak saya ini lebih mahal dari harga pakaian kamu," caci ibu muda itu.

Ibu ini lebay sekali, bukan juga kotor pakaian anaknya itu, sudah bicara dengan nada teriak, niat banget dia mempermalukan orang-orang miskin seperti aku.

Karena ibu tersebut tidak berhenti mengomel, akhirnya karyawan toko memanggil pemilik toko tersebut untuk meredah omelan nyonya kaya.

"Kamu Dea, yang akan interview hari ini?" tanya wanita yang menurutku dialah pemilik baby shop ini.

"Iya, Bu," jawabku santun.

"Alah, mau jadi karyawan aja udah ceroboh, bagaimana sudah jadi karyawan. Kalau saya jadi Mba, nggak akan saya terima karyawan model begini," omel Nyonya kaya itu.

"Saya juga nggak akan betah ngadapi consument seperti anda," celetukku. 

Aku kesal, dari tadi cuma menghina aja kerja Nyonya kaya itu. Hanya karena lihat penampilan saja. Lihat saja entar, mana tau saja aku jadi cinderella yang ketemu pangeran.

Nyonya kaya itu ternyata bukan mulutnya saja yang cepat, tetapi tangannya juga. Dia hendak melayangkan tamparan ke arahku mungkin tidak terima dengan ucapanku.

Tiba-tiba ada tangan kekar menahan tamparan itu. Setelah kulihat ternyata Om Yudi. Loh, kok, bisa dia tiba-tiba muncul.

"Saya tidak suka anda menghina dia dan bersikap kasar, bukannya dia sudah minta maaf." hardik Om Yudi kepada Nyonya kaya itu.

Melihat dari penampilan Om Yudi, sudah terlihat bahwa dia berkelas. Raut malu dan serba salah terlihat dari wajah Nyonya kaya dan pemilik baby shop.

"Anggun, saya tidak izinkan Dea kerja di tempat kamu. Sepertinya kamu tidak bijaksana jadi atasan." Om Yudi menarik tanganku keluar toko dan masuk ke dalam mobilnya.

"Kenapa Om tiba-tiba muncul?" tanyaku heran.

"Karena saya memang nungguin kamu, saya kenal pemilik toko ini, dia teman mantan istri saya. Orangnya sombong, arogan. Saya nggak yakin aja kamu betah kerja dengan dia. Filling saya ternyata benar," jelas Om Yudi lalu iya meneguk air mineral yang dari tadi sudah ada di mobilnya.

"Makasih, ya, Om. Udah membela Dea," 

"Nggak usah manggil, Om. Umur kita cuma beda dua belas tahun. Panggil Mas Yudi!" 

"Ogah, kan Om teman Bapak, tentu Dea harus panggil Om."

"Terserah kamu, entar kamu yang dikira jalan sama Om-om. Jadi sugar baby." Om Yudi tertawa puas.

Aku hanya merungut memajukan bibirku beberapa centi meter.

"Siapa juga yang mau jalan sama, Om," upatku kesal.

Pekanbaru, 22 maret 21

Terpopuler

Comments

Chika Ayuu

Chika Ayuu

seru banget

2023-08-25

0

Endang Wahyuni

Endang Wahyuni

part 15

2022-03-11

0

Anjar Real

Anjar Real

ok

2022-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!