part 3

Om Duda Teman Bapak

Part 3

Semangatku tiba-tiba hilang, sudah terbayang dari rumah akan mendapatkan pekerjaan ternyata ambyar.

"Kamu kenapa, De?" tanya Om Yudi setelah aku menghembuskan nafas berat seakan penuh beban.

"Gimana, ya, Om? Tadi De udah ngebayangin dapat kerjaan. Bulan depan udah bisa bantu-bantu Bapak dari gaji Dea. Ternyata bertemu Ibu nggak ada akhlak, padahalkan, bajunya nggak kotor, Om. Lebay banget," omelku tak jelas.

"Begitulah manusia, De. Saat mereka berada di atas lupa suatu saat pasti ada masa dia turunnya ...."

"Seperti kami, ya," selaku memotong perkataan Om Yudi.

Om Yudi hanya tersenyum. Kami terdiam dalam lamunan masing-masing. Sudah pasti aku memikirkan bagaimana cara mendapatkan pekerjaan lagi. Kasihan Bapak harus kerja sendiri memenuhi biaya harian dan biaya sekolah Widi.

Aku tak tahu kalau Om Yudi memikirkan apa. Tetapi aku bisa menangkap dari sudut mata ini bahwa sesekali dia mamandangku. Ah, mungkin dia sedang mengasihaniku.

"Om, Dea jadi pembantu di rumah Om Yudi aja, deh. Bisa, nggak?" tanyaku tiba-tiba. Aku lihat Om Yudi kaget dengan pertanyaanku.

Dia menatapku cukup lama. "Om, lihat jalan, Om. Entar nabrak," ucapku terlihat Om Yudi seperti salah tingkah.

"Kita makan siang dulu, yuk!" mobil ditepikan Om Yudi tepat di depan warung soto padang. "Om yang traktir. Cepat jangan bengong aja!" Om Yudi keluar dari mobil.

Keadaan warung sederhana ini sangat ramai. Mungkin karena sudah jam makan siang. Masih tersisa dua bangku di sebuah meja panjang. Mau tidak mau, kami duduk di situ. Om Yudi duduk disebelah kananku. Di depan kami ada ibu-ibu sedang menyantap semangkok soto dan ada sepiring nasi putih juga.

"Kamu mau minum apa, De?" tanya Om Yudi kepadaku sesaat soto pesanan kami diantar.

"Teh es aja, deh, Om," jawabku tanpa malu dan basa-basi.

Tiba-tiba ibu di depan kami duduk, tersedak kuah soto. Ia buru-buru menghabiskan segelas air putih. Tatapan ibu itu seakan menghakimiku.

"Anak zaman sekarang, lebih suka jalan sama Om-om," upat ibu itu. Upatannya masih bisa kudengar.

Kesal banget dengarnya. Tetapi Om Yudi kenapa seperti sedang menahan ketawa. Aku menoleh ke kanan, Om Yudi sedang menahan tawa. Aku lihat ke depan, ibu itu sedang berbicara dengan orang di sebelahnya dengan bibir yang maju mundur syantik. Ah, ciri khas emak-emak kompleks menggosip.

"Makanya, sudah saya bilang jangan panggil om. Kena gibah, kan?" ledek Om Yudi tepat di telingaku.

"Kita bikin ibu-ibu itu tambah sewot, Om." Membalas bisikan Om Yudi.

"Kamu mau ngapain, De? Jangan ngadi-ngadi!" Raut wajah Om Yudi tampak bingung.

Secepatnya aku menjalankan aksiku. Sendok dan garpu yang terletak di dalam tempat sendok, kuambil dan mengelapnya dengan tissue.

"Ini Om sendoknya." tuturku manja sambil sambil meletakkan sendok ke dalam mangkok soto.

"Teh nya biar aku yang adukkin, ya, Om?"

Om Yudi mengangguk seakan mengikuti permainanku.

"Udah, yuk, Om makan, entar kita jadikan shopping-nya."

Ibu-ibu itu semakin sinis melihatku. Buru-buru mereka menghabiskan makanannya dan segera pergi.

"Pelakor!" gumamnya saat akan meninggalkan meja.

Aku seakan tidak mendengarnya, agar mereka tambah kesal. Siapa suruh ikut campur urusan orang. Tidak tahu apa-apa sudah ikut campur. Sakit jantung sekalian, deh, aku bikin.

"Kamu jail, ya, De," ucap Om Yudi setelah ibu-ibu itu pergi.

"Siapa suruh ngegosip, di depan orangnya langsung pula, tuh," ucapku sewot.

Om Yudi hanya senyum-senyum mendengarku mengomel.

"Kenapa Om senyum-senyum?" hardikku.

"Gila, nih, bocah. Tiba-tiba bisa ganjen, tiba-tiba bisa jadi nenek lampir. Masih waras, kan, De?" Om Yudi memegang keningku denga punggung tangan kanannya.

"Eh, berani nyentuh-nyentuh anak gadis orang!"

Om Yudi kembali tertawa.

"Kamu beneran mau jadi pembantu di rumah saya?" tanya Om Yudi

"Beneran Om, asal digaji!" jawabku antusias.

"Pembantu udah punya, sih. Jadi baby sitter anak saya aja, mau? Tapi kamu 24 jam dengan dia." Kembali Om Yudi mengajukan tawaran. "Kalau masalah gaji, jangan khawatir, lumayan, kok, gajinya. Asal jangan kamu galakin anak saya!"

"Anak Om umur berapa?" tanyaku sebagai bahan pertimbangan.

"Masih bayi. 6 bulan."

"Gila, anak masih bayi, udah ditinggal ibunya?" gumamku tanpa rem.

"Ups, pertanyaan out of topic" balas Om Yudi tampaknya dia tidak suka membahas itu.

"Dea mau Om, tapi Dea bicarakan lagi sama Bapak."

Om Yudi memberikan nomor ponselnya. Kabari dia jika diizinkan oleh bapak. Agar dia bisa menjemputku dan meminta izin sama bapak.

***

Seperti biasa, makan malam menjadi waktu favorit kami. Selesai makan malam aku mengutarakan semua rencanaku. Bekerja menjadi babt sitter anak Om Yudi. Bapak keberatan kalau aku harus nginap di sana. Tidak baik dilihat dan dinilai orang. Anak gadis dan duda tinggal serumah walaupun status majikan dan pembantu.

"Jadi bagaimana, Pak?" Aku memastikan lagi kepada Bapak.

"Kalau kamu boleh pulang hari, masuk pagi pulang sore. Pasti Bapak izinkan, De," gumam Bapak.

"Coba Dea bicarakan lagi sama Om Yudi, ya, Pak."

Bapak mengangguk menanggapi pernyataanku.

Selesai makan malam, kami bersiap salat Isha berjamaah, Bapak sebagai imam. Setelah selesai salat, kami melakukan kegiatan masing-masing. Aku dan Widi masuk kamar. Widi mulai mengambil buku dan mengerjakan tugas-tugasnya.

"Kak, sekarang ujian nasional harus pakai laptop sendiri. Bagaimana nasibku, Kak?" pertanyaan Widi membuatku bangun. Sekarang aku sudah duduk di tepi tempat tidur.

"Doain aja kakak jadi kerja jadi babu sitter, ya. Gaji pertama cukup untuk DP, entar kita kredit laptop," gumamku menghibur hati Widi.

Aku tahu rasanya jadi Widi saat ini. Bagaimanapun aku harus bisa bantu Bapak. Minta ke bapak juga tidak mungkin, bapak saja kerja serabutan. Di sebuah pabrik kayu.

"Hubungi cepat om ganteng itu, Kak. Nego sama dia. Pasti Om itu mau aja. Sepertinya dia suka sama Kakak," celoteh Widi.

"Apaan, sih, buruan belajar kakak mau tidur," Aku mengambil bantal, lalu menutup wajahku dengan bantal.

Tiba-tiba ponsel jadulku berdering. Membuatku terpaksa bangun lagi saat mata akan terpejam.

"Cie, cie, cie! Yang dibicarakan langsung merasa," ledek Widi.

"Apaan, sih," gerutu Dea, kesal diledekin adiknya terus.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku mengutarakan keberatan Bapak jika harus menginap. Beruntungnya, Om Yudi setuju. Dengan jam kerja pukul 7 pagi sudah harus tiba di rumah dan pulang setelah Om Yudi tiba di rumah.

Setelah panggilan diakhiri aku bersorak girang. "Om Yudi setuju, Wid. Bentar lagi kamu punya laptop untuk belajar."

"Alhamdulillah, Kak. Terima kasih, ya, Kak. Kakak benar-benar pengganti emak." Widi memelukku erat.

Pekanbaru, 29 maret 21

Terpopuler

Comments

Chika Ayuu

Chika Ayuu

terharu sungguh

2023-08-25

0

Nuranita

Nuranita

terhura....kakak yg bertanggungjawab....just like me...

2022-10-14

0

Upik Yupi

Upik Yupi

Cie...cie...cie....yg dibicarakan langsung nelpon...

2022-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!