"Hallo, Rah, lo di mana sih? Ini gua sama Niana udah hampir satu setengah jam nungguin lo sama Floa di sini. Mana pakai bawa-bawa koper lagi kayak mau mudik, orang-orang pada ngeliatin kita kayak orang stress, Rah. Gila lo ya. Ngajak sesat," cerocos Glezha menggunakan intonasi suara tingginya. Dengan tak berdosanya Floa justru ketawa terbahak-bahak mendengar suara Glezha yang kesal setengah mati.
Malah sekarang Zireyah dan Floa kebalikannya. Kalau Niana dan Glezha sedang berada di bawah teriknya matahari, Floa dan Zireyah berada di bawah sejuknya suhu AC di kamar Floa. Floa hanya bisa turut perihatin atas kelupaan dirinya dan Zireyah.
"Astaghfirullahaladzim Gle, lo nggak ada kerjaan banget di kampus selama itu? Kenapa nggak pulang aja sih? Setia banget ya nungguin gue. Bhahahaha, gue bercanda Gle, udah sana lo pulang. Heheh, gue minta maaf ya yang sebesar-besarnya sama lo dan Nia. Gue beneran lupa Gle, huh tadi gue panik banget soalnya. Maaffin gue sama Floa ya. Dan gue sangat sangat berterima kasih sama lo dan Nia. Makasih banyak ya udah bantuin gue," tanggap Zireyah, intonasi suaranya memelan merasa bersalah terhadap Glezha dan Niana. Tak ada sangkut-paut malah ikut juga dalam membantu taktiknya.
"Lo kenapa dah? Ngerasa bersalah? Udah santai aja kali. Bay the way semoga masalah lo cepet kelar. Heheh gua juga tadi cuma bercanda doang, elahh santai aja kali. Oh iya ini paper bag lo gimana? Mau sekalian gue anterin ke rumah lo?" Sama sama hobby bergurau memang. Itulah Zireyah dan Glezha.
"Oh itu, itu emang sengaja buat lo sama Nia. Bukan sebagai tanda permintaan maaf gue sih, apalagi rasa bersalah. Ya pokoknya buat lo sama Nia aja. Udah sana lo pulang. Sekali lagi gue minta maaf."
"Iya-iya Rah, thankyou. Bilang maaf sekali lagi, udah beneran bukan temen kita. Santai aja kali. Yaudah telfonnya gue tutup ya, gue mau pulang, dadah, Assalamu'alaikum. Eh tadi salamnya lupa pas di awal."
"Dasar, lo. Iya, Wa'alaikumsalam."
Suasana kamar yang seketika hening. Tertawa keras Floa mendadak menghilang. Tunggu, suara apa itu? Zireyah menyampingkan bola matanya ke kanan. Sudah terlalu biasa baginya. Mendapati Floa yang berurai air mata.
"Zirah, Flo hiks terharu tau'," ungkapnya sesenggukan namun tak lagi menjatuhkan air mata.
"Iya-iya tanpa lo bilang juga gue tau. Udah nggak usah nangis lagi," Zireyah membawa Floa ke dalam pelukannya. "Ada kali ya orang terharu sampe nangis sesenggukan gitu, kebiasaan nih anak," gumam Zireyah pelan yang masih bisa di dengar oleh Floa. Zireyah geleng-geleng kepala.
"Ada Zirah, Zirah aja yang nggak tau," sambut Floa tangkas.
"Hm, ya deh ya," pasrahnya mengalah. Adu mulut dengan Floa sangat kecil kemungkinan Zireyah untuk menang.
"Zirah, Floa mau tanya dong. Zirah beneran udah siap terima apapun konsekuensinya? Ini besar loh. Jadi Zirah harus pikirin matang-matang dulu," saran Floa memberi usulan. Zireyah sudah menceritakan dengan detail mengenai rencananya kepada Floa. Bagaikan sebuah bom yang meledakan, dalam satu kalimat'pun tak ada yang tidak membuat Floa tercengang setengah mati. Menurutnya taktik sahabatnya ini benar-benar gila.
"Flo, gue nggak ada cara selain itu. Waktu udah mepet banget soalnya. Gue aja udah syukur Alhamdulillah banget nemu itu ide di saat-saat otak gue udah mau pecah," jelas Zireyah perlahan-lahan kepada Floa.
Floa mengusap lembut bahu Zireyah, "Floa akan selalu bantu Zirah," balasnya tersenyum tipis. "Tapi, apa Zirah yakin rencana yang Zirah atur akan berhasil? Lantas jika Zirah yakin, coba bilang ke Flo apa yang membuat Zirah begitu yakin?" Imbuh Floa menatap lekat bola mata Zireyah. Floa bisa melihat keyakinan penuh dari manik mata Zireyah.
"Iya gue yakin. Karna gue tau papa tuh sayang banget sama darah dagingnya."
"Tapi Zirah, dek Raynka terlalu kecil buat Zirah panggil ibu. Wajahnya aja masih imut-imut banget, kayak Floa," Floa justru memperagakan dengan meletakkan ujung kedua jemari telunjuknya di lesung pipit pada kedua pipinya, sembari ia tersenyum lebar merapatkan bibir. "Nggak cocok jadi ibunya Zirah. Apalagi dek Raynka sholehah. Gimana perasaannya nanti jika dek Raynka tau bahwa Zirah dalang dibalik semuanya. Zirah udah pikirin sampai sana?"
Sejenak Zireyah tergeming bimbang. Yang dikatakan Floa ada benarnya juga. Jika semua ini terdengar ditelinga Raynka, Raynka pasti akan teramat membenci dirinya. Kepala Zireyah menggeleng seakan menentang keraguannya. Ia akan tetap pada rencananya. "Udah deh, Flo. Raynka tuh nggak seperti apa yang lo pikiran. Udah tenang aja. Raynka nggak gitu kok," yakin Zireyah.
"Tapi gimana kalau dek Raynka gitu?" Gelagatnya Floa memutar balik perkataan Zireyah tadi.
"Nggak Flo, ih apaan sih lo. Yang jadi perkaranya tuh, gue mau tinggal di mana selama seminggu? Iyuuu, gue nggak mau tinggal di jalanan. Ya, tapikan duit yang dikirim papa juga pasti abis," rengek Zireyah ke Floa.
"Rumah Flo buat apa Zirah?" Tangkap Floa peka.
"Beneran nggak'papa?"
"Yaudah ah Flo mau ngambek aja," Floa dengan bibir kerucutnya memalingkan muka dari Zireyah. Bukannya takut, justru Zireyah sangat gemas dengan tingkah Floa
Zireyah menangkup bahu Floa. "Orang cuma becanda kok," Zireyah merangkul bahu Floa sembari hendak beranjak dari tempat tidur Floa, "yuk Flo, sekarang aja kita berangkat!"
"Berangkat ke mana, Zirah?" Floa mengenyit tampaknya kurang paham.
"Ikut gue aja," Floa manggut-manggut walau ia tak mengerti apa-apa. Zireyah menggandeng telapak tangan Floa melangkah kaki keluar dari kamar Floa. Floa hanya mengikuti arah kaki Zireyah melangkah.
Floa mengalihkan kunci mobilnya ke Zireyah menyuruh Zireyah untuk mengendarainya.
...🧠🧠🧠...
Selang waktu berganti. Matahari yang terang benderang tenggelam ditutupi dengan gelapnya langit malam. Ribuan bintang-bintang kecil dan sebuah bulan yang membulat sempurna, dilengkapi dengan sejuknya angin malam. Tak henti-hentinya Raynka menyunggingkan senyum sembari memejamkan matanya, menghela nafas menghirup udara segar menenangkan hatinya.
"Raynka! Raynka!" Seruan suara seseorang memanggil namanya dari arah ruang tamu cukup memenuhi telinga Raynka. Sontak Raynka tersadar dari ketenangan sejenaknya, ia berlari menghampiri ruang tamu, dan ternyata yang memanggil dirinya adalah papanya.
"Iy-iya, Pah? Ada apa memanggil Rayn?" sahut Raynka menundukkan kepalanya menatap lantai.
"Saya akan pergi kemungkinan saya pulang sekitar jam sebelas atau jam duabelas. Jagain rumah yang bener, nggak'usah keluyuran kemana-mana!"
Raynka mengangguk patuh. Ia mendongakkan kepalanya. "Memangnya Papa mau kemana? Kenapa pulangnya selarut itu?"
"Bukan urusan kamu!"
"Papa," panggil Raynka menjeda langkah Rafardhan.
"Kenapa lagi?" sambut Rafardhan sewot. Raynka langsung mencium punggung tangan papanya. Hati Rafardhan menghangat setiap Raynka menyalamimya, rasa haru dan benci bercampur aduk. Kadang perasaan ibanya tumbuh karena sekeras apapun sikapnya terhadap Raynka, Raynka tak pernah mencoba membantah, dengan senang hati Raynka senantiasa menuruti perintahnya.
"Hati-hati dijalan ya, Pah. Assalamu'alaikum," ujarnya tersenyum.
"Wa'alaikumsalam," justru balasan datar yang lagi-lagi ia dapatkan.
Setelah mengunci pintu Raynka berjalan meniti anak tangga untuk mencapai kamarnya dilantai dua. Baru selangkah ia berjalan matanya tak sengaja terlihat sebuah kunci yang tergeletak di sofa ruang tamu.
"Loh inikan kunci papa? Kok nggak di bawa? Apa ketinggalan kali ya?" Monolog Raynka bertanya pada dirinya.
Raynka berjalan ke arah kamarnya bukan untuk beristirahat melainkan mengambil selimut dan gulingnya. Jika ia tertidur di kamar kalau nanti papanya pulang pasti tidak kedengaran, apalagi kakaknya juga sedang tak dirumah. Itulah mengapa lebih baik ia merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments