Mata aida dan mata Albert saling bertatapan. Wajah Albert sudah pucat pasi. Ingin Albert melepaskan gandengan tangan Sonya dan berlari ke arah Aida, memeluknya dan mengucapkan kata maaf. Namun, Albert tak bisa. Ia harus terus meneruskan sandiwara ini
Mata Aida mengembun. Rasa perih menyelinap dalam hati, napasnya terasa tercekat, sesak menghantam rongga dadanya.
Aida tak sanggup lagi melihat pemadangannya. Hari ini, untuk pertama kalinya dia melihat Sonya, ia tersenyum getir. Dirinya dan Sonya bagai langit dan bumi. Sonya begitu cantik dan terlihat dari kalangan baik-baik.
Aida membalikan tubuhnya, dan berbalik. Ia memutuskan untuk pulang. Di titik ini, ia sadar. Lebih baik ia mengalah. Ia takan mampuh bersaing dengan Sonya.
Albert memejamkan matanya saat Aida pergi. Ia melirik Christian, ia bisa bernapas lega saat sang ayah terlihat sibuk mengobrol. Setidaknya, ia bisa pergi sejenak untuk menghubungi Aida.
Albert sengaja mengajak Sonya untuk meninggalkan para tamu, ia harus melepaskan gandengan tangan Sonya.
"Kau bisa kan menyapa tamu seorang diri, aku ingin pergi ke toilet," ucap Albert menatap Sonya dengan dingin.
Bukan Albert yang melepaskan gandengannya dari tangan Sonya melainkan Sonya yang melepaskan tangannya dari gandengan Albert. Ia menatap Albert tak kalah dingin. Bahkan tatapannya mengatakan bahwa dia tak perduli dengan apa yang Albert lakukan.
Lagi-lagi, Albert di buat melongo dengan reaksi Sonya. Tapi, ia tak punya waktu untuk memikirkan reaksi Sonya. Ia pun langsung pergi meninggalkan Sonya menuju kamar mandi, untuk menelpon Aida.
Albert menggeram kesal saat ponsel Aida tak bisa di hubungi. Tangannya mengepal, ia membentur-benturkan tanggannya ke dinding. Ia benar-benar tak bisa membiarkan Aida salah paham.
••
Pesta telah usai, tamu pun sudah meninggalkan pesta. Kini Sonya dan Albert pun bersiap pulang.
"Kau bisakan pergi ke apartemenku sendiri. Aku akan mengirimkan alamat apartemen ke ponselmu," ucap Albert saat mereka bersiap akan pulang. Di pikirannya, bagaimana dia bisa meyakinkan Aida dan meminta maaf.
Sonya menoleh ke arah Albert sejenak, lalu ia memadang lagi ke arah depan. Ia sama sekali tak tertarik dengan apa yang akan Albert lakukan.
Saat Albert akan berbicara lagi pada Sonya, supir Sonya ternyata sudah datang. Tanpa menoleh lagi ke arah Albert, Sonya pun bergegas masuk kedalam mobil.
Tangis Sonya luruh saat berada di dalam mobil. Ia lelah harus berpura-pura baik-baik saja. Nyatanya, ia hancur. Bukan pernikahan seperti ini yang dia harapkan, Ia ingin menikah dengan lelaki yang di cintainya. Ia ingin memiliki keluarga yang normal, saling menyayanngi satu sama lain.
"Nona ... Apa anda ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Exel, supir pribadinya.
"Tolong bawa aku ke pantai, Uncle," jawab Sonya. Sepertinya, angin malam dan suara deburan ombak sedikit bisa menenangkan hatinya yang tergores luka.
"Tapi, Nona ...."
"Hanya sebentar saja," jawab Sonya yang mengerti ketakutan supirnya
•••
Dalam kegelapan malam, Sonya berjalan menelusuri bibir pantai, ia menenteng sepatu haknya dan masih memakai gaun pengantin
Sunyi ... Sejenak, Sonya menyukai kesunyian yang berpadu dengan suara deburan ombak.
Tak ada lagi harapan, semua kebahagiaan dan kebebasannya sirna atas nama balas budi.
Air mata Sonya kembali berlinang, tubuhnya terasa lemas, dunianya seakan berhenti berputar. Sungguh sakit, sangat menyakitkan.
Tak sanggup lagi untuk berjalan karena tangisnya semakin luruh, Sonya pun mendudukan dirinya di atas pasir. Ia menekuk kakinya dan menaruh wajahnya di atas lutut. Sonya masih terisak, isakan itu terdengar sangat pilu.
•••
"Aida ... Aida ... Buka pintunya!" Teriak Albert. Ia menggedor-gedor pintu, bak orang kesetanan. Ia terus berteriak karena Aida tak mau membukakan pintu.
Dalam lampu kamar yang redup, Aida terduduk lesu. Ia duduk di lantai dengan menekuk kakinya, air mata masih mengaliri wajah cantiknya, ia menutupi kedua telinganya dengan tangannya saat mendengar suara Albert.
Ia tak ingin bertemu lagi dengan Albert. Ia tak ingin menjadi orang ketiga. Biarlah ia mengalah, Ia yakin, istri albert adalah orang yang baik.
Karena tak asa sahutan dari dalam. Albert pun mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sangat letih. Ia mendudukan dirinya di kursi, ia akan mendobrak pintu Aida saat tenaganya sudah pulih.
••
Dering ponsel terdengar dari saku jas Albert, Albert tak sadar bahwa ia tertidur di atas kursi selama satu jam. Ia merogoh jasnya dan mengambil ponselnya. Matanya membulat saat melihat Id si pemanggil yang tak lain adalah sang ayah.
Habislah Dia ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
gia nasgia
Dad Albert nggak gentle Krn tidak berani berterus terang kalau sdh punya kekasih 😡
2023-01-07
0
CIe Ira
🥰🥰🥰🥰
2022-01-01
0
sella Arianti
sedih banget loh jadi sonya😥😥😥
2021-11-24
0