Pukul sembilan malam waktu Amsterdam, Belanda. Nina baru saja mendapat kabar dari salah satu orang suruhannya yang bertugas memantau dan menjaga Mega bahwa tiga jam yang lalu waktu Jakarta, mereka mendapati Mega masuk ke dalam club mewah.
Nina begitu terkejut mendengar kabar itu. Iapun sangat geram. Nina segera menyuruh mereka untuk memperketat penjagaannya. Terlebih saat orang itu bilang, Mega keluar dari club itu sambil berjala dengan tertatih-tatih.
Perasaan Nina menjadi tidak keruan. Ia memang sengaja mengambil alih para orang suruhan Adrian secara diam-diam tanpa sepengetahuan anaknya itu.
Nina pun menyuruh mereka untuk merahasiakannya dari Adrian. Mereka pun patuh setelah Nina menjelaskan apa yang telah terjadi pada Adrian dan menantunya, Hermelinda.
Nina telah memiliki pikiran negatif tentang Mega. Ia tidak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan semoga setelah ini tidak ada kabar petaka yang ia terima. Bagaimanapun Mega harus tetap mendapatkan pendidikan terbaik demi melanjutkan perusahaan.
Sementara itu, di depan club, Mega tengah berdiri sambil menoleh ke kanan dan ke kini. Suasana dini hari diluar club ini sangat sepi dan gelap. Bahkan ia terlalu takut melangkahkan kakinya untuk pergi dari club ini.
Rasa sakit pada bagian intinya membuat tidak nyaman. Mega pun akhirnya memberanikan diri untuk melangkah dengan cukup cepat.
Saat tiba di persimpangan bangunan club itu. Hal yang tak terduga pun terjadi.
BRUK!!
Mega yang tidak seimbang pun terjatuh.
Aw! Sakit sekali, siapa sih yang menabrakku! gerutu Mega dalam hatinya sambil memegangi bagian intinya. Terdengar rintihan kecil yang terdengar oleh seseorang yang menabraknya itu.
Sebuah tangan kekar terulur di depan wajahnya. Pandangan Mega mengikuti arah tangan itu hingga ke wajah. Tampak seorang pria berambut lurus, bermata tebal begitupun dengan alisnya, rahang yang tegas, dan bibir yang tipis.
Mega sampai terpana melihat laki-laki yang ada di hadapannya itu.
"Maaf saya tidak sengaja ... sini biar saya bantu kamu berdiri."
Mega terkesiap lalu meraih perlahan tangan laki-laki itu. Dengan sekuat tenaga, laki-laki itu mengangkat tubuh Mega yang cukup berisi dan sekal.
Mega merapikan kembali gaunnya.
"Terima kasih, Tuan," ucap Mega sembari menundukkan kepalanya. Laki-laki itu tampak heran melihat Mega.
Kenapa dia bisa berada di tempat seperti ini? kelihatannya gadis ini masih sangat muda.
"Sama-sama ... oh iya, kalau boleh tahu, kamu darimana dan mau kemana?"
"Sa-saya mau pulang, Tuan," jawab Mega dengan terbata-bata.
"Pulang? lantas kamu mau berjalan kaki hingga ke jalan raya? tempat ini terpencil sekali, loh."
Mega terperangah akan ucapan laki-laki itu. Iapun menghela napas panjang.
Benar juga apa yang dibilang laki-laki ini. Mana mungkin aku bisa berjalan kaki kalau bagian intiku masih terasa sangat perih.
Mega sesekali melirik ke arah laki-laki itu.
Kalau dilihat-lihat, sepertinya laki-laki ini sudah cukup matang.
"Atau mungkin mau saya antar pulang? kamu, tinggal tunjukkan saja arah jalannya ... " Mega masih terdiam sambil menimbang-nimbang, ia takut hal yang baru saja terjadi akan terjadi lagi. "Tenang ... saya tidak akan berbuat jahat padamu," pungkas laki-laki itu.
Setelah cukup lama berpikir dan ia tidak ingin Sahrul melihat dirinya masih disini. Mega pun menyetujuinya.
"Iya ... aku mau."
Laki-laki itu membukakan pintu mobilnya, kemudian Mega pun masuk ke dalam. Mobil pun melaju sesaat setelah pria itu masuk dan duduk di kursi kemudinya.
Tak disangka, dibalik dinding itu ternyata Sahrul diam-diam memotretnya. Iapun tersenyum menyeringai. Saat Sahrul membalikkaan tubuhnya, tampak seorang laki-laki bertubuh besar dan berwajah menyeramkan itu berdiri dibelakangnya.
"Berikan ponselmu, sekarang!'
"Siapa kau?"
"Kamu tidak perlu tahu siapa aku sebenarnya."
Kedua tangan Sahrul bergerak cepat, ia mengambil kartu memori dari dalam ponselnya kemudian dengan cepat ia menggenggam kartu memori itu supaya tersamarkan oleh laki-laki bertubuh besar itu.
Cahaya lampu di sekitar halaman club itu memang temaram. Sahrul memberikan ponselnya kepada laki-laki itu kemudian dengan santainya berjalan melewatinya begitu saja sambil memasukkan kartu memori ke dalam saku celana.
Suatu saat foto dan video ini akan aku pergunakan untuk mencapai keuntunganku!
Sahrul tersenyum menyeringai, kemudian naik ke atas motornya lalu melajukannya menuju rumah. Laki-laki yang mengambil ponselnya sudah tidak ada di sana sejak ia naik ke atan motornya itu.
Sedangkan sepanjang jalan di dalam mobil yang ditumpangi Mega, hanya keheningan yang ada di dalam mobil itu.
"Ehem ... " laki-laki itu berdehem demi mencairkan suasana yang terkesan tegang seperti ini. "Nama kamu siapa? kenalin, saya Albi Adidaryo. Panggil saja Albi."
"Aku ... Mega."
"Hem ... apa kamu masih sekolah?"
"Iya," jawab Mega dengan singkat.
"Lalu kenapa kamu bisa berada di club malam dan keluar terburu-buru seperti tadi?"
Aku harus jawab apa? apa aku harus menceritakan semuanya sama laki-laki yang baru aku kenal ini?
"Jawab saja Mega ... siapa tahu saya bisa membantumu. Kelihatannya kamu sedang ada masalah. Kalau aku lihat ... wajahmu tampak cemas sekali," sambung Albi. Mega menghembuskan napas panjang.
Aku seperti kehabisan kata-kata.
Cukup lama Mega terdiam dan akhirnya ia memberanikan diri untuk buka suara.
"Aku hanya menyesal pernah masuk ke dalam club itu."
Albi tidak bisa berkata-kata lagi. Terdengar dari ucapan Mega, kalau dirinya enggan untuk menceritakan semuanya kepada dirinya. Albi mencoba memahami hal itu.
"Lalu, Tuan sendiri kenapa bisa ada di sana?"
"Oh, saya habis menemui seorang teman di club itu, tapi ternyata dia telah pulang sesaat sebelum saya datang."
Mega hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Mega ... benarkan ini nama perumahannya?"
Mega menoleh kearah sekitar. Kemudian mengangguk. "Benar, Tuan."
Tak butuh waktu lama, Albi memberhentikan mobilnya tepat didepan gerbang besar yang menjulang tinggi itu. "Sudah sampai Mega ... " Albi menoleh ke arah rumah mewah itu yang tampak sangat sepi.
Sepertinya wanita ini anak orang kaya, tapi kalau dilihat dari sikapnya. Anak ini memang anak baik-baik.
"Apa benar ini rumahmu?" tanya Albi memastikan sambil menoleh ke arah Mega.
"Benar, Tuan ... hem, bolehkah aku menyebutmu kakak?" ucap Mega dengan hati-hati.
"Tentu boleh dong," jawab Albi sambil tersenyum sumringah.
"Terima kasih atas kebaikanmu, Kak. Semoga Tuhan membalas atas segala kebaikanmu padaku," ucap Mega sambil menundukkan kepalanya. Dirinya sampai tidak berani menatap manik kecoklatan milik Albi itu.
"Sama-sama ... tapi kenapa rumahmu sangat sepi?" ucap Albi dengan hati-hati karena tidak ingin menyinggung perasaan Mega.
Mega tercekat. "Karena ... kedua orangtuaku tidak di sini."
"Lalu dimana ?" celetuk Albi yang sontak membuat Mega terdiam.
"Belanda." Mega menarik napas dalam-dalam. Sedangkan Albi masih mencoba mencerna ucapan Mega. "Aku duluan ya, Kak. Terima kasih sekali lagi tumpanganya," seru Mega kemudian keluar dari mobilnya.
Mega segera membuka gerbangnya itu. Tampak Ubed masih tertidur pulas di dalam pos. Ia tidak sadar kalau kunci duplikatnya dibawa oleh Mega. Albi melajukan mobilnya perlahan dengan kedua matanya masih memperhatikan dan juga memastikan Mega, jikalau gadis itu sudah benar-benar masuk ke dalam rumahnya. Setelah Mega menutup pintu rumahnya, Albi menambah laju mobil itu menuju kediamannya.
******
Pagi mulai menyapa, sinar mentari pun tampak menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah gorden itu. Mega mengerjapkan kedua matanya sambil berusaha mendudukkan diri di atas tempat tidur berukuran kingsize itu.
Ia merasakan pegal di seluruh tubuhnya dan juga demam yang membuat hidungnya sedikit tersumbat, akhirnya ia merebahkan tubuhnya kembali lalu menarik selimutnya hingga ke dada. Surti merasa ada hal aneh yang terjadi pada mega.
Kendati ia tidak kunjung keluar dari kamarnya sejak pagi hingga matahari sudah terik seperti ini. Iapun berinisiatif untuk menemui Mega di kamarnya karena takut terjadi sesuatu kepada anak majikannya itu.
TOKTOKTOK ... Surti mengetuk pintu kamar Mega.
"Non Mega, apa Non baik-baik saja di dalam?" tanya Surti dari luar kamar.
Namun, tidak ada jawaban dari Mega. Akhirnya Surti pun memaksa masuk ke dalam karena merasa sangat khawatir kepada Mega.
Pintu kamar yang tidak dikunci itu, berhasil ia buka. Surti membelalak saat melihat wajah Mega yang tampak pucat.
"Ya Tuhan, Non Mega!" Surti memekik lalu menghampiri Mega sambil tergopoh-gopoh. Kemudian, iapun duduk di tepi tempat tidur Mega.
Lalu ia letakkan punggung tangannya dikening Mega, dirinya terperanjat saat merasakan panas pada tubuh Mega itu.
"Astaga! tubuhnya panas sekali ... " Surti kelimpungan. "Asep! Asep!" teriak Surti memanggil Asep yang merupakan asisten rumah tangga yang membantunya membersihkan rumah dan kebun.
"Ada apa Surti?" tanya Asep dengan napas yang tersengal-sengal karena kaget mendapat teriakan dari Surti.
"Telepon dokter Jenny sekarang!" perintah Surti yang mulai kalut karena kekhawatirannya kepada Mega.
"Kenapa memangnya Surti?"
"Non Mega, demam!"
Asep mengangguk lalu segera melaksanakan perintah Surti.
Sementara Asep menelepon dokter Jenny, Surti menyiapkan air hangat untuk mengompres Mega.
"Yaampun Non, suhu tubuh Non panas sekali. Kenapa Non bisa seperti ini?" lirih Surti sambil memberi kompres pada kening Mega.
Sedangkan Mega hanya memejamkan matanya, ia tak sanggup membukanya karena rasa trauma atas kejadian semalam yang menimpanya.
Aku bodoh! aku bodoh! aku benci dengan Sahrul! aku tak ingin melihatnya lagi!
Batin Mega terus mencaci dan menyalahkan dirinya sendiri. Hatinya sakit, tubuhnya pun tak kalah sakit.
Beberapa menit kemudian, dokter Jenny pun datang.
"Ada apa ini, Bi? apa telah terjadi sesuatu padanya?" tanya dokter Jenny sambil mengeluarkan stetoskopnya dan mulai memeriksakan kondisi Mega.
"Saya tidak tahu, Dok," jawab Surti dengan rasa cemasnya.
Sepertinya anak ini telah menjadi korban pemerkosaan, dilihat ada banyak tanda merah disekitar dadanya. Detak jantungnya pun berdegup sangat cepat. Aku harus berbicara berdua dengan Mega.
"Bi, bisa tinggalkan kami berdua?" pinta dokter Jenny dan Surti pun mengangguk patuh. Ia kemudian keluar dari kamar Mega dan pergi menuju dapur. Tak lupa ia menutup pintu kamar Mega setelahnya.
"Mega, ini dokter Jenny. Apa telah terjadi sesuatu padamu?" tanya dokter Jenny lembut kepada Mega.
Dokter Jenny dan suaminya dokter Adnan adalah dokter pribadi keluarga Mega. Sejak bayi, dokter Jenny sudah sayang sekali dengan Mega. Bahkan ia orang yang paling bahagia atas kelahiran Mega.
Terkadang, ia merasa kasihan. Karena Mega kurang perhatian dari kedua orangtuanya yang sangat sibuk dengan urusannya itu.
Dokter Jenny tersenyum saat Mega membuka matanya yang sembab karena menangis semalaman.
"Dok, bisa membantuku untuk duduk?" pinta Mega dan dokter Jenny pun mengangguk. Perlahan ia menaruh bantal yang ia sandarkan pada kepala tempat tidur lalu membantu Mega bersandar disana.
Setelah pada posisi yang nyaman, Mega mulai menceritakan tentang kejadian semalam yang telah menimpanya itu. Dokter Jenny begitu tercengang dan tak menyangka hal buruk itu bisa menimpa gadis sebaik Mega.
"Ini salahku, Dok. Aku tidak bilang kepada siapapun saat aku pergi. Mungkin, ini adalah hukuman untukku," lirih Mega sambil menundukkan wajahnya dan air matanya yang sudah luruh sejak tadi.
Tak sengaja air mata dokter Jenny pun ikut luruh begitu saja membasahi pipinya. Mega mulai terisak kembali, dokter Jenny langsung memeluk Mega yang menangis sendu.
"Dokter janji ya jangan bilang siapapun sekalipun suami dokter sendiri?" ucap Mega pada dokter Jenny dalam pelukannya.
"Iya ... aku janji ini akan menjadi rahasia kita berdua," jawab dokter Jenny tersenyum sambil mengelus lembut punggung Mega.
Tak ku sangka, anak seusia Mega sudah menanggung traumatik yang begitu berat. Kalau dibiarkan lama-lama akan membuat psikisnya terganggu.
Setelah Mega cukup tenang, iapun merebahkan kembali tubuhnya yang kemudian tertidur. Dokter Jenny pamit dari rumah Mega dan membiarkan Mega untuk beristirahat penuh hari ini.
****
Keesokan harinya, Mega terbangun dari tidurnya dan sudah merasa membaik. Akhirnya ia memutuskan untuk berangkat ke sekolah.
Mulai hari ini aku tidak boleh lemah! aku harus kuat dan berani! hayo Mega kamu pasti bisa! buat kekuranganmu tertutupi dengan kelebihan yang kamu miliki!
Mega pun bertekad untuk tidak boleh terpuruk karena tidak ingin kedua orangtuanya tahu dan menjadi kepikiran. Bagaimanapun ia harus tetap menjadi anak yang mandiri dan bisa dibanggakan oleh kedua orangtuanya itu.
Mega berangkat ke sekolahnya dengan semangat yang ia dapatkan setelah ia bercerita dengan dokter Jenny kemarin. Namun, saat beberapa menit lagi sampai di sekolah, tiba-tiba ia merasa tidak nyaman dengan pakaian dalamnya. Mega meraba kebagian bra yang ia pakai.
Yaampun putus! kenapa saat masih ditengah perjalanan seperti ini 'sih!
Mega terperangah kemudian menepuk keningnya sendiri. Saat ia sadar, ternyata tali bra-nya terputus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Lisa Aulia
lanjut...
2021-09-20
0
Rozh
🌹
2021-08-09
0
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ
haiiiii ... keliru, ceuceu mampir nich, lanjutin baca yg kmrn2 yach.
betewe, Albi itu nama anak mantan pacarku, hik ... hik ... hik ...
2021-05-27
1