Sebelum pendekatan Sahrul semakin gencar kepada Mega. Ia dan Bimo tengah mengalami persaingan sengit.
Sahrul yang saat itu tengah terduduk di depan ruang kelasnya. Ia memasang earphone, menyalakan music rock dengan satu kaki yang ia naikkan ke atas.
PRAK!
Sahrul hampir terjatuh karena tepakan Bimo yang cukup kerasa padanya.
"Sialan!" ia memekik sambil melepaskan earphone yang sebelumnya terpasang di telinganya itu. Bimo duduk di sampingnya.
"Jangan lupa setelah ujian ini! gue sih yakin kalau lo tidak akan dapat cewek tajir di sekolah ini," tutur Bimo sembari tersenyum menyeringai. Sahrul mengernyit kemudian berpikir sejenak.
Bimo mengingatkan Sahrul akan taruhannya pada ulang tahun Excel nanti. Sebab, sebulan sebelumnya Bimo dan Sahrul memang telah mendapat undangan itu bertempat di salah satu club mewah di Jakarta.
Awal mula yang mengajukan taruhan itu adalah Sahrul sendiri. Ia merasa semakin frustasi karena sang ayah yang hanya memberinya uang tanpa kasih sayang.
Kendati Sahrul seorang laki-laki, dirinya memang masih butuh kasih sayang. Terlebih setelah sang ibu meninggal dunia karena over dosis obat penenang. Awalnya Sahrul sangat menikmati, tapi lambat laun dirinya merasa kesepian.
Setelah Sahrul mengingatnya, Bimo pun pergi dari sana. Sesaat kemudian, Mega baru sampai di sekolah. Sahrul yang melihat itupun langsung segera menghampirinya.
********
"Mega ... " ucap Sahrul dan Mega pun bergumam. Tadinya Sahrul berniat ingin mengajak Mega secara langsung. Akan tetapi setelah melihat Madih di sana, niatnya ia urungkan.
"Ada apa?" tanya Mega dengan lembut.
"Nanti malam kalau gue telepon, angkat ya. Ada sesuatu yang akan gue sampaikan sama lo," pinta Sahrul sambil sesekali melirik Madih yang berdiri tak jauh dari tempat mereka.
"Okey," Mega tersenyum setelah mendengar permintaannya.
"Ya sudah, lebih baik lo pulang ya." Mega mengangguk, walau dirinya belum ingin berpisah dengan laki-laki yang telah menjadi pacarnya itu. "Kasihan sopir lo, nanti bisa lumutan nungguin kita," bisik Sahrul membuat Mega terkekeh geli.
Madih yang melihat itu, memicingkan matanya. Ia berasumsi kalau Sahrul telah membicarakan dirinya.
"Oke ... kamu juga hati-hati di jalan ya. Jangan lupa kabari aku kalau sudah sampai rumah!"
"Iya ... bye Mega."
"Bye Sahrul."
Keduanya pergi ke kendaraan yang sebelumnya mereka tumpangi masing-masing. Madih merasa lega setelah keduanya memutuskan untuk pulang.
*****
Setelah sampai dirumah, Mega langsung pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Ia berlari menaiki anak tangga. Kemudian dengan cepat ia menekan kode pada pintu kamarnya itu.
Berhasil! Mega masuk ke dalam, tak lupa mengunci pintunya kembali. Kemudian ia melemparkan tas, sepatu dan ikat rambutnya ke sembarang arah. Setelah itu barulah masuk ke kamar mandi.
Mega bersenandung kembali lagu favorite-nya saat sedang berendam air hangat di dalam bathtub-nya itu. Dalam waktu satu jam lamanya, akhirnya Mega pun segera menyelesaikan mandinya itu.
Tubuhnya kali ini telah benar-benar lebih segar. Mega pun memakai piyamanya lalu mencari keberadaan ponselnya berada.
Setelah dapat, ia merebahkan diri di atas tempat tidur. Sesaat setelah ia menyalakan layar ponselnya itu. Terdapat panggilan telepon dari Sahrul. Mega mendudukkan diri diatas sana lalu segera menjawabnya.
"Halo, Sahrul."
"Hai, Mega. Lagi apa?"
"Baru selesai mandi, ada apa ?"
"Jadi, besok teman gue ada yang ulang tahun di salah satu kafe. Gue juga bingung mau ngajak siapa. Kalau gue ajak lo gimana?"
"Ke kafe?" tanya Mega dan Sahrul pun bergumam.
"Jam berapa?"
"Jam sembilan malam, bisa kan?"
"Malam ya ... "
Kalau malam seperti itu aku tidak bisa Sahrul. Pak Madih pasti akan tetap ikut, tapi aku tidak bisa menolak ajakan Sahrul. Kapan lagi kan aku keluar malam.
"Mega ... halo? Mega."
"Eh iya, sorry. Iya aku mau, tapi pulangnya jangan sampai larut ya!"
"Iya lo tenang saja."
"Rul?"
"Iya?"
"Kafenya aman 'kan tapi?"
"Aman dong, masih penjagaan ketat kok!"
Mega bernapas lega sedangkan Sahrul tersenyum menyeringai. Ia semakin yakin kalau dirinya akan menang taruhan.
"Ya sudah, aku mau makan malam dulu ya. Kamu juga jangan lupa makan sebelum tidur!"
"Siap, Sayang!"
Mega tersipu malu saat Sahrul menyebutnya dengan kata Sayang, beruntung Sahrul tidak melihat wajahnya yang memerah itu.
"Bye, Sahrul!"
"Bye, Sayang."
Kemudian sambungan telepon pun terputus. Mega seketika merebahkan tubuhnya kembali sambil tersenyum kegirangan. Sedangkan Sahrul yang baru saja selesai memakai pakaian itu, segera menghubungi Bimo untuk memberitahukan kabar perihal jadiannya dengan Mega.
"Halo, Bimo," sapa Sahrul saat Bimo telah menjawab panggilannya sambil cengengesan walau Bimo tidak melihatnya.
"Kenapa lo? bahagia banget!" sahut Bimo dengan ketus.
"Wih santai bro, gue cuma mau kasih tahu saja kok."
"Tentang?"
"Hari ini."
"Ada apa dengan hari ini? dapat gebetan baru?" sindir Bimo sambil terkekeh. Sahrul berdecak.
"Lebih dari itu!"
"Wow, lalu?"
"Hari ini adalah hari jadian gue sama Mega. So, siapkan uangnya. Gue tidak sabar mendapat uang dengan jumlah besar besok!" jawab Sahrul yang dengan antusias serta percaya diri.
"Alah! ternyata hanya jadian. Gue 'sih sudah seminggu yang lalu jadian sama Clarissa. Jadi lo lah yang harus bayar, Rul," timpal Bimo yang tak kalah percaya diri.
"Waw bergerak cepat rupanya lo. Sial! daripada gue harus bayar sepuluh juta rupiah, lebih baik kita taruhan ulang," usul Sahrul yang tidak terima dengan kekalahannya.
"Taruhan apa lagi?" tanya Bimo penasaran.
"Bagaimana besok lo ajak Clarissa juga ke pesta dan gue akan ajak Mega. Siapa yang berhasil bercinta dengan pacar masing-masing, dia yang menang! serta yang kalah harus bayar dua puluh juta rupiah, bagaimana ?" usul Sahrul membuat Bimo tersentak. Senakal-nakalnya Bimo, untuk hal yang satu itu ia sangat menghindarinya karena tidak ingin mencoreng nama baik keluarganya. Ia terdiam dengan cukup lama.
Bagi Bimo, kalau untuk hanya sekedar berpacaran tidak masalah. Namun, kalau sampai lebih dari itu dirinya merasa tidak mungkin untuk melakukannya.
"Apa tidak ada taruhan lain, Rul?" tanya Bimo ragu.
"Alah bilang saja lo tidak berani!" tandas Sahrul.
"Siapa bilang tidak berani! gue cuma mikirin bagaimana diposisi cewek itu sendiri, Rul. Apa lo tidak mikir, mereka kedepannya akan bagaimana? berjodoh sama kita atau tidak?" Bimo benar-benar kesal. Sedangkan Sahrul diseberang telepon hanya tertawa. Hatinya seolah telah mati, kejahatannya dia selimuti dengan setiap keramahan dan kebaikan yang selalu ia tunjukkan di depan orang banyak. Terlebih kepada para siswi di sekolahnya.
"Sekarang gue tanya, lo cinta beneran sama Mega?"
"Ya tidaklah!" celetuk Sahrul yang kemudian menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangannya itu. Sontak membuat Bimo terkejut.
"Asli! parah lo! apa tidak ada cewek lain, selain dia?"
"Kenapa memangnya?"
"Menurut informasi yang gue percaya, Mega anak orang terpandang coy!"
"Terus apa masalahnya? yang gue lihat dia cinta sama gue. Jadi tidak akan sulit mendapatkan tubuhnya juga."
"Brengsek!" Bimo yang sudah benar-benar kesal langsung memutuskan sambungan teleponnya.
********
Kini, malam yang telah dijanjikan Sahrul untuk mengajak Mega ke sebuah kafe pun tiba. Mega yang baru saja bersiap dengan gaun berwarna hitam pekat sebatas lutut tanpa taburan manik dan aksesoris yang berlebihan serta heels yang berwarna senada. Tak lupa sebuah tas kecil yang ia kaitkan di pundaknya.
Sementara itu, di luar gerbang rumah mewah milik kedua orangtua Mega. Sahrul baru saja tiba di ujung pagar tembok yang menjulang tinggi itu.
Ia begitu ternganga akan rumah Mega yang sangat besar itu.
Astaga! ini sih besarnya lima kali lipat dari rumah gue!
Sedangkan di dalam rumah, Mega membuka pintu dengan perlahan, ia mengamati dengan serius kesekeliling rumah. Setelah ia rasa aman, ia berjalan dengan hati-hati.
Keadaan rumah sudah sangat sepi, bahkan sebagian lampu telah dimatikan. Setelah ia berhasil keluar rumah, ia sedikit berlari menuju gerbang. Tampak Ubed yang merupakan security di rumahnya sedang tidak ada di tempat. Ia masuk ke dalam pos untuk mencari kunci duplikat gerbangnya itu.
Syukurlah ketemu!
Mega segera membuka gemboknya dan membuka gerbangnya perlahan. Tak lupa ia tutup kembali.
Sahrul yang melihat Mega keluar dari rumahnya langsung segera menghampirinya. Sebuah senyuman tipis pun terbit dari kedua sudut bibirnya.
"Ayo naik!"
Mega mengangguk lalu naik ke atas motor Sahrul. Kemudian, Sahrul pun melajukan motor Ninjanya itu.
Beberapa menit kemudian sampailah keduanya di tempat tujuan Mereka.
"Rul, apa benar ini kafe? kok tempatnya seperti club malam gini," tanya Mega saat iya turun dari motor dan melepaskan helmnya lalu memberikannya kepada Sahrul.
"Iya ... sudah, ayok masuk! teman-temanku sudah menunggu di dalam," ajak Sahrul kemudian menarik tangan Mega.
Saat memasuki club, ternyata hanya orang-orang yang sudah memiliki member khusus yang bisa masuk ke dalam. Sahrul pun menunjukkan kartu membernya.
"Apa kamu sering ke sini, Rul?" tanya Mega saat menunggu petugas men-scan kartu milik Sahrul.
"Iya ... begitulah. Kenapa memangnya?" jawab Sahrul dengan santai.
"Pantas saja kamu punya member card," pungkas Mega sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
Ini pertama kalinya Mega masuk ke dalam club malam. Tempat yang selama ini sangat dilarang keras oleh kedua orangtuanya. Mega merasa risih berada di club ini.
Yaampun bau apa ini? seperti tercium bau alkohol, kenapa banyak asap juga? apa benar ini cafe?
Mega pun mengekor dibelakang Sahrul, sesekali ia menutup hidung dengan sebelah tangannya.
Ya Tuhan, tempat apa ini? tidak salah lagi, ini memang club malam. Kenapa Sahrul tak jujur padaku? kalau ayah dan ibu tahu aku ada disini pasti mereka akan marah besar padaku.
Mega membelalak saat ia memasuki ruang utama di club tersebut. Ia melihat banyak penari yang memakai pakaian minim dan juga banyak orang terutama kaum pria yang bermabuk-mabukan ditemani para wanita seksi.
Ayah, ibu ... aku ingin pulang. Aku tak mau ada disini. Ini bukan tempatku! jerit Mega dalam batinnya.
Mega ingin sekali pergi dari tempat itu. Namun, genggaman tangan Sahrul yang sangat erat membuatnya tidak bisa kemana-mana.
"Hai Bim, Cla. Sudah lama menunggu kami?" sapa Sahrul saat telah berada di sudut ruangan yang telah di pesan oleh Excel yang sedang berulang tahun.
"Sudah dari lima belas menit yang lalu," jawab Bimo. Clarissa dan Mega saling melempar senyum. Clarissa tampak biasa saja berada di tempat ini, berbeda dengan Mega yang tampak sangat gelisah.
Bimo mengangkat sebelah sudut bibirnya saat melihat Mega yang tidak nyaman berada di sini, terlebih pakaiannya pun cukup sederhana ia pakai. Mungkin lebih cocok untuk pergi ke pesta-pesta di kafe biasa, pikir Bimo.
"Ayok duduk! nih sudah gue pesankan minumannya," ajak Bimo dan mereka berempat pun duduk bersama.
"Ga, nikmatin saja pestanya!" teriak Sahrul di telinga Mega karena suara musik makin kencang dan Mega hanya mengangguk.
Saat perhatian Mega, Bimo dan Clarissa sedang menatap ke sebuah panggung di depan sana, diam-diam Sahrul memberikan obat perangsang ke dalam minuman Mega.
Bagaimana caranya aku pergi dari sini, Tuhan bantu aku.
Sahrul memegang tangan Mega, sang empunya pun menoleh. "Ga diminum dulu! kamu pasti haus," teriak Sahrul.
Mega mengangguk. "Iya," jawabnya yang ikut berteriak.
"Rul, Ga. Kami pergi dulu ya. Have fun kalian berdua!" ucap Bimo dengan mengeraskan suaranya agar didengar oleh Sahrul dan juga Mega.
Bimo menarik tangan Clarissa dan kemudian pergi dari hadapan mereka.
"Rul, kok mereka pergi sih?" tanya Mega sambil berteriak.
"Mereka ada urusan, kita di sini saja!" jawab Sahrul yang juga berteriak.
Sahrul mengambil segelas minuman dan menyodorkannya kepada Mega. Tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun, Mega mengambil minuman itu dari tangan Sahrul. Ia meminumnya hingga habis. Sahrul tersenyum menyeringai karena sebentar lagi Mega benar-benar akan menjadi miliknya seutuhnya.
Beberapa saat kemudian Mega merasakan efek obat yang telah Sahrul campurkan ke dalam minumannya tadi, sebuah hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Sahrul yang menyadari tingkah Mega yang mulai diluar kendali langsung membawanya ke sebuah kamar yang hanya bisa dimasuki oleh pengunjung yang memiliki member khusus.
"Bantu aku Sahrul, please. Aku tidak tahu harus bagaimana. Sakit sekali rasanya," Mega meracau karena tubuhnya benar-benar tidak nyaman kali ini.
"Dengan senang hati, Sayang."
Entah siapa yang mulai karena keduanya sama-sama diluar kendali mereka. Kamar itu menjadi saksi hilangnya kehormatan yang telah Mega jaga selama tujuh belas tahun ini.
Beberapa jam kemudian, Mega terbangun dan merasakan pusing dikepalanya. Dia begitu terkejut karena sudah tidak berpakaian lagi dan Sahrul pun demikian.
Ya Tuhan apa yang sudah ku perbuat! mahkotaku hilang begitu aja direnggut oleh laki-laki yang baru dua hari jadi pacarku. Hikss.. hikss..hikss..
Sebelum Sahrul bangun, Mega pun melihat jam di dinding kamar tersebut telah pukul dua pagi. Ia bergegas memakai bajunya walau daerah sensitifnya terasa sangat perih.
Aw! cairan apa ini? kenapa lengket sekali diperutku? apa cairan ini milik Sahrul? Ya Tuhan semoga aku tidak hamil.
Itulah yang dipikiran Mega saat ini, tidak hamil lebih baik daripada ia harus dikeluarkan oleh sekolah karena hamil diluar nikah. Namun Mega tidak berpikir panjang ke masa depannya nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Rozh
🤗
2021-08-09
0
Titik pujiningdyah
greget bngt liat cwok macam sahrul
2021-08-07
0
⭐writer
sahrul enggak mikirin mega, terlalu nakal buat dipasangin sama mega
2021-05-27
0