"kak, jadi semua ini benar?" tanya Bimo sambil memeluk ku. Aku hanya mampu menganggukan kepala dan air mataku berjatuhan tanpa bisa kuhentikan. lama kami saling berpelukan dalam diam hingga hati ini lebih kuat menerima kenyataan. Aku harap semua hanya mimpi dan tak benar-benar terjadi, rasanya berat sekali menerima kenyataan ini, hidup mewah yang kurasakan dari kecil kini akan berubah seratus delapan puluh derajat".
"Mampukah aku melalui semua ini?" batinku sebelum menceritakan apa yang terjadi pada Bimo.
"Semua benar Bim, papa kena serangan jantung ketika mengetahui kenyataan bahwa sahabat sekaligus kaki tangannya yaitu om Anton telah menghianatinya". "om Anton menjual aset-aset papa termasuk rumah yang kita tempati, mobil dan juga saham perusahaan...."
"Apa?", "Semuanya?, lalu kita mau tinggal dimana?", "Aku gak mau jadi orang miskin dan tidak tamat sekolah". "Haaaaaa...Hiks". Rentetan pertanyaan Bimo disela-sela tangisnya, membuat aku makin gundah mengambil keputusan. Ya Tuhan beri aku petunjuk keputusan apa yang harus ku buat agar semua berjalan dengan baik serta mama dan adik ku tetap bisa menikmati hidup dengan aman, tenang dan bahagia walau tidak bergelimang harta seperti sebelumnya.
"Tenanglah Bim, papa sudah membelikan villa dan sebuah mobil atas nama kakak walau tidak sebesar dan semewah rumah kita saat ini, lagi pula pihak bank baru akan menyita dan mengambil segalanya dari kita sebulan lagi dan masih ada tabungan juga kamu tidak perlu khawatir, kamu bahkan bisa tetap kuliah dan mengejar cita-cita mu seperti semula, semua akan baik-baik saja. Kamu hanya perlu tetap jadi Bimo Aghata Wicaksana yang berprestasi dan juga ceria tanpa perlu mengkhawatirkan apapun karena kakak akan pastikan kamu dan mama hidup bahagia walau mungkin kakak belum bisa beri kalian fasilitas seperti yang papa kasih saat ini, tapi percaya lah kakak akan berusaha yang terbaik untuk kebahagian kalian" jelasku panjang lebar agar Bimo tenang dan "Semangat Lia, kamu pasti bisa". ujarku memberi semangat pada diriku sendiri sambil mengangguk-anggukan kepala dengan optimis mampu melalui ini semua.
"Lalu bagaimana keadaan papa kak?". suara parau Bimo memecah keheningan dan membuyarkan lamunanku.
"Papa masih belum sadarkan diri, kondisinya masih kritis, kamu lihat lah sendiri keruangannya. Ayo kakak antar kamu kesana". ajak ku sambil menarik tangannya Bimo. kami berjalan menuju ruang ICU papa dalam keheningan.
"Papa dirawat di dalam kamu masuk dan ajak lah papa bicara siapa tahu mendengar suara mu papa memiliki semangat untuk cepat sadar". pintaku pada Bimo, yang dibalas dengan anggukan kepala.
Bimo pun masuk ke ruang ICU tempat papa dirawat, aku hanya duduk diluar menunggu Bimo. Pikiran ku masih tak menentu, semua jalan nampak buntu dan tak ada harapan. "Maaf mengganggu, anda putri tuan Aghata Wicaksana?". tanya seorang suster yang datang menghampiriku.
"iya sus benar, ada apa dengan papa saya sus?" tanyaku cemas karena tiba-tiba ada suster menghampiriku dan membuyarkan lamunanku.
"Maaf mba ditunggu di customer cervice untuk mengurus administrasi tuan Aghata Wicaksana, karena tadi ibu anda memberi kami sebuah kartu untuk mengurus membayar biaya rumah sakit dan juga operasi tuan Agahta Wicaksana namun sekarang kartu itu tidak dapat digunakan, sudah terblokir. Mohon segera ke kasir untuk mengurus pembayarannya". Aku hanya diam mendengarkan penjelasan suster itu.
"Baik, bisa antar saya ke kasirnya sus?". tanya ku sambil bangkit dari duduk dan tersenyum ramah pada sang suster. suster pun menganggukan kepalanya. "Mari saya antar". ucap sang suster sambil berjalan di depan ku. sepanjang perjalanan jantungku berdetak sangat cepat khawatir uang yang ditinggalkan papa bahkan tidak cukup untuk membayar biaya perawatan papa dan juga operasai tadi pagi. "Kalau tidak cukup aku harus mencari uang kemana?".
"Mba, kita sudah sampai kasir. Saya permisi dulu kalau begitu". ucap sang suster sambil berlalu meninggalkan ku di depan bagian administrasi. Dengab langkah gontai aku pun berjalan menuju kasir untuk menanyakan tagihan papa selama dirawat di rumah sakit XY.
"Sore sus, bisa minta tagihan atas nama bapak Aghata Wicaksana". ucapku ramah pada sang suster bagian kasir, yang dibalas tak kalah ramah oleh sang suster. "sebentar ya mba saya carikan dulu datanya, sambil nunggu mba bisa duduk dulu biar tidak capek berdiri". aku hanya menjawab dengan anggukan dan tersenyum sambil duduk dikursi depan sang suster, menunggu dengan tenang walau hati cemas dan gundah.
"ini mba totalnya 857.000.000". ucap sang suster sambil menyerahkan beberapa lembar kertas laporan tagihan atas nama papa. Ya tuhan biayanya mahal sekali, cukupkah uang di ATM ini untuk mengcover biaya pengobatan papa, biaya sehari-hari dan juga biaya sekolah Bimo serta kuliah ku.
"ini sus,," ucapku sambil menyerahkan ATM yang tadi om Bram berikan. kalau tidak ada ATM ini jangan-jangan kami jadi gembel dan papa tidak akan mendapatkan pengobatan. "Tidak...tidak...tidak, aku tidak boleh berfikiran buruk. Semua akan baik-baik saja". gumamku dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepala berharap pikiran buruk menjauh dari kepalaku.
Selesai mengurus biaya administrasi papa, kau kembali ke kamar papa, betapa terkejutnya aku melihat Bimo duduk dilantai pojokan depan kamar rawat ICU papa dengan kaki dilipat dan wajah menunduk bertopang pada lutut dan lengan yang terlipat, dan tubuhnya bergetar, sayup-sayup terdengar isak tangis Bimo. Aku pun mempercepat langkahku agar bisa segera menghampiri Bimo dan mencari tahu apa yang terjadi kenapa banyak dokter dan suste berlalu-lalang di ruang rawat ICU.
setibanya di depan Bimo, aku berjongkok mensejajarkan tubuhku dengannya. "Bimo, kamu kenapa?" tanyaku penasaran disertai kecemasan terjadi hal-hal yang buruk pada papa.
saat mengangkat kepalanya, wajah Bimo sudah penuh dengan air mata. Dia berhambur kepelukkan ku sambil terisak. "Kakak, papa...papa tiba-tiba tadi saat aku sedang cerita tentang kondisi kita pada papa, tubuh papa kejang dan mesin-mesin penopang hidup papa grafiknya menurun. Aku langsung memanggil suster". "semua salahku kak, aku marah pada papa yang bodoh bisa dibohongi om Anton". maki Biro pada diri sendiri sambil menjambak rambutnya.
"Sudah Bimo, semua bukan salah mu. Papa akan baik-baik saja". Hiburku pada Bimo dan diriku sendiri.
"Kakak dari mana?, kenapa menghilang tiba-tiba?" tanya Bimo sambil memicingkan mata penuh curiga.
"Kakak tadi dipanggil suster untuk mengurus biaya perawatan papa". Jelasku.
"Kakak ada uang buat bayar semuanya?" Tanya Bimo penasaran. Aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala. Sambil kemudian berdiri dan menghampiri suster yang baru keluar dari ruang rawat ICU papa.
"Suster, gimana kondisi papa saya?, semua baik-baik saja kan sus.." tanyaku yang hanya dibalas senyuman, dan kemudian suster berlari menjauhiku. "Sebenarnya papa kenapa?, semoga semua baik-baik saja. Ya Allah selamatkan papa, jangan ambil papa ku sekarang. Aku nggak akan sanggup memikul beban ini sendirian". pikiranku berkecamuk, air mata pun sudah mengalir tanpa bisa lagi ku ******. Rasa cemas, takut kehilangan dan amarah semua bercampur jadi satu, membuat kegundahan hatiku makin pedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 285 Episodes
Comments
Ayu Pertiwi
Om Anton ka, maaf ya bnyak salah ketik🙏🙏
2021-04-19
0
Sangdyah Ayu Pranandari
yang nipu siapa sih sebenarnya, om Bram, Anton atau Imran?
2021-04-18
1