"Dok, bagaimana suami saya?" tanya mama begitu melihat dokter Imran, dokter yang biasa merawat papa saat kambuh sakit jantungnya atau sekedar medical cek up bulanan.
"Bapak masih belum sadarkan diri, kondisinya masih belum stabil, bisa dikatakan saat ini bapak dalam kondisi kritis, maafkan saya bu". ucap dokter Imran lirih dengan wajah lelah.
Tangis mama pecah untuk kesekian kalinya, matanya membengkak sedangkan aku hanya bisa meneteskan air mata dalam diam dan ketidak berdayaan ku. Sebagai seorang anak aku merasa gagal disaat seperti ini aku tidak mampu menolong keluarga ku dan hanya bisa berdiam diri.
"kapan papa akan sadarkan diri Om?" tanyaku spontan setelah mendengar penjelasan dokter Imran.
"Om juga tidak tahu kapan papa mu akan sadar dari komanya, karena saat ini harapan terbesar om, papa mu mampu melewati masa kritisnya dan memiliki semangat untuk bangkit dari rasa sakitnya" ujar om á
diikuti hembusan nafas beratnya.
"boleh saya menemani suami saya di ruang ICU?" pinta mama pada om imran. "tentu saja, mendengar suara ibu dan nak Lia mungkin hal itu bisa membangkitkan bapak dari komanya dan keluar dari masa kritisnya.
"walau bapak koma, indra pendengarannya masih berfungsi dengan baik, jadi saya sangat yakin bapak dapat mendengar setiap ucapan kita dialam bawah sadarnya".
tanpa banyak bicara lagi mama begegas masuk ke dalam ruang perawatan ICU, namun dihentikan suster jaga disana. "maaf ibu, sebelum masuk keruang ICU, ibu harus ganti baju dengan baju khusus ruang ICU, karena ruang ICU sangat steril" jelas suster jaga. mama hanya mengangguk. "masuknya gantian ya, satu-satu" ucap sang suster jaga saat aku dan mama hendak menuju ruang ganti, untuk mengenakan baju steril khusus ruang ICU.
"mama masuk lah lebih dulu, Lia tunggu diluar ya ma". ucapku sambil saat keluar dari ruang ganti yang dibalas anggukan kepala oleh mama. aku menuju jendela kaca agar bisa melihat papa dan mama dari luar ruang ICU. ku lihat mama mulai bicara dengan papa.
Di dalam ruang ICU
"mas, bangunlah...aku dan anak-anak membutuhkan mu, jangan biar kan Imran bersenang-senang diatas penderitaan kita mas". "ayo bangun" ucap mama lirih
"aku tahu kamu pasti kuat menghadapi ini semua, kamu adalah pria terhebat yang pernah ada dalam hidupku, kamu satu-satunya pria yang aku harapkan menemaniku menua" "bangun mas, ayo bangun" ucap mama sudah dengan derai air mata sambil mengguncang tubuh papa.
"mas, kasian anak-anak...aku tidak akan mampu mengurus mereka tanpa mu, aku cuma ibu rumah tangga yang terbiasa bergantung hidup dengan suamiku" "apa yang harus kau lakukan mas tanpamu?" "bangun lah mas, ku mohon". pinta mama lirih sambil kepalanya bertopang pada tangan papa.
melihat ini semua hatiku hancur, pria tampan diusianya yang mulai senja, pria yang merupakan cinta pertamaku, pria yang mengajariku tentang ketekunan, kegigihan dan semangat juang tanpa lelah sampai tujuan tergapai ditangan, kini pria itu berbaring tak berdaya di depan ku.Derai air mata tak bisa lagi ku hentikan untuk terus mengalir menyaksikan kepedihan diwajah mama, wanita tegar yang tak pernah menguleuh walau lelah mengurus kami semua.
aku memeluk mama erat saat mama keluar dari ruangan papa. "mama yang kuat ya, kita pasti bisa menghadapi ini semua". bisik ku pada mama. mama mengeratkan pelukannya padaku dan menarik nafas panjang. "masuk lah Lia temui papa, beri dia semangat untuk bangkit dan kuat menghadapi ini semua". "mama nggak sanggup kalau harus kehilangan papa" tangis mama lagi-lagi pecah setelah susah payah ia hentikan. aku hanya mengangguk, kemudian berlalu meninggalkan mama menuju ranjang dimana papa terbaring tak berdaya dengan selang di hampir seluruh tubuhnya.
"pa.." tangisku pecah dan aku tak mampu berkata apapun pada pria yang merupakan cinta pertamaku. aku berusaha keras menghentikan tangisku, "aku harus kuat, agar bisa menguatkan papa, mama dan juga Bimo" batinku, sambil ku usap air mata yang mengalir ke pipiku tanpa kompromi. lalu mulai ku genggam tangan papa berharap papa merasakan kehadiranku.
"pa, Lia tau papa bisa dengar Lia". "papa masih inget nggak, waktu Lia jatoh dari sepeda dan kaki Lia luka-luka kena aspal dan juga tangan Lia berdarah karena kena batu lancip yang ada diaspal. Lia nangis karena perih lukanya, papa bilang "jangan nangis sayang, setiap kamu jatuh memang sakit dan akan terluka, tapi kamu nggak boleh nyerah tetaplah berjuang dan teruslah belajar mengayuh pedal sepeda mu karena suatu saat nanti begitu kamu sudah terbiasa dengan sepeda roda dua mu kamu tidak akan pernah terjatuh lagi, walaupun kamu masih terjatuh terus lah bangkit karena ada papa di sini yang akan meniup dan mengobati luka mu hingga tak lagi terasa perih dan menyakitkan" celotehku sambil senyum mengingat kejadian konyol 12 tahun yang lalu.
"papa ingetkan siapa yang bikin Lia jatuh?". "itu semua gara-gara bule sialan yang tiba-tiba muncul gitu aja dari arah berlawanan tanpa aba-aba yang bikin aku kaget dan akhirnya jatuh dari sepeda, tapi sialnya melihatku tersungkur dan nyungsep dipinggir jalan bukanya menolongku dia malah tertawa terbahak-bahak". "tapi buka Lia namanya kalau tidak membalas perlakuan buruk orang pada Lia, Lia sudah membalasnya dua kali? lipat lebih menyakitkan dari yang Lia rasakan" celotehku sambil tertawa.
"sekarang ayo bangun papa, kita balas perlakuan om Anton pada papa, papa nggak boleh nyerah dan mengaku kalah sama om Anton, seperti pesan papa pada Lia, harus terus bangkit walaupun terjatuh berkali-kali". ucapku memberi semangat sambil menggenggam tangan papa. kemudian keluar dari ruangan karena handphone ku terus bergetar.
begitu keluar dari ruang ICU papa, ku lihat mama sedang bicara serius dengan seorang pria di ujung koridor rumah sakit. "mama bicara dengan siapa? kenapa serius sekali" batinku sambil berjalan mendekati mama.
ternyata om Bram, pengacara papa. Orang yang dari tadi sangat ingin ku ajak bicara tapi tidak diizinkan mama. Dengan semangat aku berjalan mendekati mereka.
"Jadi semua disita oleh bank, termasuk rumah yang kami tinggali saat ini...." belum selesai kalimat mama sudah ku potong karena terkejut mendengar pembicaraan mereka.
"Rumah disita, lalu kami tinggal dimana om?" mereka berdua melihat kearahku saat aku bertanya.
"Lia, sejak kapan kamu disini sayang?" ucap mama sambil menggenggam tanganku.
"jawab om? jelaskan pada Lia apa yang sebenarnya terjadi?" ujarku tanpa memperdulikan pertanyaan mama.
"maafkan om, Lia". "Om juga tidak bisa berbuat apa-apa semua bukti kepemilikan dan pemindahan harta dan kekuasaan sah dimata hukum dan tidak ada cacatnya kecuali bapak Aghata bisa sadar dari koma dan memberi kesaksian bahwa dia dijebak oleh Anton" jika tidak, kasus ini benar-benar tidak ada celah untuk dibawa ke ranah hukum".
"Bank membari kalian waktu maksimal satu bulan untuk mengosongkan rumah". jelas om Bram lagi.
"apa om, satu bulan?". "lalu kami harus tinggal dimana?" tanyaku tak berdaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 285 Episodes
Comments
Jamilah Hidirmanto
lnjt
2024-03-07
0
Duo Zii Journey
idih keren bgt
2021-11-21
0
Ayu Pertiwi
om Anton kak Sangdyah Ayu Pranandari. Maaf ya karena salah ketik bikin bingung,,,maklum kak ngetiknya di sambi ngurus duo z
2021-04-19
0