Vino mengendap-endap, menyibak tumbuhan bonsai yang menghalangi pandangannya. Memperhatikan sekitarnya yang begitu sepi, tidak ada seorang pun, selain dirinya dan gadis yang hanya bisa dilihat dari samping. Dia berjongkok cukup lama di sana. Rembulan malam menampakkan sinarnya menerpa wajah bidadari yang duduk bersila di bangku taman. Gadis itu melantunkan ayat suci Al-Qur'an.
Suaranya yang merdu dan bacaannya yang fasih mampu menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Vino merasakan hatinya begitu sejuk, seperti oase ditengah padang gersang.
Vino mengusap air mata yang menetes di pipi. Dia mengagumi setiap keindahan yang dilihatnya malam ini wajah indah berseri dengan pesona sang bidadari.
Vino memejamkan mata, mendengarkan alunan syahdu yang membuat hatinya gerimis. Vino meraba dada, lalu duduk dengan lunglai bersandar pada tumbuhan yang menghalangi tubuhnya. Sudah bertahun-tahun lamanya perasaan seperti yang tengah dia rasakan menghilang. Malam ini hadir kembali. Mengisi ruang hatinya yang sepi.
Vino menatap langit yang berubah cerah. "Engkau pandai menjadikan aku sebagai boneka-Mu. Skejap Kau agungkan aku, menyuruh setiap orang memujiku, menciptakan tahta yang membuatku terlena, lalu Engkau bantai aku dengan kalimat-Mu. Jika memang Engkau mengabulkan setiap do'aku? Sanggupkah Engkau mengirim hamba yang Engkau tunjukkan kepadaku malam ini sebagai pendamping hidupku?" Vino masih menunjuk langit. Matanya berkabut karna air mata yang terus mengalir.
Entah mengapa tiba-tiba saja terbersit di hatinya untuk mengatakan itu. Dan mulutnya dengan lancar pun mengucapkannya.
"Lihatlah, Engkau permainkan diriku lagi." Vino menoleh ke arah di mana gadis itu tadi berada. Sekarang, tidak ada siapapun di sana. Masih memegang dadanya yang terasa sesak.
Dahulu, dia merasa begitu damai saat masih hidup berdua bersama mamanya saja, tapi itu semua berubah sejak pamannya menikahi sang mama. Dia selalu mendapat tekanan. Keinginannya untuk belajar ilmu agama di pesantren pun pupus. Karena Mareno, tidak memberikan pilihan untuk jalan hidupnya.
"Kau adalah penerus keluarga ini, jadi kau harus mengikuti apa yang sudah menjadi kewajiban dari keluarga. Kalau kau tidak ingin kita semua menjadi gelandangan," tegas Mareno saat itu, dan lagi-lagi Vino hanya menurut. Mareno selalu menuntut Vino dan menjadikan anak itu sebagai investasi masa depan keluarganya.
"Bos, Anda di sini ternyata. Aku mencari Bos kemana-mana!" Arjun berdiri mengulurkan tangannya dan disambut oleh Vino.
"Apa anda baik-baik saja! Kah?" Arjun bertanya lagi setelah Vino berdiri dengan sempurna.
"Ayo, kita pulang."
Sepertinya Vino enggan menjawab. Keduanya berjalan beriringan dalam heningnya malam.
🍃🍃🍃
Afsana POV
Ini adalah hari yang paling menyenangkan bagiku. Aku Afsana telah lulus wisuda dengan gelar S1 didampingi oleh ayahku yang paling aku sayangi. Setelah dari kampus, kami mampir ke rumah pamanku bernama Riki. Om Riki adalah satu-satunya adik kesayangan di keluarga ayah.
Om Riki juga menjabat sebagai dosen dimana aku menimba ilmu. Rumah om ku ini lebih dekat jaraknya dengan kampus. Om Riki sengaja membelinya, setelah menikah dengan Vanka.
Sedangkan aku membutuhkan waktu dua jam dari rumah. Tapi aku tidak masalah, lagian aku cuma butuh tiga hari dalam seminggu berada di kampus. Om Riki pernah menawariku untuk menginap saja di rumahnya. Tapi aku tidak enak hati, aku takut nantinya akan mengganggu privasi mereka. Selain itu, aku tidak tega meninggalkan ayah sendirian di rumah. Walau ada si Rindi anak angkat ayah, tapi aku tetap tidak tega.
Sekarang, aku sudah sampai di rumah om Riki. Kami disambut hangat oleh istrinya, yaitu Levanka Jizzy wanita modis dengan sejuta pesona meski tubuhnya sedikit gempal berisi. Entah kenapa aku lebih suka memanggilnya dengan nama Bimud(bibi muda) ketimbang Vanka, seperti kebanyakan orang.
Kami jarang sekali bertemu, karna kesibukan masing-masing. "Kau lama sekali tidak mampir kemari," dengan ramah Bimud menyambut diriku.
"Maaf! Karena pasti kau tidak melepaskan aku begitu saja, jika mampir kemari." Aku tertawa renyah.
"Di hari pernikahan kami, kau juga datang terlambat dan hari-hari setelahnya, kau pun tidak pernah lagi menampakkan batang hidungmu" omelnya lagi. Aku tahu benar jika Bibi mudaku ini tidak akan pernah melepaskan aku begitu saja.
"Jangan galak-galak, Bimud! Kau tak pantas memainkan peran sebagai nenek sihir." Aku senang sekali membuatnya kesal. Tapi lihatlah, bibi mudaku ini malah tersenyum ke arahku.
"Owh, Rapunzel kau memang pandai menenangkan hatiku." Kan... dia malah memeluk diriku. Dia memang selalu seperti ini. Senang sekali memelukku, katanya dia ingin sekali memiliki adik perempuan, tapi sayangnya kedua adiknya laki-laki. Begitulah cerita yang pernah dia katakan. Dan jujur saja, aku juga penasaran seperti apa seh, adiknya. Secara kami tidak pernah bertemu dengan keluarga besar bibi mudaku ini, walaupun sudah tiga tahun lamanya mereka menikah.
"Walah, Bimudku yang cantik." Dia seketika melotot ke arahku tapi sedetik kemudian tersenyum.
Selang berapa lama kemudian datanglah om Riki.
"Sudah lama di sini, Kang?" Om Riki nampak menenteng dua paper bag berukuran sedang. Dia menyerahkannya kepada Bimud.
"Baru saja, kok," jawab ayah santai.
"Akang, nanti makan malam di sini ya, Kang!" ucap om Riki. Biasanya ayah langsung menjawabnya iya, tapi kali ini, dia diam saja.
"Kang!" Om Riki menepuk bahu ayah. Aku dan Bimud saling melempar senyum.
"Aku ingin berkeliling dengan anakku, pumpung masih ada kesempatan." Aku tidak menyadari jika ini adalah sebuah pertanda terakhir kali aku bersama ayah.
Dan sesuai kehendak ayah, kami tidak makan malam di rumah Om Riki. Kami langsung berkeliling kota. Ayah tidak seperti biasanya, beliau lebih banyak diam. Ayah juga banyak membelikanku hadiah.
"Ini sebagai hadiah untuk kelulusanmu dengan nilai terbaik," katanya sambil menepuk bahuku.
"Ayah beli Al Qur'an untuk saya?" aku sedikit heran, sebab di rumah sudah ada beberapa kitab Al-Qur'an.
"Ini lebih praktis, Nak!" Aku menerima kitab pemberian ayah. Kitab berwarna hitam dengan ukuran simple, memiliki resleting di pinggirnya.
"Bawa kemana saja kamu pergi dan bacalah setiap saat di waktu lapang! Sregepno olehmu nderes! Insya Allah bêrkah dunia akhirat." Ayah mencium keningku. Ini kedua kalinya aku menerima hadiah Al Qur'an dari ayah.
Aku menyimpan Al-Quran terjemah yang di berikan oleh ayahku.
"Jika ayah sudah tidak bisa bersamamu, biarkanlah ayat-ayatnya yang yang akan menasehati dirimu." Aku cukup tersenyum mendengar perkataan ayah.
Sampai kami pada sebuah taman kota. Aku dan ayah pergi ke masjid terlebih dahulu untuk melaksanakan kewajiban. Aku menunggu ayah yang tak kunjung keluar. Aku pun mengetik sesuatu di ponsel, mengatakan kepada ayah, jika aku menunggunya di bangku taman. Aku membuka asal Al Qur'an pemberian ayah, lalu mulai nderes.
Meski aku belum Istiqomah berhijab, namun aku selalu menyimpan satu hijab dalam tas. Sekarang aku kenakan untuk menutup kepalaku saat nderes
Aku membaca beberapa ayat surat Ar-rahman, tiba-tiba aku mendengar seperti suara orang menangis. Aku pun menurunkan kedua kakiku, menatap sekeliling tak ada siapapun, aku hanya melihat ada tumbuhan yang bergoyang di sebelahku. Saat mulai mendekatinya, dari arah berbeda kulihat sosok ayah mendekatiku.
"Nak, mari kita pulang!" Aku hanya mengangguk saja. Aku melirik tumbuhan itu lagi, tetap sama.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
gegechan (ig:@aboutgege_)
Salam dari Arcturus, mari mampir🖤
2023-05-28
1
syafridawati
fallbak di novelku lelakimu juga ya
2021-07-23
1
🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖
Lanjuuut
2021-06-12
0