♥🍂🍁🍂🍂
Suara gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh penjuru ruangan. Vino mengaitkan kancing pada jas yang dia kenakan. Dan dengan gagahnya, dia berjalan tegak ke tempat podium. Ini kedua kalinya bagi Levino atau yang biasa di panggil Vino mendapatkan penghargaan Best CEO of The Year 2020.
"Terima kasih untuk semuanya, untuk keluarga saya, Papa, Mama, untuk para staf dan jajaran Dewan Komisaris dan Dewan Direksi semua karyawan dan semua yang mendukung diriku tak bisa saya sebutkan satu persatu." Vino menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kata katanya.
"Ada yang bilang kesuksesan adalah, saat kau sudah mencapai pada puncak kemenangan." Dia diam sejenak, mengangkat piala penghargaan miliknya sambil memperhatikan raut wajah mereka yang menanti kelanjutan kata kata dari bibirnya.
"Tapi, bagi saya, kesuksesan adalah, saat saya berusaha mencapai tujuan itu sendiri. Dan hasilnya bukanlah sebuah kesuksesan, melainkan bonus dari proses yang kita jalani. Sekian dari saya terima kasih." Vino mengedarkan pandangannya, lalu melambaikan tangan kepada para awak media, setelah itu baru turun dari tempatnya berdiri.
Ucapan terima kasih mengalir deras bagaikan air terjun.
🍁🍁🍁
Vino POV
Aku tidak pernah menyangka, jika malam ini adalah malam kedua kalinya aku mendapatkan penghargaan. Aku pun tidak pernah menginginkan nya.
Dengan dada berdebar aku menerima trofi penghargaan dan memberikan sedikit ucapan terima kasih kepada mereka yang menurutku berjasa.
"Selamat ya, Sayang!" Mama mencium dan memelukku erat setelah aku kembali. Begitu pun yang di lakukan papa.
"Papa, bangga kepadamu, aku berharap, kau tidak puas dengan hanya sampai di sini." Dialah papa dan juga guruku yang penuh dengan ambisi. Sebenarnya, aku tidak begitu suka dengan caranya, tapi bagaimana lagi. Aku tidak punya pilihan untuk menolak kehendaknya. Kadang aku merasa seperti boneka hidup baginya.
"Kamu adalah penerus dari usaha keluarga, kita. Jika kamu tidak sungguh-sungguh, maka akan hancur apa yang sudah dibangun dengan susah payah oleh kakek dan nenekmu," begitulah kata yang selalu di lontarkan oleh papa. Kadang aku merasa bosan dengan keadaan ini. Aku selalu di tuntut untuk bekerja dan bekerja tanpa mereka memperdulikan apa yang sebenarnya, aku mau.
Acara pun selesai. Teman teman seprofesi dan rekan bisnisku yang lain mengajakku ke tempat hiburan untuk merayakan hari yang membahagiakan ini.
"Bahagia?" Itulah kata mereka yang ucapkan. Mereka tidak tahu, jika ini adalah awal dari sebuah titik jenuh dalam hidupku. Aku menginginkan kebebasan bukan beban pikiran yang setiap waktu melanda hari hariku.
Mereka sudah mempersiapkan segalanya, minuman dan juga wanita malam. "Selamat Tuan! Atas penghargaan yang Anda terima tahun ini," masih saja mereka mengatakan ucapan selamat kepadaku.
"Aku sudah menduga sebelumnya, tuan. Pastilah anda pemenangnya nanti. Anda memang luar biasa." Aku tersenyum mendengar ucapan ucapan yang mereka lontarkan. Aku tahu betul, jika sebagian dari mereka mengatakannya hanya sebagai formalitas. Selebihnya hanya penjilat.
"Levino Jizzy." Seseorang menepuk pundakku. Dari suaranya aku tahu betul siapa dia. Aku menatap tajam pada tangannya yang berada di pundakku. Dia mengangkat kedua tangannya kemudian mengulurkan tangan kanannya kepadaku.
"Selamat, tuan Levino Jizzy." Dia selalu dengan gaya angkuhnya dan dia tidak pernah absen menatap sinis kepadaku. Keren sekali, cuma dialah musuh yang secara terang terangan selalu mengibarkan bendera peperangan kepadaku. Padahal dulunya kita adalah teman.
"Tuan Levino yang terhormat mengapa anda diam saja?, minumlah, kita rayakan malam yang mengesankan ini dengan bersenang-senang." Dia menyodorkan sebuah gelas kepadaku setelah dia mengambilnya dari seorang waiters yang melewati, kami.
"Terima kasih, berarti secara tidak langsung dirimu mengakui kekalahanmu, bukan?" aku mengambil gelas di tangannya. Lalu menyicip minuman itu sedikit, sambil ku lirik raut wajahnya yang berubah merah.
"Kau jangan merasa puas dahulu, aku pastikan ini terakhir kalinya bagimu." Telunjuknya tepat berada di dadaku. Aku semakin melebarkan bibirku. Aku bahkan lebih menginginkan piala untuk kesuksesanku kali ini, bisa membuatnya naik darah.
"Aku menunggu dengan sabar di mana saat itu akan tiba." Gantian aku merangkul bahunya dengan tetap tersenyum.
"Permisi," ucapnya. Lalu dia pergi dan menghilang di antara kerumunan. Sedangkan aku memilih melempar tubuhku ke sofa, Arjun dengan setia mengikutiku tanpa bergeming. Arjun paling tidak suka dengan tempat yang seperti ini. Wajahnya selalu datar saja, bahkan aku kadang tidak mengerti mengapa ada orang yang menghindari kenikmatan.
Semua larut dalam dentuman musik yang membuatku semakin melayang. Beberapa wanita malam datang menggoda diriku. Dan seperti biasa, Arjun yang setia kepadaku menjauhkan mereka dariku.
"Jauhkan tubuhmu dari, Bos kami." Aku mendengar gertakan Arjun, dia memang teman sekaligus tangan kanan yang baik. Dia selalu menjagaku dari hal hal buruk. Tapi entah mengapa, malam ini dia membiarkan aku meneguk minuman. Biasanya dia memperingati, aku agar tidak menyentuhnya. Aku sudah menghabiskan satu botol, tubuhku terasa ringan saja, seringan otakku saat ini, aku tidak bisa memikirkan apapun lagi.
"Arjun, kita pulang!" titahku. Aku menatap sinis kepada lima wanita yang sudah berjajar di hadapanku, entah sejak kapan mereka berada di sana, aku tidak memperhatikan. Aku bahkan semakin muak saja melihat pakaian mereka mengingatkan aku kepada salah satu mantanku yaitu Sima.
Aku sangat mengingat kejadian enam bulan lalu dengan Sima, gadis yang ku pilih untuk menemani sisa hidupku, ternyata berani berselingkuh di belakangku. Sakit rasanya! Pantas saja dia selalu menggodaku untuk melakukan hubungan terlarang itu, ketika kami masih bersama. Parahnya lagi, aku hampir terjerumus jebakan mautnya. Aku bersyukur, sebab Tuhan masih menjagaku dengan mengirimkan makhluk bernama Arjun. Dia mengetuk pintu kamar di mana aku dan Sima berada saat itu.
Aku semakin pusing jika mengingat kenangan kenangan bersama Sima. Hingga aku menghela nafas dalam-dalam untuk menetralisir.
"Apakah, anda baik baik saja, Bos?" Arjun menanyakan keadaan ku, apakah dia tahu jika hatiku sedang resah? Entahlah. Kadang aku merasa dia memiliki indera keenam sehingga bisa menebak apa yang aku rasakan, bahkan tanpa aku bicara dia sudah bisa mengerti.
"Kita berhenti di taman itu!" Kulihat dia hanya mengangguk tanpa ingin bersuara. Mobil berhenti dan aku dengan sedikit enggan turun dari mobil. Tapi akhirnya aku turun juga.
"Boss!" Arjun Memegang lenganku. Aku membiarkannya, sampai di sebuah bangku taman aku di dudukkan di sana.
"Tinggalkan, aku sebentar!" ucapku lagi.
"Baik, tuan." Dia patuh sekali. Aku melihat langit yang sedikit mendung. "Hai, Kau melukiskan suasana hatiku di langit ya." Aku menunjuk langit berharap Tuhan mendengar gumaman ku.
Suasana begitu hening dan sunyi, hingga samar samar aku mendengar ada suara tidak jauh dari tempatku berada. Aku mencari sumber suara itu, dan berjalan dengan susah payah, sepertinya tubuhku sudah di kuasai minuman laknat itu.
Sejenak aku termenung, tanpa sadar aku menangis, suara itu meluluh lantakkan isi di hatiku.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
gegechan (ig:@aboutgege_)
Semangatt kakkk
2023-05-28
1
auliasiamatir
bagus ceritanya bikin aku penasaran..
2021-12-06
1
🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖
Weeee
2021-06-12
0