(**Pov Kirana**)
Aku terdiam menatap plavon putih dengan lampu yang menyilaukan, aku tidak bisa merasakan tubuh ku sama sekali, aku ingin menggerakkannya, tapi aku tidak punya cukup tenaga untuk itu, jadi aku hanya menggerakkan jari-jariku saja, tiba-tiba sekelibat ingatan menyakitkan pun menghantui.
Aku mendengar dokter dan para suster mengucap syukur karena aku sudah siuman dari koma, apalagi ibu dan ayah, mereka sampai sujud syukur atas kesadaran ku, mereka tidak henti mengucap syukur sampai meneteskan airmata kebahagiaan, dan ternyata aku sudah terbaring hampir 2 bulan lamanya dirumah sakit dengan berbagai alat terpasang ditubuhku..ah rasanya ngilu sekali.
Ketika tersadar, aku merasakan daerah wajahku panas dan sakit sekali, ketika aku meraba ternyata wajah ku sebelah kanan diperban, aku pun meminta cermin kepada ibu, walau ibu tidak mengizinkan ku melihat cermin, aku tetap memaksa.
Dunia terasa runtuh ketika melihat keadaan ku sendiri di cermin, penampilan ku sangat mengerikan, dengan rambut yang telah dipangkas pendek karena keperluan operasi, aku menjerit dan meronta ketika ku dapati keadaan ku, dan aku menjadi depresi dan takut bertemu dengan siapapun kecuali orang tua ku.
Tapi teman-teman ku malah datang tanpa persetujuan terlebih dahulu, memang niat wali kelas dan teman-temanku baik, akan tetapi aku yang tidak ingin bertemu mereka, dan juga mendapati mereka menatap kepadaku dengan iba dan kasian yang membuat ku semakin frustasi. Aku tidak butuh dikasihani, akupun emosi dan mengusir mereka semua.
Lain halnya dengan Indra, walau aku sudah bersikap kasar padanya, dia akan tetap datang menjenguk dan mengunjungi ku, mau itu sepulang sekolah atau dihari libur. Karena rajinnya Indra kerumah sakit membuat ibu dan ayah mengenal orang tuanya Indra, orang tua ku sangat bersyukur Indra tetap masih mau menjengukku walau selalu dapat perlakuan kasar dariku.
Lambat laun akupun melunak dan berpikir, apa ini yang namanya sahabat, orang yang selalu ada didekatmu dalam keadaan suka dan duka, dan takkan meninggalkan mu walau kamu dalam keadaan sulit sekalipun.
Apalagi setelah aku tau ternyata selama aku koma, Indra juga selalu datang menjengukku
bersama orang tuanya.
Sama seperti sekarang, padahal kemarin aku baru mengusirnya, sekarang dia sudah duduk manis didepan ku sambil mengupas jeruk, dia tetap tersenyum dengan wajah manis dan cerianya seolah ia memberi energi positif kepadaku bahwa 'aku akan baik-baik saja', walau dia Terkadang akan memandang ku dengan sendu dan mata berkaca-kaca ketika melihat ku meringis kesakitan. Terkadang aku terpaksa tersenyum agar ia tak khawatir. dan aku tak menyangka, permusuhan kami disekolah malah berubah menjadi persahabatan yang semakin hari semakin erat.
^^^(Pov end)^^^
...****************...
Hampir dua minggu Kirana dirawat dirumah sakit, setelah ia sadar dari koma, ia akhirnya dibolehkan pulang oleh dokternya, walaupun harus duduk dikursi roda dan juga harus bolak balik rumah sakit untuk kontrol dan pemeriksaan, ayah Kirana menghabiskan banyak biaya untuk kesembuhan Kirana, apalagi ia ingin anaknya bisa berjalan kembali.
Dan pagi ini, Kirana sungguh bosan dirumah, ia ingin kembali bersekolah jadi ia merayu ibunya untuk mengantar kesekolah walau harus menggunakan kursi roda.
"Buuu.... Ran mohon antar Ran kesekolah, Ran bosan dirumah lagian Ran gak mau ketinggalan pelajaran terus, udah hampir tiga bulan lo bu, nanti nilai Ran turun drastis" rengek Ran pada Rita yang masih fokus memasak.
"Gak usah sekolah dulu sayang, kaki Ran belum sembuh total dan masih butuh Fisioterapi, nanti siapa yang bakalan jagain Ran disekolah?" tanya Rita dengan wajah bimbang
Entah sejak kapan Indra datang dan menyela
"Tenang aja tante, biarin Ran kesekolah, nanti biar Indra yang jagain, lagian Ran juga punya teman baik disekolah selain Indra, pasti mereka bakalan jagain Ran, kan tante juga kenal sama Dinda" ucap Indra meyakinkan
"Loh, sejak kapan lu disini?" tanya Kirana heran sambil mengerjap matanya gak percaya tiba-tiba Indra nongol
"Iya nih, kapan Indra sampai nak? Sama siapa?" Rita juga bertanya dengan mimik wajah kebingungan
"Hehehehe.... Indra di antar mang Drajat tan, tapi Indra minta mang Drajat mampir kesini dulu mau lihat keadaan Ran. Eh..gak sengaja dengar Ran mau kesekolah, pas banget berangkat bareng Indra aja" jelasnya panjang lebar
"Ya Allah, ini masih pagi sekali loh Ndra, Indra udah sarapan?" tanya Rita
"Udah tadi tan" jawabnya singkat
"Jangan bohong deh lu, kalau belum sarapan ayuk sama-sama" ajak Kirana disambut gelengan sama Indra
"Gak usah malu Ndra, kebetulan ibu masak ayam goreng tepung pagi ni, makanan kesukaan Indra, sengaja ibu buat, rencana tadi mau nitipin ayah kasihin buat Indra. Eh, Indra udah kesini" ujar Rita. Kirana hanya melongo, segitu dekat dan perhatiankah ibunya terhadap Indra sampai tau makanan kesukaan Indra dan repot-repot memasak untuk Indra.
Melihat anak gadisnya bingung, Rita kembali berbicara "Ibu tau dari mamanya Indra, kan waktu kamu koma Indra dan orang tuanya sering datang menjenguk, disitu mamanya Indra sering bawa bekal makan siang tuk Indra ayam goreng tepung. Jadi ibu tau kesukaan Indra" jelas Rita panjang lebar Indra hanya tersenyum
"Ya udah tan dibuat bekal aja, soalnya Indra beneran udah sarapan, nanti biar disekolah aja Indra makan sama Ran" ujar Indra kepada Rita
"Aduh Indra ni, masih aja panggil tante, kan udah ibu bilang, panggil ibu aja, Indra udah ibu anggap kayak anak sendiri, Indra udah seperti kakak Ran bagi ibu, yang selalu bisa di andalkan" penuturan tulus Rita begitu menyentuh hati Ran, Indra pun tersenyum tulus menanggapi perkataan bu Rita, ada rasa hangat yang mengalir dirongga dada remaja itu ketika ia berinteraksi dengan wanita seusia mamanya itu.
Setelah pamitan sama bu Rita, mereka pun berangkat kesekolah sama-sama, Rita kelihatan senang sekali, ia jadi tidak terlalu khawatir lagi.
...****************...
Sesampai disekolah Indra bersusah payah membantu Kirana duduk di kursi rodanya. Selagi mendorong Kirana menuju kelas mereka berbicara dan sesekali bercanda, akan tetapi diperjalanan banyak anak murid yang menatap Kirana dengan iba, dan rasa kasian, Kirana sangat benci itu, membuat ia mengusap dadanya yang terasa nyeri, Indra menyadari ketidaknyamanan sahabatnya hingga ia menyentuh pundak Kirana menguatkan.
"Hey...lu tenang aja, ada gue yang selalu disamping lu" ucap Indra melempar senyum
"Thanks Ndra, selalu berada disisi gue selama ini" jawab Kirana membalas senyuman Indra
Ketika masuk kelas, Kirana disambut hangat oleh salah satu sahabatnya yaitu Dinda, sebenarnya mereka berempat, termasuk dua orang yang pernah menjenguk Kirana dirumah sakit, tapi sifat mereka berbeda dari Dinda, Dinda memang anak yang baik, humble dan ramah sama siapa saja, dan dia termasuk anak yang perhatian dan penyayang, dan Kirana pun paling dekat dengan Dinda dibandingkan dengan dua temannya yang lain.
Pada saat Kirana koma, Dinda juga sering datang kerumah sakit bersama Indra, tapi setelah Kirana siuman Dinda berada diluar daerah, salah satu adik maminya meninggal karena kecelakaan, Kirana bisa memaklumi itu, karena Indra sempat menyampaikan kabar nya kepada Kirana, apalagi melihat sikap tulus Dinda yang terus menerus meminta maaf karena tidak bisa menemani ia ketika ia dalam keadaan susah.
Akan tetapi sikap Dinda berbeda dengan dua teman baiknya lain, mereka berdua bahkan tidak menyapa dan seakan menjauhi Kirana, namun Kirana masih terus berpikiran positif, hingga Kirana mengetahui hal yang sangat menyakitkan untuknya.
"Din, kamu kenapa sih minta maaf sampe segitunya sama Kirana, malu-maluin banget tau" ucap Luna, yang selama ini menjadi salah satu sahabat Kirana
"Loh, malu-maluin kenapa, memangnya sikap aku salah?" tanya Dinda heran, dia berpikir gak ada yang salah dengan sikapnya, kenapa Luna merasa malu
"Kamu tuh, minta maaf sampe berkali-kali gitu sama Ran, terus sok-sok an perhatian lagi sama Ran, bukannya itu malu-maluin kayak gak ada harga diri" ujarnya angkuh
"Aku minta maaf sama Ran karena memang aku gak sempat jenguk, terus aku juga gak sok-sokan perhatian sama Ran, aku begitu karena aku khawatir sama keadaan Ran, memangnya kalian gak khawatir sama sekali sama Ran?" tanya Dinda penuh kecurigaan
"Ngapain...aku gak khawatir sama sekali, cewek sok kecakepan dan sok cantik kayak dia memang pantas jadi cacat.." ucap Luna sambil tertawa yang membuat Dinda terkejut, mereka lupa kalau saat ini mereka didalam toilet umum milik sekolah yang siapa saja bisa mendengar pembicaraan mereka termasuk Kirana. Dan ya... Kirana saat ini mendengar pembicaraan mereka dari salah satu kamar mandi di ruangan tersebut, sedangkan mereka tepat berada di wastafel luar.
"Gila kamu Lun, gak nyangka aku kamu bisa sepicik ini, dan berpikiran sempit seperti itu, jadi selama ini kamu tidak sungguh-sungguh sahabatan sama Ran? Apa motif kamu selama ini bersikap baik sama Ran?" Ujar Dinda sambil menatap tajam kepada kedua temannya Luna dan Rena
"Aku cuma manfaatin Ran aja, ada yang traktir makan, kemana-mana diperhatiin cowok-cowok, bisa nyontek PR, secara dia pinter gitu" jelas Luna tanpa dosa. Mendengarnya Kirana terdiam seribu bahasa tak percaya, bahwa orang yang selama ini dianggap teman baik bisa menusuk ia dari belakang
"Iya, aku juga gitu, lagian dari dulu cowok-cowok selalu dekat dan cari perhatian sama Ran, sama kita malah gak, terus sekarang dia gak berguna lagi, toh dia sekarang cacat, satu yang pasti cowok-cowok pasti gak bakalan suka lagi sama dia, kami juga bakalan malu kalau jalan sama anak cacat kayak dia" ujar Rena. Kirana tersentak kaget, airmatanya telah mengalir sedari tadi, dan sebisa mungkin membekap mulutnya agar mereka tidak mendengar isak tangisnya.
Sebegitu rendahkah harga dirinya dihadapan sahabat-sahabatnya yang selama ini mereka selalu menghabiskan waktu bersama, ia terus memegang dadanya yang terasa nyeri dan sesak karena telah di khianati.
Tak lama berselang ia mendengar suara tamparan dari luar yang membuat ia kaget dan kembali memasang telinga
Plaaaak......
"Gilaaa....kaliaan berdua memang gilaa....pikiran kalian masih waras gak? Dimana letak otak kalian? Kalian benar-benar gak punya hati, aku gak nyangka kalian berdua serendah itu" bentak Dinda sangat marah, karena refleks menampar Rena, Luna pun marah, hingga terjadinya adu mulut serta aksi jambak-jambakkan antara mereka berdua, Rena juga membantu Luna hingga Dinda kewalahan menghadapi mereka berdua.
Kirana yang sedari tadi masih berada di kamar mandi pun susah payah keluar mendorong kursi roda dengan tangannya, karena melihat Kirana yang tiba-tiba keluar dari salah satu bilik kamar mandi mereka menghentikan pertengkaran mereka dan terdiam.
Dinda yang melihat kirana pun langsung panik dan menghampiri Kirana, menanyakan kepadanya sejak kapan ia berada dikamar mandi, Kirana pun menjawab bahwa ia mendengar semuanya, mengetahui Kirana sudah mendengar ucapan mereka, Rena dan Luna mendengus kesal dan berlalu pergi begitu saja tanpa peduli apalagi mengucapkan maaf.
"Ran, kamu gak apa-apa?" tanya Dinda ketika mereka berniat menuju kantin, mendengar pertanyaan Dinda, Kirana tidak bisa lagi memendam airmatanya, iapun menangis. Melihat sahabatnya menangis Dinda pun berinisiatif ketempat yang lebih sunyi dan menenangkan, ia pun menuju ketaman.
Indra yang sedari tadi mencari Kirana ingin mengajak makan siang melihat mereka yang sedang duduk ditaman, Indra bermaksud menghampiri mereka, tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar isak tangis Kirana dan Dinda.
"Maafin Luna dan Rena Ran, mungkin mereka gak bermaksud bicara begitu" ucap Dinda masih dengan airmata berlinang dan mengusap punggung gadis yang sedang sedih dan sakit hati itu.
"Kamu masih membela mereka Din, setelah penghinaan yang mereka lontarkan untukku? Mereka udah keterlaluan banget tau gak" ucap Kirana dengan suara bergetar dan airmata yang sudah menganak sungai
"aku tau Ran, mereka memang sudah keterlaluan dan omongan mereka sungguh sangat menyakitkan, bahkan aku sangat marah mendengarnya, tapi kamu gak perlu memikirkan hal-hal yang membuat kamu makin sakit, kamu perlu menjaga kesehatan kamu Ran" ujar Dinda mengingatkan Kirana, karena ia takut Kirana malah stress mendengar hal yang sangat menyakitkan ini.
"Aku memang lagi sakit Din, seperti yang mereka bilang, aku cacat sekarang ini, dan aku sudah membuat orang tua ku susah dan merepotkan mereka" ucapnya dengan berlinang airmata,
"tapi aku gak menyangka sama sekali, mereka akan sekejam itu menghinaku, ternyata selama ini hubungan persahabatan kita yang baik-baik saja hanyalah topeng semuanya, semuanya hanyalah kepalsuan" sambungnya lagi, tangis Kirana pecah Dinda pun memeluknya erat hanya dia yang tau bagaimana sakitnya perasaan Kirana saat ini.
"Ran, kamu harus sabar, harus kuat, sekarang kamu tau bahwa gak semua orang bisa berbagi rasa sakit dengan kita, tapi satu yang harus kamu tau, bahwa rasa persahabatan ku bukan kepalsuan, apa jangan-jangan kamu berpikir aku juga penuh kepalsuan?" tanya Dinda dengan mata sendu, membuat Kirana mulai bingung dan ragu.
"Ntah lah Din, aku bingung bagaimana harus menilai orang sekarang, aku udah banyak banget bikin orang susah, kayak kamu, Indra, ibu dan ayah. Bahkan ibu sama ayah harus rela kehilangan banyak uang untuk pengobatan ku" ujar Kirana lemah
"Ya Allah Ran, jangan berpikiran begitu, kamu gak buat kita susah, kamu udah aku anggap saudara kandungku, kamu lupa kalau kita udah dekat dari Sekolah Dasar, lagian ibu sama ayah menghabiskan uang tuk kesembuhan kamu juga" jelas Dinda menyemangati dan meyakinkannya
"Iya aku juga tau itu, hanya saja aku kasihan sama ibu dan ayah, mereka banyak mengeluarkan biaya untuk pengobatan ku, tadi malam aku juga gak sengaja mendengar mereka berbicara rencana menjual perusahaan atau rumah untuk biaya operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang, belum lagi mencari pendonor yang cocok dengan ku, itu sudah pasti juga mahal bayarannya, itu semua hanya demi aku bisa berjalan dengan normal lagi, biaya Fisioterapinya lagi, membuat ku benar-benar frustasi" jelas Kirana panjang lebar menceritakan semua yang mengganjal dihatinya, tanpa sepengetahuan Kirana Indra mendengar semua apa yang sedang ia bicarakan dengan Dinda.
"Jadi, kamu perlu operasi lagi Ran?" tanya Dinda cemas,
"Iya, dan itu harus dilakukan secepatnya, kalau tidak aku gak bakalan bisa berjalan lagi, tapi lebih baik aku tidak bisa berjalan lagi daripada harus menyusahkan ibu dan ayah, daripada harus melihat ayah kehilangan perusahaan yang dari nol dirintis ataupun rumah yang penuh kenangan rumah tangga mereka." ucap Kirana menatap Dinda, yang disambut pelukan erat dari Dinda, mereka pun menangis bersama,
Indra yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka berdua pun beranjak pergi, begitupun Kirana dan Dinda, mereka juga memutuskan masuk kekelas setelah lelah menangis dan mencurahkan isi hati.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Your name
Di chap ini aku di buat kesal sama dua teman Kirana, mereka bersahabat hanya karena maksud tertentu.
Di kala Kirana terpuruk pun mereka pergi begitu saja.
2021-11-16
2
RN
lima like rate favorite hadir feedback totok pembangkit saling dukung kk
2021-06-28
0
SyaSyi
hai k aku mampir y.. nyicil like dl y. aku jadikan favorite karyamu
2021-06-04
1