Bab 4

Seperti biasa Meira berangkat menuju kampusnya dengan menggunakan sebuah bus. Walau dari kalangan berada, namun Meira lebih nyaman untuk hidup sederhana. 20 menit berlalu akhirnya Meira sampai di kampus, kedatangannya di sambut oleh Ayumi yang tak lain adalah sahabat Meira satu-satunya yang ia miliki sejak mereka masih duduk di bangku SMA. 

"Mata kamu kenapa Ra? Apa semalam kamu tidak tidur?" Tanya Ayumi yang melihat lingkaran mata Meira sedikit gelap.

"Ya begitulah, gara-gara mimpi aneh itu aku jadi gak bisa tidur lagi." Jawab Meira sambil menundukkan kepalanya yang masih begitu ngantuk. 

"Mimpi apa sampai membuat kamu gak bisa tidur?" Tanya Ayumi kembali. 

"Entahlah aku gak mau membahasnya, tolong absenkan aku ya." 

"Mau kemana?"

"Aku mau tidur sebentar di ruang seni."

"Ahh .. baiklah perlu ku antar?" 

"Gak perlu, aku pergi sendiri." Saut Meira sambil berjalan ke arah ruang seni dan meninggalkan ayumi.

Sesampainya di ruang musik, Meira duduk di sebuah kursi dan menaruh kepalanya di sebuah meja yang hanya beralaskan tangannya sendiri, tak lama kemudian mata gadis itu pun mulai terpejam. Tanpa ia ketahui Devan yang salah satu mahasiswa dan satu kelas dengan Meira masuk ke dalam ruang seni, ia duduk di sebelah gadis yang di sukainya sambil menatap wajah cantiknya yang terlihat lebih imut ketika ia tertidur. 

*

"Kalian... Untuk apalagi kalian datang kesini?" Ucap Meira sambil berjalan mundur dan ketakutan.

"Tentu saja untuk membawa nona pergi." Ucap pria dengan berpakaian rapi dan berjas hitam.

"Sudah ku bilang aku gak mau pergi, kenapa masih bersikeras untuk membawa ku pergi?" Ucap Meira. 

"Karena rumah ini beserta perusahaan telah menjadi milik tuan kami, dan dia ingin nona pindah ke rumah nya kalau nona tidak mau menuruti kemauan tuan muda, silahkan nona pergi dan hidup menjadi gelandangan." Pungkas pria itu.

"Tidaaakkkkk....!!!" Teriak Meira dengan mata yang masih terpejam. 

"Hei . . Ra kamu kenapa?" Tanya Devan yang berada di sebelah nya. 

Gadis itu membuka matanya dan menghela nafas yang terasa begitu sesak di dadanya. "Aish. . . Kenapa mimpi itu lagi? Apa arti dari semua ini?" Gumam Meira yang terlihat panik dan sedikit berkeringat.

"Apa kamu mimpi buruk?" Tanya seorang pria yang berada di sebelahnya.

Ia hanya mengangguk menjawab pertanyaan Devan, ia bergegas pergi menuju toilet dan mengabaikan pria yang selalu mencoba mendekatinya itu. Sesampainya di toilet Meira mencuci muka nya di sebuah wastafel sambil menatap wajah nya dalam sebuah cermin. "Mimpi yang sungguh melelahkan." Gumam Meira.

Selesai mencuci mukanya, meira segera pergi meninggalkan toilet. Saat sedang berjalan sendiri tiba-tiba ponsel Meira berdering, ia segera mengambil ponselnya yang di simpan didalam tasnya. Ia melihat layar ponselnya yang masih berdering dan ternyata itu adalah panggilan dari asisten papa nya. 

"Iya om ada apa?" Tanya gadis itu ketika menerima telponnya. 

"Tuan Erland masuk rumah sakit non, sekarang dia dalam pemeriksaan dokter." Ucap sekretaris Bai yang selaku asisten Erland.. 

"Apa? Kenapa papa bisa masuk rumah sakit? Apa yang terjadi?" Tanya Meira yang kaget dan panik.

"Sebaiknya nona segera kesini." Ucap sekretaris Bai.

Tanpa merespon lagi ucapan sekretaris Bai, Meira segera berlari meninggalkan kampus dan menghentikan sebuah taksi. Ia masuk ke dalam taksi tersebut dan segera menyuruh sopir taksi untuk melaju ke rumah sakit tempat papanya di rawat. Tak lama kemudian Meira pun sampai di rumah sakit, ia berlari dan menemui sekretaris Bai yang sedang menunggunya. 

"Dimana papa? Gimana keadaannya?" Tanya putri tunggal Erland yang berguru mencemaskan nya.

"Tuan ada di dalam, dokter bilang beliau menderita sakit jantung selama ini dan kondisinya sekarang menurun." Ucap sekretaris Bai.

"Apa? sakit jantung? Tapi selama ini papa terlihat baik-baik aja." 

"Itu lah hebat nya tuan Erland, dia pintar menyembunyikan semuanya dan seolah-olah dia dalam keadaan baik-baik aja." Saut sekretaris Bai. 

Meira langsung masuk ke ruangan papanya dengan langkah yang begitu lemas dan tetesan air mata yang mengalir di pipinya. "kenapa papa menyembunyikan semuanya dari Meira? Kenapa harus papa yang merasakan semua ini?" Ucap Meira sambil menggenggam kedua tangan papanya.

"Jangan menangis, papa baik-baik aja, dan sekarang sudah waktunya kamu mengambil alih semuanya." Ucap Erland.

"Meira akan lakukan yang terbaik buat papa, istirahat lah papa harus sembuh." Ucap gadis itu dengan mata yang sembab. 

Erland hanya mengangguk dan tersenyum pada putri tunggalnya itu. Ia percaya kalau Meira bisa menjalankan semuanya. Kini Meira harus membagi waktu antara kuliah, mengurus tugas perusahaan dan merawat papanya. Ingin rasanya Meira menghubungi Yoona namun hal itu tidak bisa ia lakukan karena sakit hati nya yang masih mendalam mengingat perlakuannya di masa lalu. 

*

Beberapa hari berlalu, Erland yang masih di rawat di rumah sakit kondisinya masih sama dan belum ada perubahan sama sekali, Sementara Meira setelah selesai di kampusnya ia harus ke perusahaan untuk mengecek semuanya yang selalu di bantu oleh sekretaris Bai. Perlahan ia mulai memahami dan mulai menjalankan semuanya, mulai dari mengurus karyawan dan bekerjasama dengan klien. 

"Aku gak boleh mengecewakan papa, kamu pasti bisa Meira ayo semangat!!" Ucap Meira menyemangati dirinya sendiri.

***

Bersambung. . 

Terpopuler

Comments

Wina Ningsih

Wina Ningsih

kamu wanita tangguh maira, kamu pasti bisa...

2021-04-02

3

Mbah Edhok

Mbah Edhok

semagat meira... jangan patah...👌👍😃

2021-03-20

2

safik🆘𝕱𝖘 ᶯᵗ⃝🐍

safik🆘𝕱𝖘 ᶯᵗ⃝🐍

semangat miera

2021-03-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!