Satu minggu yang lalu ....
Dimas adalah seorang polisi lalulintas yang tegas dan tidak pernah pandang bulu dalam urusan pekerjaan. Hari itu Dimas, diberikan jadwal untuk memantau pengendara di jalan X, di sana masih sering dijumpai para pelanggar rambu-rambu lalulintas dan juga pelanggaran lainnya.
Naura yang masih stay di rumah saja dalam artian belum bisa kembali bekerja karena masih lockdown, ia menghabiskan masa-masa lockdown itu dengan membantu Ranti menjadi jasa pesan-antar makanan. Seperti hari itu Naura yang sedang tidur siang, tiba-tiba dibangunkan Ranti untuk mengantarkan pesanan catering pelanggan setianya.
"Ra, tolong anterin pesanan Bu Ria, sekarang!" ucap Ibu begitu Naura sudah sepenuhnya terbangun.
"Bukannya dia pesannya untuk sore, baru juga mau dzuhur kenapa udah minta dianterin?"
"Entahlah, Mamah juga gak tahu. Mending kamu cepet anter saja, di rumah juga malah tidur mulu!" perintah Ranti kepada Naura yang sudah tidur lagi sejak pukul sepuluh tadi.
"Selain tidur mau ngapain lagi? 'Kan stay di rumah aja. Beres-beres udah, bantuin Mamah juga udah, semua juga udah. Jadi mending bobo cantik lagi, sebelum ada perintah lagi dari ibu negara!" kilah Naura sambil membawa kresek berisi sepuluh box nasi kotak yang dipesan Bu Ria. "Udah ini aja, Mah?" tanya Naura sebelum berangkat.
"Udah cuma sepuluh saja untuk hari ini, Bu Ria minta sebelum dhuzur pesanannya sudah sampai," jawab Ibu dari dapur yang sedang membersihkan peralatan masak yang habis digunakannya.
"Orkeslah kalau berdangdut ... Ara berangkat ya, Mah! Assalamualaikum!"
Setelah memastikan pesanan pelanggan Ranti, Naura pergi mengantarkan nasi kotak tersebut. Rumah Bu Ria berada di komplek perumahan elit dan untuk sampai ke sana Naura harus melewati jalan X dan itu merupakan jalan satu-satunya untuk sampai ke alamat Bu Ria.
Masih jam sebelas lewat dikit, alon-alon aja yang penting sampai dengan selamat.
Naura mengendarai sepeda motor hanya dengan kecepatan 20km/jam. Sambil mendengarkan musik dari earphone yang terpasang ditelinganya, Naura bersenandung ria menyusuri jalanan yang cukup ramai tersebut. Tanpa berpikir, ada sesuatu yang ia lupakan.
Sampai Naura tiba dipertigaan lampu merah jalan X, ketika seorang polisi menghampiri dan menyuruhnya menepi. Ia baru tersadar dengan apa yang telah ia lupakan.
"Selamat siang, Bu! Bisa menepi dulu, Ibu telah melanggar peraturan berkendara," ucap polisi itu ketika Naura sedang menunggu lampu hijau menyala.
"Maaf, Pak, melanggar apa? Aku 'kan tidak menerobos lampu merah," tanya Naura yang tidak merasa melakukan pelanggaran.
"Helm anda mana? Anda tidak menggunakan helm itu telah melanggar kelengkapan berkendara. Anda juga memakai earphone, itu tidak dibenarkan dalam menjalankan kendaraan bermotor."
"Helm?" Naura memegang kepalanya sendiri, benar saja tidak memakai helm.
Mati, aku! pikir Naura dan dengan terpaksa Naura menepi.
"Dim, ayolah masa mamahmu sendiri kamu tilang! Malu dong Mamah sama teman-teman mamah," rengek seorang wanita yang motornya terparkir bersebelahan dengan Naura.
Apa dia Ibu polisi ini? Di tilang juga? Naura menerka-nerka hubungan antara polisi tersebut dengan pengendara disebelahnya.
"Maaf, Bu! Ini sudah tugas saya," ucap Dimas dengam formal.
"Ayolah, Dim! Jangan seperti itu. Apa mau kamu mamah coret dari daftar KK sekalian?" Ana mulai mengeluarkan jurus terakhir, mengancam si polisi yang bernotaben sebagai anak kandungnya.
"Di rumah aku anak mamah, di sini aku itu polisi yang sedang bertugas. Gak ada sangkut pautnya dengan dicoret dari KK," ucap Dimas pelan, yang selalu diancam Ana dengan dicoret dari daftar KK.
Takut juga dia dipecat jadi anak. Naura senyam-senyum sendiri, kala mendengar percakapan ibu dan anak tersebut.
"Maaf,Bu, Dia beneran anaknya, ya?" tanya Naura kepada Ana begitu Dimas meninggalkan mereka berdua.
"Ya, begitulah. Tapi sama sekali tidak membantu. Malah ibunya sendiri dia tilang," rutuk Ana, kesal kepada Dimas.
"Bagus dong,Bu, berarti dia polisi yang mengemban tugas dengan baik, tidak pandang bulu. Meskipun saya berharap dia bisa sedikit mentoleri kesalahan saya, tapi kayaknya gak mungkin juga. Ibu saja orangtuanya gak di kasih ampun, apalagi saya yang gak kenal sama sekali." Pupus sudah harapan Naura yang berharap bisa lolos hanya dengan mengedipkan mata dan ditambah sedikit rayuan gombal seperti yang pernah dilakukan Reva saat ditilang.
"Nanti Ibu coba bantu, tapi jangan mencoba merayunya. Dia itu anti rayuan," ucap Ana, seperti bisa membaca pikiran Naura.
Dimas menghampiri kedua wanita yang sudah mulai akrab itu, padahal baru ditinggal sebentar.
"Bisa tunjukkan SIM-mu!" pinta Dimas kepada Naura.
"Sebentar," Naura hendak mengambil SIM di dalam tasnya.
Naura menyadari satu hal lagi, tasnya tertinggal di rumah. Semua tanda pengenal, KTP, SIM, STNK ada di rumah, Naura tidak membawa apa pun.
"Ketinggalan di rumah," ujar Naura dengan senyum paksa yang tertutup masker.
"STNK?" tanya Dimas lagi, Naura masih menggeleng.
"KTP?"
"Semuanya ketinggalan di rumah, Pak. Tadi saya buru-buru mau mengantar pesanan ini!" jelas Naura sambil menunjuk kresek merah yang berisi box sepuluh pieces tersebut.
"Kalau begitu motor anda saya sita. Ini surat tilangnya! Anda bisa mengambilnya setelah persidangan."
"Kenapa motornya disita? Aku nganter pesanannya gimana?"
"Anda masih bertanya kenapa motor anda disita. Sudah pasti karena anda sudah melanggar peraturan dan parahnya lagi anda tidak bisa menunjukkan SIM dan STNK sepeda motor ini. Bisa jadi kendaraan ini juga bukan milik anda," jelas Dimas panjang lebar.
"Jadi Bapak mengira motor saya hasil curian gitu?" Naura merasa tersinggung dengan ucapan Dimas yang terakhir. "Sudah saya bilang surat kepemilikannya ketinggalan di rumah. Meskipun saya miskin, saya bukan pencuri,Pak! Motor ini muklis motor saya, meskipun harus nyicil selama delapan belas bulan."
Naura yang tersulut emosi, memilih mengambil pesanan Bu Ria yang masih tersimpan di motor dan meninggalkan motornya di sana.
"Coret saja daftarnya dari kartu keluarga, Bu!" celoteh Naura sebelum ia pergi, "Permisi, saya duluan, Bu!" Naura meninggal Ana yang masih mencoba membantunya membujuk Dimas supaya tidak menyita motor Naura.
"Dim, kenapa motornya disita? Bisa yang lain, 'kan?"
Dimas tak menjawab.
Dimas meninggalkan Ana dengan sedikit berlari, mengejar lalu menarik Naura yang hendak menyebrang dengan lampu hijau yang masih menyala. Ada yang menarik tangannya dari belakang, membuat Naura kehilangan keseimbangan. Ia menubruk dada bidang polisi yang sudah membuatnya kesal itu.
"Kalau mau nyebrang lihat-lihat dulu!" ujar Dimas, ketika Naura jatuh dipelukannya. "Dasar ceroboh!"
"Jaga jarak, Pak!" Naura menjauh dari dada bidang itu yang entah mengapa membuatnya jantungnya sedikit tidak normal.
Ana melihat Naura hampir tertabrak, langsung menghampiri dan memberi minum kepada Naura dan Dimas.
"Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Ana khawatir. Naura hanya menggeleng. "Ini, minum dulu! Kamu pasti kaget dan ini untuk kamu!" Ana memberikan satu botol air mineral kepada Naura dan Dimas.
Naura langsung meminumnya, rasa kaget dan jantungnya yang berpacu kencang membuatnya dengan sekejap menghabiskan minuman itu. Begitu pula dengan Dimas.
Di tegukan terakhir Naura melirik ke arah Dimas yang baru saja selesai minum, betapa kagetnya Naura begitu melihat wajah polisi tersebut. Saking kagetnya dia langsung menyemburkan air yang ada di mulutnya.
Dia???? teriak Naura dalam hati.
Benar-benar gadis ceroboh. ucap Dimas juga dalam hati, begitu melihat siapa yang ada di balik masker itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Epruuth
diaa...
dia dia diiaa diia dia diaa diaa diaaa
hanya diiia🥰
2022-03-18
0
Hartin Marlin ahmad
cowok yang dalam mimpi jadi suaminya,lanjut.......
2021-10-10
0
Indra Davais
pasti ganteng dong. visualnya ada ngk pak pol
2021-08-06
0