Mega merah terlukis indah di langit desa. Para lelaki mulai berdatangan duduk bersila diatas tikar yang sudah lama di bentang. Ya, malam ini tahlilan hari ke tiga mbah dan ayah Cahaya. Gadis itu kini tampak lebih kuat dari dua hari yang lalu. Berdamai dengan kenyataan itu pasti lebih baik.
"Wak, makanannya sudah selesai disiapkan? Aya bantu apa lagi ya?" tanya gadis berhijab hitam tersebut.
"Sudah, Nduk. Aya duduk saja di depan, temani nenek dan tamu perempuan yang datang. Serahkan semuanya kepada uak." wanita paruh baya itu tersenyum penuh sayang.
"Terimakasih ya, Wak." senyuman manis Cahaya tersungging, ia pun kembali ke ruang tamu.
Acara pun berlangsung khidmat. Gadis yang kini sebatang kara itu mengaminkan doa yang dibawakan oleh ustadz dengan air mata yang menetes perlahan.
Hanya doa anak yang sholeh yang dibutuhkan oleh orang tua yang sudah berpulang ke sisi-Nya.
\=\=\=\=\=
Cahaya melap tangannya yang basah setelah selesai mencuci piring dan gelas bekas makanan ringan yang tadi dihidangkan. Tampak kelelahan dimatanya, karena sebenarnya Cahaya tidak pernah tidur sampai larut malam.
"Nduk, sini dulu. Ada yang perlu kita bicarakan." Arum dan bu Sani duduk beriringan, ada juga pak Sani dan juga Angga yang duduk sedikit menjauh dari mereka.
"Iya, Nek. Ada apa?" Cahaya duduk bersimpuh di hadapan kedua wanita yang selalu ada bersamanya dalam tiga hari terakhir ini.
"Nenek akan bicara serius, besok nenek dan Angga akan pulang. Kalau Cahaya bersedia ikutlah bersama kami." ucapan itu hanya di dengarkan oleh Cahaya tanpa jawaban.
"Kalau Aya mau tetap disini kami yang akan menjaga Aya. Aya kuliah disini saja, masalah biaya ... sawah si mbah yang Wak lanang mu garap kan lumayan, mudah-mudahan cukup untuk biaya kuliahmu sampai selesai." bu Sani ikut berbicara.
"Hm ... Aya tidak mau menyusahkan, wak. Aya juga sudah memikirkan ini. Sawah yang wak Sani garap ambillah semua hasilnya. Kalau uak berkenan, sisihkan sedikit saja untuk masjid atau anak yatim. Niatkan untuk almarhumah Mbah dan Ayah. Cahaya ikut nenek saja. Kuliah Aya disana juga sudah dijamin bea siswa. Masalah kebutuhan sehari-hari nanti Aya akan bekerja. Nek ... Apa di rumah nenek membutuhkan pembantu? Kalau ada alhamdulillah, semoga nenek menerima saya. Saya bisa beberes rumah, memasak, apapun itu Nek. Tapi kalau tidak ada, mohon izin, Nek. Aya ikut nenek ke kota saja. Nanti biaya perjalanannya akan Aya ganti dengan cara menyicil, Aya akan mencari pekerjaan lain disana." gadis itu berbicara dengan menundukkan pandangannya.
"Ada, Nduk. Ada! di rumah nenek membutuhkan asisten pribadi. Kamu nenek terima." ucap Arum tanpa ba bi bu.
Angga yang sedari tadi bersama ponselnya pun jadi ikut mendengarkan pembicaraan mereka.
"Asisten pribadi buat siapa?" gumamnya dalam hati.
\=\=\=\=\=
Dua koper ukuran besar sudah penuh dengan baju-baju dan buku-buku Cahaya. Ini pengalaman pertamanya mempunyai koper, biasanya kalau bepergian jauh ia hanya menggunakan tas keramat milik ibunya.
Pak Sani dan bu Sani juga beberapa tetangga terdekat saling bergantian memberikan pelukan perpisahan kepada si gadis malang Cahaya.
"Titip rumah ya, Wak. Suatu saat nanti, Aya pasti datang untyk berkunjung, atau mungkin akan kembali tinggal disini." Cahaya memeluk bu Sani yang turut menangis. Usia mereka sudah sepuh, namun Tuhan belum mengizinkan mereka memiliki seorang anak. Sehingga Cahaya menjadi kesayangan mereka.
"Seng ati-ati yo, Nduk." hanya itu kata yang keluar dari bibir bu Sani
Mobil silver sudah siap di depan rumah. Ini kali pertama Cahaya menaiki mobil dengan pintu yang digeser.
Angga duduk di belakang, sedangkan Cahaya berjejeran dengan Arum. Arum tidak melepaskan tangan Cahaya, lengan halus itu senantiasa ia usap untuk memberikan ketenangan dan kekuatan kepadanya. Tetasan air mata tidak dapat ditahan.
"Selamat tinggal kampung halamanku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Huang jiahong
😭😭😭😭
2021-09-21
0
Ayumie Hafidz
ada yang lg ngupas bawang ya😭
2021-08-29
0
syafridawati
like mampir salam dari pulau kematian
2021-08-27
0