Dijebak

Thalia masuk ke dalam kelas sambil terhuyung-huyung. Beberapa cowok yang ada di sana segera menghampiri Thalia dan memboyongnya.

"Thalia, lu baik-baik aja?"

Diam-diam Thalia terkekeh. Orang-orang memang sangat mudah ditipu. Para anak laki-laki ini juga pasti sebenarnya hanya mau dapat perhatian Thalia saja. Tentu, bukan hanya berkuasa, tetapi Thalia juga memiliki paras yang cantik di atas rata-rata sehingga tidak sedikit anak cowok yang mengejarnya dan berusaha mendapat perhatiannya.

Sayang, gadis cantik ini tetap berpegang teguh bahwa perempuan cantik hanya untuk laki-laki ganteng, sehingga ia masih menjadikan kakak kelasnya, Alan sebagai calon pacarnya. Baginya para cowok yang sok perhatian ini hanyalah kutu yang harusnya dibasmi.

"Aduh, bisa, gak kalian gak berisik? Kepalaku pusing ..." keluh Thalia masih dengan aktingnya. Tentu saja dia baik-baik saja, tetapi segala sesuatu harus dijalani dengan totalitas. Aneh jika dia tidak pura-pura sakit, padahal tadi bilang ke sahabat-sahabatnya kalau tidak enak badan.

Hebatnya, para anak cowok itu menurut dan langsung membawa Thalia ke tempat duduknya. Di sana ia sudah disambut oleh para sahabatnya.

"Ya ampun Thal ... kalo sakit, kenapa gak tidur di UKS aja?" khawatir Marina.

"Duuh, malas. Di sana gak ada orang ..." keluh Thalia langsung meletakkan kepalanya di atas meja.

"Ya, tapi 'kan lu bisa istirahat!" seru Vannesa.

"Aduh, kok kalian jadi marahin aku, sih? Aku pusing nih!" Thalia mulai memasang perisainya.

Para sahabatnya pun saling pandang. Mereka juga tak bisa apa-apa jika Thalia sudah begini.

"Lu udah minum obat? Gue ambilin obat, ya?" tawar Renata.

Sontak mata Thalia terbuka lebar. Namun ia tak berani mengangkat kepalanya.

"Thalia!" Atensi ketiga sahabatnya tiba-tiba beralih pada suara seorang anak laki-laki yang menyebut nama Thalia. Tak jauh dari tempat duduk mereka kini telah berdiri seorang laki-laki kurus dan tinggi yang mengenakan kacamata dengan frame tebal berwarna hitam.

Laki-laki itu menyodorkan satu strip obat sakit kepala yang ia dapatkan di UKS tadi.

"Ini ... tadi kamu minta ini 'kan?" ujar laki-laki itu yang mendapat tatapan sinis dari ketiga gadis di hadapannya.

Renata pun merebut strip obat itu.

"Nih, Thal ... obatnya udah dibawain si cupu!" ketus Renata yang melirik sinis ke arah Farel—Anak laki-laki yang disebut cupu oleh Renata.

Thalia pun mengangkat sedikit kepalanya dan diam-diam mencuri pandang pada Farel yang sedang menundukkan kepalanya.

"Minumnya mana?" tanya Thalia yang membuat ketiga temannya kembali menoleh ke arah Farel.

"Mi-minum? Ta-tapi tadi kamu gak minta minum, Thal!" ujar Farel membela dirinya sendiri.

"Yah, lu gak punya otak apa? Emangnya minum obat kayak gini bisa langsung ditelen? Mikir dong! Pake, tuh otak lu! Jangan dianggurin aja!" cibir Vannesa sambil menempeleng kepala Farel.

Farel hanya bisa menunduk dan mengepalkan tangannya. Cibiran seperti itu sudah jadi santapannya setiap hari.

"Ya udah, sana! Beliin Thalia minum! Jangan berdiri aja kayak orang bego!" suruh Renata.

"Ta-tapi, sebentar lagi masuk—"

Tiba-tiba Vannesa menggebrak meja, membuat Farel terhenyak.

"Ya terus?" tekannya sambil memelototi Farel.

"Buruan makanya! Lelet, gak punya otak lagi!" hardik Renata.

"I-iya!" ujar Farel menyerah sambil diam-diam melirik ke arah Thalia yang sedang meletakkan kepalanya di atas meja.

Diam-diam laki-laki itu megertakkan giginya.

'Gue yakin seratus persen, Thalia pura-pura sakit!' geram Farel dalam hati, tetapi ia tak sanggup melawan.

Brak!

Vannesa kembali menggebrak meja hingga Farel terhenyak.

"Liatin apa lagi lu?" bentak Vannesa, seketika suasana kelas yang ramai menjadi hening.

"Uhm ... Y-yah ... u-uangnya ..." Farel mengadahkan tangannya, tetapi malah dipukul menggunakan penggaris oleh Vannesa.

"Pake duit lu dulu! Miskin banget, sih!" ketus Vannesa. Farel mengeraskan rahangnya, berusaha menahan emosinya. Ia tidak boleh bertindak gegabah, atau tidak bisa melajutkan sekolah. Tanpa berkata apa-apa, Farel pun berlari ke luar kelas. Sementara Thalia diam-diam tersenyum kecil.

***

Farel terpaksa menggunakan uang cadanganya yang ia selipkan di robekan dompetnya karena sisa uang sakunya tak cukup untuk membayar air minum Thalia. Ya, untungnya Farel rajin menabung dan ia sering mendapat uang saku tambahan dengan memgirimkan hasil karyanya ke beberapa lomba yang diadakan oleh majalan anak-anak.

Namun hatinya masih tidak tenang karena penjual minuman tidak punya kembalian dan sedang menukarkan uang Farel ke beberapa penjual lainnya.

Farel tak bisa menghentikan hentakan kakinya, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

KRING!

Farel mengumpat. Harusnya ia tidak usah menunggu kembalian. Namun jika tidak, nanti ia tidak bisa pulang.

"Maaf, nih ,Rel ..." Penjual minuman memberikan kembaliannya.

"Iya ... makasih ya, Bang!" seru Farel tak mau ambil pusing. Ia langsung menerima kembaliannya dan berlari ke kelasnya yang jaraknya cukup jauh dari kantin.

Napasnya terengah-engah, bukan hanya karena berlari, tetapi juga waspada dipergoki oleh guru komisi kedisiplinan yang berkeliling untuk menangkap para murid yang berkeliaran setelah bel masuk.

"Sedikit lagi!" seru Farel yang terpacu karena sebentar lagi ia sampai di lorong kelasnya, tetapi langkahnya melambat begitu Sang Guru Komdis muncul entah dari mana dan malah menangkap dirinya. Farel mau kabur juga sudah terlambat.

"Kamu! Farel Barata Septian!" sergah guru komdis yang hapal semua nama murid.

Bulu kuduk Farel merinding, ia pun menelan salivanya.

"Ke sini kamu!" Suara lantang guru komdis pun sudah mampu membuat kakinya lemas dan tak bisa bergerak.

Sementara itu di kelas VII-B, Guru Bahasa Inggris sedang mengabsen nama-nama murid, hingga anak-anak terpaksa untuk mengunci mulutnya, jika tidak habislah mereka dengan guru 'killer' satu ini.

"Farel Barata Septian!" Akhirnya nama itu disebut, tetapi tidak ada yang menyahut. Guru Bahasa Inggris pun memanggil nama itu lagi, tetapi masih tidak ada yang menyahut hingga tiga kali.

"Ada yang tahu, kemana Farel?" tanya Pak Guru. Namun tidak ada satu pun murid yang membuka mulutnya.

"Tidak ada yang tahu?" tanya guru itu lagi memastikan dan hasilnya masih sama. Guru itu pun menghela napas sambil geleng-geleng kepala.

"Dasar, anak jaman sekarang!" gerutunya sambil menulis alfa di buku absen.

Sedangkan Thalia yang masih meletakkan kepalanya di atas meja diam-diam tersenyum.

'Dia sedang menikmati hukumannya, Pak ...' kekehnya dalam hati merasa menang.

'Itu akibatnya kabur dari Thalia!' ujar Thalia puas.

Sedangkan di lapangan Farel sedang dihukum bersama dengan kakak kelasnya yang kepergok. Mereka disuruh hormat menghadap bendera sambil berdiri satu kaki di hari yang cukup terik.

"Woy, Pak Sunu gak ada!" ujar Alan—Kakak kelasnya yang sudah menurunkan kakinya dari tadi.

"I-iya, Kak ... tapi Kak Alan gak denger, kalau kita turunin kaki, nanti malah disuruh lari?" ujar Farel.

"Denger!" Alan malah duduk di ata tempatnya berpijak sambil mengipas-ngipasi dirinya.

"Tapi daripada capek berdiri satu kaki! Gila aja!" gerutu Alan.

Farel pun melirik ke arah kakak kelasnya itu yang sangat santai.

Alan pun menepuk-nepuk aspal di sampingnya.

"Istirahat dulu, nanti kalau disuruh lari, biar kuat, haha."

Farel diam-diam mengangkat sudut bibirnya, tetapi sebenarnya hati kecilnya merasa iri.

"Ayo, jangan banyak bengong—"

"Alan Madaharsa Antara!" Suara guru komdis yang lantang dan menggelegar pun mengangetkannya.

"Waduh," kekeh Alan sambil cengar-cengir.

Terpopuler

Comments

Viin

Viin

ceweknya anarkis bingitz

2023-05-21

0

lihat semua
Episodes
1 Tak Berdaya
2 Sesak
3 Dijebak
4 Idola
5 Bayang-bayang Thalia
6 Tidak Beruntung
7 Duduk Sebangku
8 Pembalasan
9 Pendekatan Thalia
10 Orang seperti Mereka
11 Pembelaan Shei
12 Masa Berlaku Janji Farel
13 Dibuang di Jalan
14 Serangan Anak Kelas VIII
15 Pertunjukkan di Kantin
16 Perintah Alan
17 Perasaan yang Aneh
18 Apakah Aku Cantik?
19 Menemukan Sebuah Cara
20 Baikan
21 Tanpa Kacamata
22 Ucapan Alan
23 Motivasi atau Provokasi?
24 Kecurigaan Farel
25 Kebaikan Thalia
26 Wanita yang Berisik
27 Tidak Rela
28 Tidak Dihargai
29 Dipermainkan
30 Khawatir
31 Beli Jus
32 Marah
33 Tidak Ada Rasa
34 Menanti Tugas dari Thalia
35 Model
36 Didandani
37 Kaget
38 Sia-sia
39 Ini Aneh
40 Kena Akibatnya
41 Tak Tertolong
42 Diam-diam Peduli
43 Tidak Bisa Bertemu
44 Perdebatan
45 Bujukan Alan
46 Sedih dan Gelisah
47 Be My Puppy
48 Apakah Tepat?
49 Neraka Lainnya
50 Percikan Aneh dalam Dada
51 Seringai Farel
52 Thalia yang Aneh
53 Kelamnya Keluarga Thalia
54 Wanita Ular
55 Ketinggalan Berita
56 Gelagat Tak Wajar
57 Peringatan Marina
58 Malu
59 Memangnya Kita Teman?
60 Permintaan Farel
61 S2: Jangan Lancang!
62 S2: Sikap Dingin Alan
63 S2: Farel: Ada Apa Denganku?
64 S2: Aneh!
65 S2: Sikap yang Membingungkan
66 S2: Sindiran Keras
67 S2: Keputusan Thalia
68 S2: Terpengaruh
69 S2: Hubungan yang Mungkin Berubah
70 S2: Semua Karena Farel
71 S2: Beralih
72 S2 : Kepastian
73 S2: Pembenaran
74 S2: Tidak Paham
75 S2: Diabaikan
76 S2: Tamu Tak Terduga
77 S2: Sebuah Perasaan yang Terdeteksi
78 S2: Kamu Harus jadi Temanku!
79 S2: Kekhawatiran Papa
80 S2: Kata yang Setajam Pedang
81 S2: Kedatangan Farel
82 S2: Karena Kita Teman
83 S2: Tersentuh
84 S2: Janji Baru
85 S2: Pembicaraan Serius
86 S2: Kedatangan Alan
87 S2: Berpisah dengan Damai
88 S3: Versi Baru
89 S3: Larangan Marina
90 S3: Kelepasan
91 S3: Gak Level!
92 S3: Seperti Ini Lebih Baik
93 S3 : Pertaruhan
94 S3 : Pilihan Thalia
95 S3: Tak Saling Menyapa
96 S3: Apa Boleh Begini?
97 S3: Bukan Perasaan yang Salah
98 S3: Rencana Marina
99 S3: Farel yang Absen
100 S3: Dingin
101 S3: Janji yang Berakhir
102 S3: Menghilang
103 S3: Bersandar
104 S3: Pelita yang Telah Redup
105 S3: Bunga yang Bersemi Kembali
106 S3 : Atur Ulang
107 S3 : Arti Kamu Untukku
108 S3 : Kedatangan Alan
109 S3 : Curhatan Thalia
110 S3: Kabar Buruk
111 S3: Hanya Bisa Diam
112 S3: Si DOI (Dia Orang Istimewa)
113 S3: Aku Ada Urusan!
114 S3: Dipantau
115 S3: Perjanjian Thalia dan Vannessa
116 S3: Tamu yang Tak Diharapkan
117 S3: Hanya Ada Kamu di Kepalaku
118 S3: Berhasil Sembunyi
119 S3: Keputusan Farel
120 S3:Pilihan yang Berat
121 S3: Kebingungan Farel
122 S3: Butuh Waktu Berpikir
123 S3: Siapa Dia?
124 S3: Bukan Tipe Idaman!
125 S3: Bujukan Farel
126 Update Bulan Maret
127 S3: Penjelasan Thalia
128 S3 : Happy Birthday Thalia
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Tak Berdaya
2
Sesak
3
Dijebak
4
Idola
5
Bayang-bayang Thalia
6
Tidak Beruntung
7
Duduk Sebangku
8
Pembalasan
9
Pendekatan Thalia
10
Orang seperti Mereka
11
Pembelaan Shei
12
Masa Berlaku Janji Farel
13
Dibuang di Jalan
14
Serangan Anak Kelas VIII
15
Pertunjukkan di Kantin
16
Perintah Alan
17
Perasaan yang Aneh
18
Apakah Aku Cantik?
19
Menemukan Sebuah Cara
20
Baikan
21
Tanpa Kacamata
22
Ucapan Alan
23
Motivasi atau Provokasi?
24
Kecurigaan Farel
25
Kebaikan Thalia
26
Wanita yang Berisik
27
Tidak Rela
28
Tidak Dihargai
29
Dipermainkan
30
Khawatir
31
Beli Jus
32
Marah
33
Tidak Ada Rasa
34
Menanti Tugas dari Thalia
35
Model
36
Didandani
37
Kaget
38
Sia-sia
39
Ini Aneh
40
Kena Akibatnya
41
Tak Tertolong
42
Diam-diam Peduli
43
Tidak Bisa Bertemu
44
Perdebatan
45
Bujukan Alan
46
Sedih dan Gelisah
47
Be My Puppy
48
Apakah Tepat?
49
Neraka Lainnya
50
Percikan Aneh dalam Dada
51
Seringai Farel
52
Thalia yang Aneh
53
Kelamnya Keluarga Thalia
54
Wanita Ular
55
Ketinggalan Berita
56
Gelagat Tak Wajar
57
Peringatan Marina
58
Malu
59
Memangnya Kita Teman?
60
Permintaan Farel
61
S2: Jangan Lancang!
62
S2: Sikap Dingin Alan
63
S2: Farel: Ada Apa Denganku?
64
S2: Aneh!
65
S2: Sikap yang Membingungkan
66
S2: Sindiran Keras
67
S2: Keputusan Thalia
68
S2: Terpengaruh
69
S2: Hubungan yang Mungkin Berubah
70
S2: Semua Karena Farel
71
S2: Beralih
72
S2 : Kepastian
73
S2: Pembenaran
74
S2: Tidak Paham
75
S2: Diabaikan
76
S2: Tamu Tak Terduga
77
S2: Sebuah Perasaan yang Terdeteksi
78
S2: Kamu Harus jadi Temanku!
79
S2: Kekhawatiran Papa
80
S2: Kata yang Setajam Pedang
81
S2: Kedatangan Farel
82
S2: Karena Kita Teman
83
S2: Tersentuh
84
S2: Janji Baru
85
S2: Pembicaraan Serius
86
S2: Kedatangan Alan
87
S2: Berpisah dengan Damai
88
S3: Versi Baru
89
S3: Larangan Marina
90
S3: Kelepasan
91
S3: Gak Level!
92
S3: Seperti Ini Lebih Baik
93
S3 : Pertaruhan
94
S3 : Pilihan Thalia
95
S3: Tak Saling Menyapa
96
S3: Apa Boleh Begini?
97
S3: Bukan Perasaan yang Salah
98
S3: Rencana Marina
99
S3: Farel yang Absen
100
S3: Dingin
101
S3: Janji yang Berakhir
102
S3: Menghilang
103
S3: Bersandar
104
S3: Pelita yang Telah Redup
105
S3: Bunga yang Bersemi Kembali
106
S3 : Atur Ulang
107
S3 : Arti Kamu Untukku
108
S3 : Kedatangan Alan
109
S3 : Curhatan Thalia
110
S3: Kabar Buruk
111
S3: Hanya Bisa Diam
112
S3: Si DOI (Dia Orang Istimewa)
113
S3: Aku Ada Urusan!
114
S3: Dipantau
115
S3: Perjanjian Thalia dan Vannessa
116
S3: Tamu yang Tak Diharapkan
117
S3: Hanya Ada Kamu di Kepalaku
118
S3: Berhasil Sembunyi
119
S3: Keputusan Farel
120
S3:Pilihan yang Berat
121
S3: Kebingungan Farel
122
S3: Butuh Waktu Berpikir
123
S3: Siapa Dia?
124
S3: Bukan Tipe Idaman!
125
S3: Bujukan Farel
126
Update Bulan Maret
127
S3: Penjelasan Thalia
128
S3 : Happy Birthday Thalia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!