Car free day

Setahun terlewati, Angga tak lagi satu sekolah denganku. Ia mulai memasuki Sekolah Menengah Atas. Namun, tetap tak ada yang berubah darinya. Ia tetap masih bisa bermain bersama kami, saat libur sekolah atau tanggal merah.

“Nis, hari minggu besok ke CFD yuk!” Ajak Lena padaku dan Kokom, sepulang sekolah.

“Hmm.. Hayo.” Jawabku.

“Lo ngga lagi dinas buat jaga warung kan?” Tanya Lena meledek, pasalnya setiap libur atau tanggal merah, aku pasti membantu ummi untuk menjaga warung sembako kecil-kecilan kami.

“Kalau ada kak Dira, aku free. Kalau kakakku juga kebetulan ada acara, mau ngga mau aku yang pegang.” Jawabku lagi.

“So sweet banget sih lu jadi anak. Gue aja ngga pernah bantuin nyokap gue. Males!” Kokom mengatakan kata terakhirnya dengan penuh penekanan.

Tak lama kemudian, kami sampai di depan rumah Lena.

“Bye..” Lena melambaikan tangannya saat ia sudah berdiri di depan rumahnya.

“Bye, sampai ketemu minggu ya.” Kataku.

“Jam 6 pagi udah di depan ya.” Kata Lena lagi.

“Siip.” Aku dan Kokom menampilkan ibu jari kami masing-masing.

****

Waktu sudah menunjukkan jam 6 pagi, aku sudah bersiap dengan memakai kaos oblong perempuan berwarna abu-abu tua dan celana training dengan warna yang sama. Aku menunggu Kokom melewati rumahku, setelah itu kami bersama-sama menjemput Lena.

Kebetulan kami tinggal di daerah yang tak jauh dari Monas. CFD singkatan dari Car Free Day, yang di adakan setiap hari minggu di kawasan Monumen Nasional hingga Bundaran HI. Hari bebasnya kendaraan bermotor, fasilitas yang pemerintah daerah berikan agar warganya bisa berolahraga dan bermain di udara terbuka.

Kmi berlari mengelilingi kitaran Monas sebanyak 2 kali putaran. Itu saja sudah membuat kami terengah-engah.

“Ah coba tadi ajak Angga, Kita pasti di trkatir makan nih. Biasanya kalau abis ke Monas bareng kan pasti begitu.” Kata Kokom lesu, sambil kami mendudukkan diri kami di pinggir jalan pelataran Monas.

“Iya nih. Lu sih Nis, ngga ngajak Budi sama Angga.” Lena menambahi.

“Kan Angga lagi pergi sama keluarganya, terus Budi juga kan udah janjian sama temen bola nya. Kalian kok pada lupa sih.” Protesku.

“Ooo iya.” Kokom dan Lena menjawab bersamaan, sambil memegang kepalanya yang tidak pusing.

Lama kami beristirahat dan duduk di sana. Lalu beberapa menit kemudian, ada segerombolan cowok SMA yang ikut duduk did ekat kami.

Tiba-tiba mereka duduk lebih mendekat, kemudian salah satu dari mereka berkata, “Boleh kenalan?’

Aku langsung berdiri, tanganku menarik lengan Lena dan Kokom bersamaan. Kemudian kami berlari. Pria-pria itu pun ikut berlari mengejar kami. Kakiku terus berlari kencang, di ikuti Lena dan Kokom.

Kakiku berhenti berlari saat aku melihat kebelakang, ternyata pria-pria itu tak lagi mengejar kami. Lena dan Kokom pun ikut berhenti.

“ini kenapa dah kita lari?” Tanya Kokom bingung.

“Tau, gue lari karena tangan gue di tarik Nisa.” Jawab Lena.

“Lu, kenapa lari sih, Nis? Bege banget dah.” Tanya Kokom lagi.

Aku hanya membalasnya dengan cengiran dan menampilkan jejeran gigiku.

“Maaf, aku males aja kalau ada yang ngajak kenalan. Sorry ya.” Aku mangkupkan kedua tanganku.

“Dasar lu, kebiasaan tau!” Kokom berjalan melewatiku.

Aku memang perempuan yang paling malas untuk dekat dengan lawan jenis. Hanya dua pria yang dekat denganku, mereka adalah Angga dan Budi. Di sekolah, ada beberapa teman lelaki yang memberikan surat cinta padaku, tapi aku robek langsung di depan matanya. Sadis memang. Tapi itulah jeleknya aku, dan ini bukan kali pertama aku lari ketika ada lawan jenis yang menghampiri dan ingin berkenalan denganku.

Beberapa hari berikutnya, aku datang ke rumah Kokom untuk menukarkan tas kami. Ini adalah kebiasaan yang sering di keluhkan ummi. Ummi selalu marah, jika aku bertukar tas, sepatu atau jam tangan pada Lena dan Kokom. Padahal itu hanya untuk seru-seruan saja.

“Pulangin, kebiasaan tuker-tuker barang. Emang kamu mau tuker-tukeran suami nanti.” Kata Ummi, sebelum aku beranjak ke rumah Kokom.

“Ih, apa sih, Mi. Ya enggak gitu jugalah.” Jawabku.

“Ya biasain dari sekarang, hilangkan rasa tidak enakmu terhadap teman.”

“Iya, Mami.” Ledekku.

Belum sampai kakiku melangkah ke depan pintu rumah Kokom, ternyata aku melihatnya sedang memanjat pagar rumah.

“Kom, kamu mau kemana?”

“Ssstt..” Kokom menempelkan ibu jari di bibirnya.

“Jangan berisik, nanti bapak gue denger.”

“Ya kamu mau kemana? Udah malem tau.”

“Gue mau maen dulu. Bye.” Kokom meninggalkan aku yang masih berdiri mematung di sana.

Aku mengeryitkan dahi, sambil memegang tasnya ke atas, tapi tetap Kokom tak menjawab pertanyaanku. Ia berlari kencang menuju jalan raya.

Terpopuler

Comments

@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

eh, kokom agak bandel ya. semoga aja gak terjerumus ke yg aneh2.

2023-10-20

0

Caroline

Caroline

yeee,,,si kokom bandel jg 😄

2022-11-17

1

Caroline

Caroline

ngebayangin sambil ngakak sendiri baru nyadar ya kokom🤣🤣🤣

2022-11-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!