Hari bersejarah

Pasalnya, kami sudah khatam Al-Quran dan Bu Mur (sang guru ngaji) meminta orang tua kami untuk membuat tumpeng, sebagai rasa suka cita itu. Kami bukan hanya teman bermain, lepas pulang sekolah. Tapi kami juga berada dalam tempat pengajian yang sama, di rumah salah satu ibu-ibu lulusan pesantren yang tak memiliki anak. Bu Mur, menampung anak-anak dari usia delapan hingga 14 tahun. Ia mengajarkan kami membaca Al Quran dan tata cara sholat, dan biasanya setelah Khatam kami tak lagi menimba ilmu di sana.

“Yah, kita nanti udah jarang ketemu lagi donk. Lo pasti udah ngga gaji lagi kan, Nis?’ Kata Kokom.

“Semoga kita satu sekolah, Kom.” Jawab Lena.

“Iya, bener.” Celetuk aku.

“Semoga lo semua di terima di sekolah kita” Kata Budi.

“Aamiin.” Jawab Angga singkat.

“Walaupun kita udah ngga ngaji di sini, tapi nanti kita sama-sama lagi di sekolah baru.” Kata aku riang.

“Yeaahhhh..” Ucap senang Lena.

Setelah beranjak remaja, percakapan kami selalu menggunakan ‘gue-elo’, walau terdengar tidak sopan, tapi di sini ‘aku-kamu’ menjadi bahasa yang tabu untuk di gunakan para remaja. Malah akan di bilang ‘cupu’ alias ‘culun punya’, atau di bully dengan sebutan ‘ngga gaul’. Yah, seperti itulah. Tapi, itu tak berlaku padaku. Aku akan tetap menajdi diriku yang takut pada kedua orang tuaku.

Kami berkeliling kampung dengan membawa tumpeng besar. Setiap rumah warga yang kami lewati, berdiri di rumah masing-masing dan menerima satu sendok besar nasi tumpeng dari kami. Rasa suka cita itu bukan hanya milik kami yang khatam Al-Quran, tapi milik warga sekitar.

****

Akhirnya sampailah di hari pertama aku memasuki Sekolah Menengah Pertama. Ternyata Budi dan Kokom juga ada di sini. Aku, Kokom, dan Lena duduk berdekatan. Kami duduk lesehan di sebuah aula sekolah. Terlihat Angga yang ingin berbicara di depan podium. Ada Budi juga, yang duduk bersama pengurus OSIS lainnya. Sebelum ia mulai bicara, ia sudah di teriaki oleh perempuan-perempuan yang tengah duduk bersamaku di sini.

“Priwit.. Kak Angga..” Kata salah satu perempuan di sana.

“Kak Angga..” Ada yang berteriak lagi.

“Gile, ternyata si Angga famous juga di sekolah ini.” Ucap Kokom.

Sontak membuatku melihat lagi sosok teman kecilku itu. Memang Angga tampan, kulitnya putih, parasnya menawan, dan tubuhnya semakin tinggi.

“Lo liatin Angga ngga kedip, Nis.” Lena menyenggol lenganku.

‘Ah, masa? Biasa aja tuh.” Jawabku beralasan dan memalingkan wajah agar Lena tak melihat wajahku yang sudah memerah.

“Lah si Angga ceking aja banyak yang suka sih. Apa yang di liat coba.” Kata Kokom, membuat kami tergelak.

“Ceking, terus tukang ngiler.” Sambung Budi, yang tiba-tiba duduk di sebelah kami.

Aku ikut tergelak.

“Plis, jangan berisik ya! Jangan ada yang ngobrol sendiri!” Angga melihat ke arah Budi.

“Ih, songong banget si cungkring.” Gerutu Kokom.

Masa orientasi selesai. Aku satu kelas dengan Lena, sementara Budi dan Kokom ada di kelas sebelah.

Teet... Bel sekolah berbunyi, tanda untuk istirahat.

“Nis, lo ngga ke kantin?” Tanya Lena, sambil membereskan buku-buku di meja.

“Aku bawa bekel, tadi pagi ummi bikin lauk.” Jawabku.

“Oh, kalau gitu gue ke kantin ya.” Ucap Lena dan langsung aku angguki.

Di kantin sudah ada Angga, Budi, dan Kokom yang duduk di paling pojok.

‘Len, Nisa mana?” Tanya angga setelah mendapati Lena yang sedang membeli camilan.

“Dia mah pasti bawa bekel.” Kata Kokom.

“Anak emak.” Sahut Budi.

“Gue susul Nisa ke kelasnya deh.” Angga beranjak dari duduknya dan melaju ke kelas Nisa.

“Hai.” Angga langsung duduk dekat di sebelah Nisa, membuatnya terkejut.

“Ih ngapain kamu ke sini? Ngga enak tau di liatian yang lain. Nanti aku di musuhin cewek-cewek karena deket sama kamu.”

“Bodo amat orang mau ngomong apa, lagian lo sahabat gue dari kecil. Kalau ada yang macem-macem sama lo, bilang gue! Nanti orang itu akan berurusan sama gue.” Angga merangkul pundak Nisa. Tapi Nisa langsung mengambil tangan Angga dari pundaknya.

“Iya. Tapi jangan begini juga! Nanti aku ngga punya temen cewek di sini.” Mendengar pernyataan nisa, Angga langsung tergelak.

“Lo lucu, tau ngga.” Angga mencubit ujung hidung Nisa.

“Mau donk makanannya.. Ini pasti enak, buatan tangan ummi kan selalu enak.” Angga menyambar sendok yang di pegang Nisa.

“Bekas aku, Ga. Kamu ngga geli apa?’

“Udah biasa, Nis.” Angga nyengir, lalu tak lama kemudian ia pergi dan kembali ke kelasnya, setelah bel berbunyi.

Para teman wanita yang lain, satu persatu menghampiriku. Mereka ingin berteman denganku karena aku begitu dekat dengan Angga. Angga pun memproklamirkan bahwa aku adalah adiknya. Ia bilang ke semua teman angkatannya untuk tidak macam-macam denganku, apalagi coba mendekatiku.

Terpopuler

Comments

@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

persahabatan yg manis sekali

2023-10-17

0

Mbok Wami

Mbok Wami

inget masa orok😄😃

2022-01-24

2

Gamers Alay

Gamers Alay

authotbyg satu ini klo cerita enak ya... ntar ada bucin² nya gak nih

2021-11-28

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!