Teman

Maira telah bersiap untuk pergi kekantor, karena mobilnya yang masih dikantor dia akhirnya memesan taxi online. Maira menuruni tangga, dilihatnya Bunda yang sedang menata meja makan dibantu dengan Bi Ima pembantunya.

"Bun, Maira berangkat ya," ujarnya lalu mencium tangan Bunda.

"Engga sarapan dulu sayang?"

"Nanti aja dikantor," jawabnya yang lalu berjalan keluar rumah. Sinta tau kenapa Maira bersikap seperti itu, tapi dia juga tidak bisa membatalkan perjodohan terserah.

Rizky menuju meja makan, dia bingung karena tidak melihat Maira.

"Bun, Maira dimana? Tumben Ayah turun dia belum turun,"

"Maira udah berangkat yah,"

"Tumben,"

"Dia berangkat tanpa sarapan,"

"Hmmm,"

"Yah, apa pernikahanya engga bisa diundur aja? Kasian Maira,"

"Engga bisa Bun, Barra dan Indah sudah mempersiapkanya,"

"Tapi Maira engga siap Yah,"

"Dia udah dewasa Bun, Bunda jangan khawatir,"

Sinta hanya diam mendengar perkataan suaminya.

"Bunda, Rafael itu laki-laki yang baik dia pasti bisa menjaga Maira,"

"Iya Bunda tau kalau Rafael itu baik, Bunda juga tau kalau Rafael pasti bisa memjaga Maira. Tapi Yah anak kita belum siap, tadi Bunda juga liat kalau mata Maira sembab Bunda yakin pasti semalaman Maira nangis."

"Ayah yakin nantinya Maira akan bahagia menikah dengan Rafael, Bunda jangan terlalu memikirkan itu. Sedikit demi sedikit pasti Maira bisa menerimanya,"

Sinta berharap apa yanh dikatakan suaminya benar, semoga Maira akan menerima takdirnya.

~

Perusahaan Leo

"Ra, anterin ini ke sekertaris sana," ujatlr Bella.

"Iya," jawab Maira singkat.

"Abis nangis ,"

"Hmmm,"

"Please jangan ngajak ribut hari ini, aku engga mood," gumam Maira lalu berjalan menuju lantai paling atas.

"Mbak Lisa ini dari kak Bella," ujar Maira kepada Lisa.

"Oh iya Ra,"

Maira lalu berjalan untuk balik kelantai 5, karena Maira yang tidak fokus membuat dia menabrak seseorang. Maira mendongakan kepalanya untuk melihat siapa yang dia tabrak.

"Eh maaf Pak," ujar Maira meminta maaf lalu dia hendak berjalan lagi tapi dicegah Rafael.

"Tunggu,"

Maira membalikan badanya, "Kenapa Pak? Saya kan sudah minta maaf,"

"Kamu nangis?" Maira hanya diam mendengarkan pertanyaan Rafael.

"Saya tanya,"

"Bukan urusan Anda," jawab Maira lalu melepaskan tangannya dari genggaman Rafael.

"Hei," Rafael meraih tangan Maira lagi lalu menggenggamnya lebih kencang. "Kalau ada masalah itu cerita," Rafael meninggikan suaranya.

"Buat apa saya cerita sama Anda?!" Maira juga meninggikan suaranya.

"Karena kamu calon istri saya,"

"Lepasin, saya mau kerja," gumamnya sambil berusaha melepaskan tanganya dari genggaman tangan Rafael namun tidak bisa karena Rafael menggenggamnya dengan kencang.

"Ayok ikut," Rafael menarik tangan Maira.

"Lepasin! Sakit!" Rafael tidak mendengarkanya dia menarik tangan Maira agar mengikutinya masuk keruanganya.

"Lisa, kalau ada yang nyariin Maira kamu bilang aja kalau kamu masih membutuhkan bantusnya. Jangan katakan kalau dia bersama saya," gumam Rafael sebelum masuk keruanganya.

"Baik Pak,"

"Belikan makan untuk Maira, nanti bawa masuk keruangan saya,"

"Iya baik Pak,"

Setelah masuk kedalam ruangan Presdir, Rafael melepaskan genggaman tanganya.

Setelah tanganya dilepaskan Maira lalu mengelus tanganya karena genggaman tangan Rafael terlalu keras.

"Maaf, saya engga bermaksud kasar sama kamu," ujar Rafael yang melihat Maira kesakitan. "Duduklah,"

"Mau Anda apa?"

"Ada yang ingin saya bicarakan, tapi setelah kamu makan,"

"Hmmm," Maira lalu duduk disofa yang ada diruangan itu begitu pula dengan Rafael. Tak lama Lisa pun masuk membawa makanan.

"Permisi Pak ini makananya," ujarnya dengan tersenyum lalu meletakan makananya dimeja depan Maira.

"Makasih ya mbak,"

"I-ya Bu," ujar Lisa dengan ragu-ragu karena bingung harus memanggil apa.

"Manggil Maira aja mbak kek biasanya," Lisa hanya tersenyum lalu dia keluar dari ruangan itu.

"Makan gih,"

"Iya Pak," Maira lalu memakan makanan tersebut.

"Bapak kok tau saya belum makan?"

"Iya tadi bunda nelpon dia sangat khawatir sama kamu,"

"Hmm,"

Maira lalu melanjutkan makanya, tidak ada lagi yang bicara sampai Maira menghabiskan makananya.

"Udah?" tanya Rafael yang melihat Maira sudah menghabiskan makananya.

"Iya Pak, makasih makananya,"

"Hmmm,"

"Apa yang Bapak ingin bicarakan?"

"Hmm, saya tau kamu sebenarnya tidak mau menerima perjodohan ini tapi kamu juga engga bisa menolaknya,"

"Iya terus,"

"Sayapun sama seperti kamu, saya tidak mencintai kamu begitupun kamu juga tidak mencintai saya. Tapi saya sudah janji sama orang tua saya dan sama orang tua kamu dan saya mau menepati janji itu,"

"Hmmm,"

"Mungkin kita tidak bisa menjadi sepasang kekasih seperti yang lainya, tapi bolehkah saya berteman dengan kamu?"

"Aku mau nanya dulu?"

"Apa?"

"Dingin banget,"

"Iya kenapa dek?"

"Apa Bapak pengen punya anak?"

"Ya iyalah, mana ada orang yang engga mau punya anak,"

"Bapak mau punya anak dari siapa?"

"Dari kamulah emang dari siapa lagi hah, pake nanya,"

"Katane cuman mau berteman?"

"Iya aku mau kita berteman, tapi kan nantinya kita akan jadi suami istri. Tadi kan kamu nanya aku mau punya anak dari siapa, ya dari istri sayalah. Dan kamu kan yang akan jadi istri saya, jadi jawaban saya engga salah dong,"

"Iya tapi saya masih kuliah saya juga belom siap punya anak, nikah aja saya belum siap apalagi punya anak,"

"Kamu selesaiin aja kuliah kamu dulu, aku juga engga akan maksa buat buru-buru punya anak,"

"Janji ya engga maksa aku buat hamil secepatnya,"

"Iya dek,"

"Dan jangan macem-macem sama aku sebelum aku lulus kuliah,"

"Iya kalau engga khilaf," Maira langsung memukul Rafael menggunakan bantal kursi.

"Mesum,"

"Bodo,"

"Pak jangan bercanda sih,"

"Udah-udah ah jangan bahas soal itu, kita jalanin aja pelan-pelan,"

"Hmmm,"

"Yaudah kita berteman yaa,"

"Iya teman,"

"Yaudah sana kamu istirahat dikamar ku,"

"Saya mau kerja Pak,"

"Jangan panggil Pak bisa engga,"

"Suka-suka saya," ujar Maira lalu menjulurkan lidahnya tanda meledek.

"Udah mulai berani kamu ya sama atasan kamu,"

"Biarin,"

"Tak kasih C kamu ya,"

"Emang nya Anda berani kasih saya C?"

"Ya engga lah, bisa-bisa aku habis dimarahin mami,"

"Uluh uluh kasian,"

"Apahah, udah sana istirahat aja,"

"Dibilangin saya mau kerja juga, Anda tuli ya?"

"Maira!!!!"

"Jangan teriak saya tidak tuli seperti Anda,"

Rafael mulai gemes sama Maira, iapun mendekati Maira lalu menggelitiki Maira.

"Hahahaha Pak geli hahaha,"

"Suruh siapa kamu ngatain saya tuli," ujarnya sambil terus menggelitiki Maira.

"Hahahaha udah pak geli aduh aduh perutku sampe sakit," Rafael akhirnya berhenti menggelitiki Mairam

"Udah sana kamu istirahat, aku engga mau ya calon istri ku kerja dengan mata yang sembab kek gitu,"

"Biarin, sembab gini tapi tetep cantik kan," goda Maira.

"Pede banget kamu,"

"Yaudah ah aku mau istirahat,"

"Yaudah sana gih,"

"Eh tapi engga papa Pak saya istirahat dikamar Bapak,"

"Engga papa,"

"Ok baiklah," Maira berjalan menuju kamer Rafael.

"Eh tunggu, jangan terlalu formal sama aku dan jangan pangil Bapak. Aku itu calon suami kamu bukan calon suami ibu kamu,"

"Biarin, suka-suka saya," ujar Maira lalu menjulurkan lidahnya sebelum masuk ke kamar Rafael.

Rafael nampak senang melihat Maira yang ceria bahkan berani menggoda Rafael. Rafael memang tidak mencintai Maira tapi dia sudah mengganggap Maira adalah tanggung jawabnya yang harus selalu dia jaga.

Terpopuler

Comments

🐞 Dian

🐞 Dian

aku hadir kak Membawa rate 5 dan like

2021-03-10

2

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

boom like plus rate 5 👍😍❤️

2021-03-09

1

Dewi Triana

Dewi Triana

semangat kak

2021-03-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!